| sebuah blog sederhana |

.
)|( Dimana Inspirasi semua Bermula )|( Faidza Azzamta Fatawakkal Alallah )|( Al Wajaba Aktsaru Minal Auqaat )|( As Shabru Fii Awwali Shadam )|(

Total Pengunjung

"Izinkan Aku Pergi Ikhwah"

Bismillah,
ba'da tahmid dan shalawat terhantar kepada Allah dan RasulNya.

Fiuuh,
Deru mesin genset yang mengakrabi halwa telingaku sejak sore tadi. Agaknya mulai kupahami benar. Kesah saudara-saudaraku rimbun bercerita: "PLN - Pemadam Listrik Negara, gak ada ceritanya PLN gak matiin listrik negara!!". Hehe, begitulah mereka. Tapi kini cukup hening didalam teras, disuguhi remang pelita. Temani lalu lalang kota denpasar yang tak pernah lengang dimakan masa. Meski, tak serupa dengan suasana hatiku yang tengah batu - tak mampu berbuat apapun untuk sekedar mengadu pilu. Yaa,.. hanya kepadaMulah kumengadu pilu.

Mengingat peri buatku ingin melenggang sebentar ke masa lalu. 2 tahun yang lalu. Saat diajaknya bocah ingusan yang hedon ini ke acara pengajian yang cukup aneh. "lho? ceweknya mana toh? pengajian koq laki-laki semua...". Kini hanya bisa tersipu malu. Hingga kusyukuri benar, bahwa kehidupan seorang insan tak berhenti dengan dunia ini. Si bocah ingusan yang masih harus banyak belajar tentang kehidupan. Masih harus kulakukan sesuatu dengan akhiratku. Dan tak semudah mengongkang-ongkang kaki - minta tunjuk diberikan pahala. Enak benar pikirku.^^

Ya, kusadari benar semua memang ada prosesnya, dan perjalanan ini tentunya penuh liku. Hingga kini. Kutermenung kembali akan hakikat dakwah ini. Saat pertama kali kumengenal kata DAKWAH. Saat-saat dimana bulir pengakuan dosa menitik bersama kisah cinta dengan kekasih tercinta. Kuterpekur sejenak. Kuamati kata DAKWAH dalam risalah dakwah tercinta. Kuingat baru beberapa minggu diriku menjadi murabbi. Selayang sejenak, pikiranku membumbung tertuju tentang galau hatiku yang menanar penuh sendu.

Kutulis kisah tentang saudara-saudaraku. Harapku diberi ribu alasan ber-husnudzhan atas mereka. Anggaplah suatu ketiadaberdayaan dibalik senyuman yg selama ini terlontar. Tabassumuka fii wajhi akhiha sadaqah (HR. Tirmidzi) - tersenyum dihadapan saudaramu adalah sadaqah.

Bismillah, kubungkus resah hatiku, senang dan bahagia memang. Bertemu mereka yang selama ini temani hari-hariku. Kala tak henti ikhlas dalam hati dan perbuatan mereka menggandeng susah dalam hidup. Saat itu hanya ada keakraban. Bak nasi yang dimakan tiap hari kurasa. Meski tak sedikit pula hati ini galau akan barisan dakwah yang katanya amanah, istiqamah, dan penuh mujahadah ini namun seakan semua itu hanyalah teori-teori dalam pertemuan mingguan.

Seperti hanya dibahas, ditanya jawabkan untuk kemudian disimpan dalam catatan kecil atau buku agenda yang sudah lusuh hingga pekan depan mempertemukan mereka lagi, tanpa ada amal perbaikan yang lebih baik. Ya… Mungkin itu yang ada dibenakku saat ini tentang su’udzhan-ku terhadap mereka, setelah seribu satu alasan untuk ber-husnudzhan.

Sebenarnya apa yang kita cari dari dakwah? Dimanakah yang dinamakan konsep amal jama'i yang sering diceritakan indah? Apakah itu hanya pemanis cerita tentang dakwah belaka? Apakah ini yang disebut ukhuwah?

