| sebuah blog sederhana |

.
)|( Dimana Inspirasi semua Bermula )|( Faidza Azzamta Fatawakkal Alallah )|( Al Wajaba Aktsaru Minal Auqaat )|( As Shabru Fii Awwali Shadam )|(

Total Pengunjung

9/10/2014

DIAGNOSIS DAN INDIKASI TRANSFUSI SEL DARAH MERAH ATAU TROMBOSIT PADA PENDERITA LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT


Heri Wahyudi1, Sudewa Djelantik2
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana


ABSTRAK

Leukemia Limfoblastik akut (LLA) merupakan leukemia dengan karakteristik proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali dan kegagalan organ. LLA 82% ditemukan pada anak-anak dan hanya 18% pada orang dewasa. Insiden LLA mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak dapat hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis. Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika Serikat, leukemia menyerang semua umur. Tahun 2008, penderita leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada anak-anak. LLA paling sering dijumpai pada anak-anak. Terdapat 524 kasus atau 50% dari seluruh keganasan pada anak yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo, 430 anak (82%) adalah LLA. Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2004-2007 menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak diderita oleh anak-anak usia <15 tahun khususnya LLA yaitu 87%. Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit menaikkan kadar hematokrit 3-5 % dan 1 unit konsentrat dapat menaikkan trombosit sebesar 9.000-11.000 /m3 luas badan, untuk keadaan trombositopenia berat dibutuhkan 8-10 unit.

Kata kunci : leukemia limfoblastik akut, LLA, sel darah merah, trombosit, transfusi


DIAGNOSIS AND INDICATIONS RED BLOOD CELL OR tHromboCYtE TRANSFUSION IN acute lymphoBLAStic leukemia PATIENTS

ABSTRACT

Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is a type of leukemia that characterized by both proliferation and accumulation of pathological cells limfopoetik system resulting in organomegaly and organ failure. ALL is more common in children (82%) than adults (18%). The incidence of ALL will peak at age 3-7 years. Without treatment most children will live 2-3 months after diagnosis is mainly caused by the bone marrow failure. Based on data from The Leukemia and Lymphoma Society (2009) in the United States, leukemia strike all ages. In 2008, 44,270 patients with leukemia in adults and 4220 children. ALL most often found in children. There were 524 cases or 50% of all malignancies in children who are registered in the Hospital Dr. Soetomo, 430 children (82%) were ALL. Simamora research in the department of H. Adam Malik Medan tahun2004-2007 showed that more leukemia suffered by children aged <15 years especially ALL is 87%. To increase hemoglobin by 1 g / dl required PRC 4 ml / kg or 1 unit can raise the level of hematocrit 3-5%. One unit concentrates will typically raise the thrombocyte count by 9000-11000 / m3 wide body. So to state that severe thrombocytopenia needed to 8-10 units.

Keywords: acute lymphoblastic leukemia, ALL, red blood cells, trombosits, transfusion




PENDAHULUAN

Leukemia (kanker darah) adalah penyakit kanker yang merusak sel-sel darah putih (leukosit) yang diproduksi di sumsum tulang. Sumsum tulang memproduksi tiga macam sel darah diantaranya sel darah putih (sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (membawa oksigen kedalam tubuh) dan trombosit (membantu proses pembekuan darah). Leukemia limfoblastik akut adalah kanker yang paling sering terjadi pada anak-anak, dan merupakan hampir sepertiga dari seluruh kanker anak. Kejadian tahunan anemia limfoblastik akut adalah sekitar 9-10 kasus per 100.000 penduduk.1
Kejadian LLA adalah 1 berbanding 60.000 orang per tahun, dengan 75% penderita berusia dibawah 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada perempuan. Saudara kandung dari penderita LLA mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari penderita LLA mempunyai risiko sebesar 20% untuk berkembang menjadi LLA.2
Kejadian puncaknya terjadi pada anak usia 2-5 tahun. Meskipun beberapa kasus berhubungan dengan sindrom genetik yang diwariskan (yakni, sindrom Down, sindrom Bloom, anemia Fanconi), penyebabnya masih belum diketahui. Faktor lingkungan (seperti medan elektromagnetik dan paparan radiasi, penggunaan alcohol berlebihan dan tembakau) telah diteliti sebagai faktor risiko potensial, tetapi tidak ada yang definitif telah terbukti dapat menyebabkan leukemia.1

KLASIFIKASI LEUKEMIA

Leukemia akut sendiri ditandai dengan terjadinya perjalanan penyakit yang sangat cepat, memburuk, dan mematikan. Jika kondisi ini tidak segera ditangani, maka dapat menyebabkan kematian dalam hitungan minggu bahkan hitungan hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang lebih panjang sehingga penderita dengan leukemia kronis memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga sekitar lebih dari 1 tahun. 3
Apabila pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik. Sedangkan bila leukemia tersebut mempengaruhi sel mieloid, maka disebut dengan leukemia mielositik. 3