Ayyuhal ikhwah

Sering terlontarkannya kata-kata "Afwan akh, ana gak bisa bantu banyak…" atau sms yang berbunyi "Afwan akh, ana gak bisa datang untuk syuro malam ini…" atau kata-kata berawalan "Afwan akh…" lainnya dengan seribu satu alasan yang membuat seorang akh tidak bisa hadir untuk sekedar merencanakan strategi-strategi dakwah kedepannya.

Sudahlah, terlalu banyak goresan dalam lembaran ini bila tercurah semua kesah. Bahkan seorang qiyadah yang tega melepas amanah. Karna malu dirinya menghadapi jamaah katanya. Merasa diri berhak memutuskan semua, bahkan mengorbankan saudaranya untuk mengerjakan amanah yang seharuskan dipertanggungjawabkannya. Astaghfirullah.

Kalau memang seperti itu hakikat dakwah maka cukup sudah, "Izinkan ana untuk cuti dari dakwah ini, mungkin untuk seminggu, sebulan, setahun atau bahkan selamanya. Lebih baik ana konsenstrasi dengan studiku yang kini sedang berantakan, atau dengan impian-impianku yang belum terpenuhi, atau dengan lebih memperhatikan ayah dan ibuku yang sudah semakin tua, toh tanpa ana pun dakwah tetap berjalan, bukan???" Dulu tiada seperti ini yang kurasakan, saat menjalankan amanah dakwah bersama. Dulu pun hanya keakraban. Lillahi ta'ala.

Ayyuhal ikhwah

Memang dalam dunia dakwah yang sedang kita geluti seperti sekarang ini, tidak jarang kita mengalami konflik atau permasalahan-permasalahan. Dari sekian permasalahan tersebut terkadang ada konflik-konflik yang timbul di kalangan internal aktivis dakwah sendiri. Akhirnya menjadi musuh dalam perjalanan panjang ini.

Suatu cerita nyata terjadi tentang seorang ikhwan yang merasa pendiriannya benar, dalam situasi yang berbeda pandangan terhadap jamaah lainnya. Kala itu muktamar. Terbentuklah 2 kelompok ikhwah. Hingga timbullah perselisihan berakhir ricuh dan tidak layak diperbincangkan. Yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan kata ‘maaf’. Tahukah saudaraku, hingga kini barisan dakwah itu semakin kendur, seperti tiada kata maaf. Hanya karena perbuatan yang telah lalu. Hanya sebab para qiyadahmasa lalu yang berjibaku. 5 tahun pun berlalu.

Astaghfirullah, lalu dimana letak keindahan ukhuwah itu hendak diperlihatkan? Lalu apa yang dibanggakan kini dengan perbedaan pendapat yang dipaksakan? Coba lihat, apa yang terjadi sekarang? Semoga masih diingatkannya kepada saudara-saudaraku. Bahwa Islam tidak pernah mengajarkan untuk meminta maaf, tapi memaafkan. Memaafkan pun tidak sekedar melupakan, tapi mengikhlaskan. Seandainya terlalu berat langkah ini untuk bersilaturahim, maka bertegur sapalah saudaraku. Meski untuk kembali mengingat masa-masa dulu berjuang dalam barisan yang sama. Ingatlah, dulu kalian saudara yang tak terpisahkan.

Ikhwah,.

Pernah suatu ketika dalam aktivitas sebuah barisan dakwah, ada seorang ikhwan yang mengutarakan sakit hatinya terhadap saudaranya yang tidak amanah dengan tugas dan tanggungjawab dakwahnya. Di lain waktu di sebuah lembaga dakwah kampus, seorang akhwat "minta cuti" lantaran sakit hatinya terhadap akhwat lain yang sering kali dengan seenaknya berlagak layaknya seorang bos dalam berdakwah.

Pernah pula suatu waktu seorang kawan bercerita tentang seorang ikhwan yang terdzalimi oleh saudara-saudaranya sesama aktifis dakwah. Sebuah kisah nyata yang tak pantas untuk terulang namun penuh hikmah untuk diceritakan agar menjadi pelajaran bagi kita.
Ceritanya, di akhir masa kuliahnya sebut saja si X (ikhwan yang terdzalimi) hanya mampu menyelesaikan studinya dalam waktu yang terlalu lama, enam tahun. Sedangkan di lain sisi, teman-temannya sesama (yang katanya) aktifis dakwah lulus dalam waktu empat tahun.

Singkat cerita, ketika si X ditanya mengapa ia hanya mampu lulus dalam waktu enam tahun sedangkan teman-temannya lulus dalam waktu empat tahun? Apa yang ia jawab? Ia menjawab "Ana lulus dalam waktu enam tahun karena ana harus bolos kuliah untuk mengerjakan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan oleh saudara-saudaraku yang lulus dalam waktu empat tahun."

Subhanallah… di satu sisi kita merasa bangga dengan si X, dengan militansinya yang tinggi beliau rela untuk bolos dan mengulang mata kuliah demi terlaksananya roda dakwah agar terus berputar dengan mengakumulasikan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan teman-temannya. Namun di sisi lain kita pun merasa sedih, sedih dengan kader-kader dakwah (saudara-saudaranya si X) yang dengan berbagai macam alasan duniawi rela meninggalkan tugas-tugas dakwah yang seharusnya mereka kerjakan.

Sejenak terlintas bahwa si X ini terlalu mengejar akhiratnya. Mungkin sebagian Dari mereka yang tidak benar-benar mengerti posisinya. Tapi, memang sudah seperti itulah adanya. Biarlah Allah yang menimbang baik-buruknya.

Ikhwah

Semoga kisah tersebut tidak terulang kembali di masa kita dan masa setelah kita, cukuplah menjadi sebuah pelajaran berharga….

Semoga kisah tersebut membuat kita sadar, bahwa setiap aktifitas yang di dalamnya terdapat interaksi antar manusia, termasuk dakwah, kita tiada akan bisa mengelakkan diri dari komunikasi hati...

Ya, setiap aktifis dakwah adalah manusia-manusia yang memiliki hati yang tentu saja berbeda-beda. Ada aktifis yang hatinya kuat dengan berbagai macam tingkah laku aktifis lain yang dihadapkan kepadanya. Tapi jangan pula kita lupa bahwa tidak sedikit aktifis-aktifis yang tiada memiliki ketahanan tinggi dalam menghadapi tingkah pola aktifis dakwah lain yang kadang memang sarat dengan kekecewaan-kekecewaan yang sering kali berbuah pada timbulnya sakit hati. Dan kesemuanya itu adalah sebuah kewajaran sekaligus realita yang harus kita pahami dan kita terima.

Namun apakah engkau tahu wahai saudaraku?

Tahukah engkau bahwa seringkali kita melupakan hal itu? Seringkali kita memukul rata perlakuan kita kepada sahabat-sahabat kita sesama aktifis dakwah, dengan diri kita sebagai parameternya. Begitu mudahnya kita melontarkan kata-kata "afwan", "maaf" atau kata-kata manis lainnya atas kelalaian-kelalaian yang kita lakukan, tanpa dibarengi dengan kesadaran bahwa sangat mungkin kelalaian yang kita lakukan itu ternyata menyakiti hati saudara kita.

Dan bahkan sebagai pembenaran kita tambahkan alasan bahwa kita hanyalah manusia biasa yang juga dapat melakukan kekeliruan. Banyak orang bilang bahwa kata-kata "afwan", "maaf" dan sebagainya akan sangat tak ada artinya dan akan sia-sia jika kita terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama.