Leukemia akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.4

Leukemia limfoblastik akut
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan pembesaran dan kegagalan organ. LLA 82% ditemukan pada anak-anak dan hanya 18% pada orang dewasa. Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang (gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).4




Gambar 1. Leukemia Limfoblastik akut4

Leukemia mieloblastik akut
LMA merupakan leukemia yang menyerang sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia mielositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfoblastik akut (LNLA) 85% lebih sering ditemukan pada orang dewasa dan sekitar 15% ditemukan pada anak-anak. Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan. (gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).4


Gambar 2. Leukemia Mieloblastik akut4

Leukemia kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi. 4

Leukemia mielositik kronik
LGK/LMK adalah kelainan proliferasi mieloid yang ditandai dengan produksi sel mieloid yang berlebihan (granulosit) yang cenderung telah matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.(gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa, a) perbesaran 200x, b) perbesaran 1000x). 4
Penderita LGK/LMK sebagian besar meninggal setelah memasuki fase krisis blastik yang merupakan fase terakhir yaitu fase dimana terjadi produksi berlebihan dari sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, dan produksi neutrofil, sel darah merah, dan trombosit yang sangat sedikit. 4


a                      b
Gambar 3. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik4

Leukemia limfositik kronik
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.(gambar 2.8. a dan b. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x). LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki. 4


                                      a                      b
Gambar 4. Leukemia Limfositik Kronik4
ETIOLOGI

Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D. 4
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik. 4
Berdasarkan penelitian case control Hadi, et al (2008) di Iran dengan menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan orang yang tidak menderita leukemia. 4

Virus
Dalam beberapa penelitian terakhir, beberapa virus strain tertentu telah dibuktikan memiliki peranan penting munculnya leukemia pada binatang. Beberapa hasil penelitian tersebut menemukan adanya enzyme reserve transcriptase dalam darah penderita leukemia. Seperti telah diketahui bahwa enzim ini merupakan bagian virus onkogenik seperti retrovirus tipe C ( jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang). Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel penderita dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat. 4

Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum dilakukannya proteksi terhadap sinar radioaktif rutin, para ahli radiologi mempunyai risiko 10 kali lebih besat menderita leukemia dibandingkan mereka yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hiroshima dan Nagasaki yang hidup paska peristiwa ledakan bom atom 1945 mempunyai insidensi menderita LMA dan LGK hingga 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang mendapat terapi sinar diatas 2000 rads memiliki insidens 14 kali lebih besar.4

Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.3
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia. 4

Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok. 4

Lingkungan (pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti hubungan ini, penderita termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di antara penderita tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding orang yang tidak menderita leukemia.4

PATOFISIOLOGI

Pada kondisi normal, sel darah putih memiliki fungsi pertahanan tubuh terhadap munculnya infeksi. Sel ini berkembang normal sesuai perintah dan dapat dikendalikan sesuai kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih melebihi batas normal pada sumsum tulang. Sel-sel ini pun tidak berfungsi seperti seharusnya sel darah putih. Sel leukemia memblok produksi dari sel-sel darah normal, merusak kemampuan tubuh dalam merespon adanya infeksi. Sel leukemia juga menyerang sel darah lain pada sumsum tulang seperti sel darah merah yang berfungsi menyuplai oksigen pada jaringan.4


Gambar 5. Granulopoesis (normal)5
Sel-sel leukemia mengalami daur ulang yang lebih lama dibandingkan sel normal pada umumnya. Proses pematangannya juga berjalan tidak lengkap, lambat dan memiliki masa hidup yang lebih lama dibandingkan sel normal sejenis.5
           
EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika Serikat, leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008, penderita leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada anak-anak. LLA paling sering dijumpai pada anak-anak. Menurut penelitian Kartiningsih L.dkk (2001), melaporkan bahwa di RSUD Dr. Soetomo LLA menduduki peringkat pertama kanker pada anak  selama tahun 1991-2000. Ada 524 kasus atau 50% dari seluruh keganasan pada anak yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo, 430 anak (82%) adalah LLA, 50 anak (10%) menderita mielositik leukemia, dan 42 kasus merupakan leukemia mielositik kronik. Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun2004-2007 menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak diderita oleh anak-anak usia <15 tahun khususnya LLA yaitu 87%. Pada usia 15-20 tahun 7,4%, usia 20-60 tahun 20,4%, dan pada usia >60 tahun 1,8%.4
Puncak insiden LLA antara usia 2-4 tahun. Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam. 4
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun. Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di Pusat Kedokteran, The Los Angeles County-University of Southern California (LAC-USC) melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA + USA Medical Center. Dari penderita non-hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%).4
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D. 4
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik. 4
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita leukemia.4