Ini pun sudah menjadi sejarah yang terulang. Bahkan teguran dari saudaranya atas kekeliruan yang dirasakan, dianggap sebagai sebuah permakluman yang patut dibiasakan. Lalu, bila kekeliruan dianggap permakluman. Hilang kemanakah idealisme kita? Saat pencapaian tidak sesuai dengan tujuan, akankah mereka merasa janggal dan harus diperbaiki? Atau merasa sesuatu yang harus dimaklumkan?

Ayyuhal ikhwah,..

Memang benar bahwasanya aktifis dakwah hanyalah manusia biasa, bukan malaikat, sehingga tidak luput dari kelalaian, kesalahan dan lupa. Tapi di saat yang sama sadarkah kita bahwa kita sedang menghadapi sosok yang juga manusia biasa? bukan superman, bukan pula malaikat yang bisa menerima perlakuan seenaknya. Sepertinya adalah sikap yang naif ketika kesadaran bahwa aktifis dakwah hanyalah manusia biasa, hanya ditempelkan pada diri kita sendiri.

Seharusnya kesadaran bahwa aktifis dakwah adalah manusia biasa itu kita tujukan juga pada saudara kita sesama aktivis dakwah, bukan cuma kepada kita sendiri. Dengan begitu kita tidak bisa dengan seenaknya berbuat sesuatu yang dapat mengecewakan, membuat sakit hati, yang bisa jadi merupakan sebuah kezhaliman kepada saudara-saudara kita. Ingatlah, bahwa dalam setiap amanah tersimpan tanggung jawab untuk merealisasikannya. Dan bila tidak dapat direalisasikan, maka sampaikanlah kendala dalam mengusahakannya. Karena tidak semua saudaramu mengerti. Dan jangan dijadikan suatu pembenaran untuk menyembunyikan keburukan yang lalu. Karena kita semua pun belajar dari masa lalu.

Ikhwah,..

Adalah bijaksana bila kita selalu menempatkan diri kita pada diri orang lain dalam melakukan sesuatu, bukan sebaliknya. Sehingga semisal kita terlambat atau tidak bisa datang dalam sebuah aktivitas dakwah atau melakukan kelalaian yang lain, bukan hanya kata "afwan" yang terlontar dan pembenaran bahwa kita manusia biasa yang bisa terlambat atau lalai yang kita tujukan untuk saudara kita.

Tapi sebaliknya kita harus dapat merasakan bagaimana seandainya kita yang menunggu keterlambatan itu? Atau bagaimana rasanya berjuang sendirian tanpa ada bantuan dari saudara-saudara kita? Sehingga dikemudian hari kita tidak lagi menyakiti hati bahkan menzhalimi saudara-saudara kita.

Sehingga kata-kata “Akhi… Ukhti… Izinkan ana cuti dari dakwah ini” tidak terlontar dari mulut saudara-saudara kita sesama aktifis dakwah. Karena dakwah tidak membutuhkan orang-orang yang mudah merajuk. Tapi, mereka yang terus bertahan hingga nanti. Dalam bingkai ukhuwah yang tidak akan pernah mati. Dalam jamaah yang selalu mawas diri. Dan hanya mereka yang sadar benar tentang kedudukan jamaah Lillahi Ta’ala diatas kepentingan pribadi. Maka, sekelumit sakit hati takkan memudarkan izzah kita berjuang selama ini.

Ikhwah, maafkan kelancanganku berpendapat. Semoga kita semua dapat belajar dari kesalahan. Termasuk diri ana yang masih dhaif dan penuh ragu dalam melangkah.

Wallahu a’lam bisshawab.







Selesai 2 desember 2009, pukul 10.07 WITA
Diperpus kampus pasca, mencuri waktu sebentar^^
Diadaptasi dari tulisan sebenarnya berjudul “Izinkan aku cuti dari dakwah in

Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul "Izinkan Aku Pergi Ikhwah". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://theherijournals.blogspot.com/2013/01/izinkan-aku-pergi-ikhwah.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - 9/01/2013

Belum ada komentar untuk ""Izinkan Aku Pergi Ikhwah""

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda disini :)

Entri Populer

Blog Teman

Komentar Kita