DIAGNOSIS

Diagnosis dini
Pemeriksaan fisik LLA dapat berupa ditemukannya splenomegali (sekitar 86%), ekimosis, nyeri tekan tulang dada, limfadenopati, perdarahan retina, dan hepatomegali.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3. 4

Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan infiltrasi oleh limfosit kecil yang merata sekitar lebih dari 40% dari seluruh sel yang berinti. Sekitar 95% penderita LLK ditandai dengan meningkatnnya sel limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselularitas dengan megakariosit dan aktivitas granulopoeisis yang meningkat. Jumlah granulosit dapat ditemukan melebihi 30.000/mm3.4


Gambar 6. Aspirasi Sumsum Tulang5

Pewarnaan sitokimia
Pewarnaan sitokimia dapat menkonfirmasi asal leukemia akut apakah dari limfoid atau mieloid. Pewarnaan sitokimia terdiri dari MPO, PAS, SBB, spesifik dan non-spesifik esterase sensitivitas 100%.6

Immunofenotipe
Dengan pemeriksaan immunopheno-typing diagnosis leukemia akut dapat diketahui apakah mieloid atau limfoid, bahkan LLA dapat didiferensiasi lebih lanjut apakah dari sel T ataukah sel B. Bila immunophenotyping (tujuh subyek) dipakai sebagai standar baku/gold-standard diagnosis leukemia akut, diagnosis berdasar pemeriksaan leukosit, hemoglobin, trombosit, hitung jenis dan morfologi apusan darah tepi dan atau sumsum tulang yang memiliki sensitivitas sekitar 71,4%.6

Sitogenetika
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) Analisis sitogenik menemukan banyak temuan terjadinya aberasi kromosom pada penderita leukemia. Perubahan kromosom tersebut meliputi perubahan angka, yang menghilangkan atau menambahkan seluruh kromosom, atau mengubah struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), inverse, delesi dan insersi. Pada keadaan ini, terjadi perubahan dua kromosom atau lebih bahan genetik, yang membuat perkembangan gen tersebut memulai terjadinya proliferasi sel abnormal. 4
Leukemia akut dan kronis adalah bentuk keganasan atau malignansi yang timbul dari akumulasi klonal yang tidak terkontrol dari sel-sel pembentuk sel darah. Mekanisme kendali seluler normal tidak bekerja dengan baik sehingga mengakibatkan adanya perubahan pada kode genetik yang bertanggung jawab atas pengaturan pertumbuhan sel dan diferensiasinya.5
Leukemia timbul pada kondisi apabila terjadi gangguan proses pematangan stem sel menjadi sel darah putih dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut dapat berupa penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom juga turut mengganggu kontrol normal dari sel yang berproliferasi, sehingga terjadi pembembelahan sel abnormal dan berujung keganasan. Hingga akhirnya sel-sel ini merusak sumsum tulang dan mengalihfungsikan tempat sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk otak, kelenjar getah bening, hati, ginjal, dan limpa. 4
Pemeriksaan sitogenik akan memberi petunjuk ada/tidaknya aberasi kromosom. Pemeriksaan sitogenetik pada enam subyek, semuanya menunjukkan aberasi kromosom. Trisomi 21 terdapat pada tiga subyek (50%), terdapat dua subyek dengan “abberrant expression”, yaitu disertai ekspresi sel mieloid pada LLA sel B dan ekspresi sel B pada LLA sel T. Terdapat dua subyek dengan aberasi kromosom yang belum ditemui dalam literatur, yaitu 21, t(6;11)(q27;q23) pada anak LMA-M3 dan 17, 21, t(2;6)(q34;q26) pada remaja LLA sel B.6

PROGNOSIS

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap buruknya prognosis LLA, sebagai berikut:8
  1. Jumlah sel darah putih/leukosit lebih dari 50.000/mm3
  2. Umur penderita pada saat diagnosis ditegakkan dan pengobatan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun
  3. Fenotipe imunologis (immunophenotype)
  4. Berjenis kelamin laki-laki
  5. Respon terapi yang buruk pada saat pemberian kemoterapi inisial, dilihat melalui pemeriksaan BMP, sel blast di sumsum tulang > 1000/mm3
  6. Kelainan jumlah kromosom. Indeks DNA >1.16 (hiperploid) memiliki prognosis yang baik.

INDIKASI TRANSFUSI

Transfusi sel darah merah
Packed Red Cell (PRC) bersumber dari darah lengkap yang kemudian disedimentasikan selama penyimpanan, atau disentrifugasi putaran tinggi. Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang. Satu unit PRC dari 500 ml darah lengkap volumenya sekitar 200-250 ml dengan volume plasma 15-25 ml, kadar hematokrit 70-80%, dan volume antikoagulan 10-15 ml. Memiliki daya ikat oksigen dua kali lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu penyimpanan sama dengan darah lengkap.9
Pada penderita leukemia PRC diberikan saat Hemoglobin dibawah 7 mg/dL dan memperlihatkan tanda-tanda; malaise, anoreksia dan iritabilitas. Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada penderita anemia yang tidak disertai penurunan volume darah, misalnya penderita dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda “oksigen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing, dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oksigen need hilang. Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl.9
Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %.9
Keuntungan transfusi PRC dibanding darah lengkap : 9
1.      Kemungkinan overload sirkulasi menjadi minimal
2.      Reaksi transfusi akibat komponen plasma menjadi minimal.
3.      Reaksi transfusi akibat antibodi donor menjadi minimal.
4.      Akibat samping akibat volume antikoagulan yang berlebihan menjadi minimal.
5.      Meningkatnya daya guna pemakaian darah karena sisa plasma dapat dibuat menjadi komponen-komponen yang lain.
Kerugian PRC adalah masih cukup banyak plasma, leukosit, dan trombosit yang tertinggal sehingga masih bisa terjadi sensitisasi yang dapat memicu timbulnya pembentukan antibodi terhadap darah donor. Sehingga pada penderita yang memerlukan transfusi berulang, misalnya penderita talasemia, paroksismal nocturnal hemoglobinuria, anemia hemolitik karena proses imunologik, dsb serta penderita yang pernah mengalami reaksi febrile sebelumnya (reaksi terhadap leukosit donor) Untuk mengurangi efek samping komponen non eritrosit maka dibuat PRC yang dicuci (washed PRC). Dibuat dari darah utuh yang dicuci dengan normal saline sebanyak tiga kali untuk menghilangkan antibodi. Washed PRC hanya dapat disimpan selama 4 jam pada suhu 4oC, karena itu harus segera diberikan. 9

Transfusi trombosit
Dengan satu unit konsentrat trombosit biasanya akan menaikkan jumlah trombosit sebesar 9.000-11.000 /m3 luas badan. Sehingga untuk keadaan trombositopenia yang berat dibutuhkan sampai 8-10 unit.10
Belakangan ini ASA merekomendasikan bahwa : 10
1.      Transfusi trombosit profilaksis tidak efektif dan jarang diindikasikan jika trombositopenia disebabkan oleh destruksi trombosit (misalnya idiopathic trombositopenia purpura)
2.      Transfusi trombosit profilaksis jarang diindikasikan pada penderita-penderita operasi dengan trombositopenia karena dapat, karena dapat menurunkan produksi trombosit bila jumlah trombositnya lebih besar dari 100.000/mm3 dan biasanya diindikasikan jika trombosit di bawah 50.000/mm3. Penentuan apakah penderita dengan jumlah trombosit intermediat (50.000-100.000/mm3 ini membutuhkan terapi sebaiknya didasarkan pada risiko perdarahan.
3.      Penderita bedah dan penderita obstetrik dengan perdarahan mikrovaskuler biasanya membutuhkan transfusi trombosit jika trombositnya kurang dari 50.000/mm3 . Trombosit intermediat (50.000-100.000/mm3) penentuan ini seharusnya didasarkan pada penderita-penderita dengan risiko perdarahan yang besar.
4.      Persalinan pervaginam atau prosedur operasi yang ringan kehilangan darah mungkin tidak bermakna pada penderita dengan trombosit <50.000/mm3
Transfusi trombosit mungkin diindikasikan bila terbukti jumlah trombosit adekuat tapi terdapat disfungsi trombosit dan perdarahan mikrovaskuler.
5.      Trombosit diberikan pada penderita perdarahan dengan trombositopenia akibat transfusi masif, dengue hemoragik fever, trombositopati (Defek fungsi), leukemia atau anemia aplastik dengan perdarahan.
Konsentrat trombosit harus ditransfusikan secepat mungkin dalam waktu 2 jam sepanjang kondisi resipien memungkinkan. Rekomendasi standar transfusi pada penderita leukemia jika didapatkan trombosit < 20.000/mm3 tanpa adanya perdarahan atau <50.000/mm3 dengan perdarahan. Trombosit diberikan sampai perdarahan berhenti atau masa perdarahan (bleeding time) pada 2 kali nilai kontrol normal. Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah menggigil, demam, dan alergi. Transfusi trombosit dapat menyebabkan allo-imunisasi yang menyebabkan penderita menjadi refrakter terhadap transfusi trombosit berikutnya. 9




RINGKASAN

Leukemia (kanker darah) adalah penyakit kanker yang merusak sel-sel darah putih (leukosit) yang diproduksi di sumsum tulang. Sumsum tulang memproduksi tiga macam sel darah diantaranya sel darah putih (sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (membawa oksigen kedalam tubuh) dan trombosit (membantu proses pembekuan darah). Leukemia limfoblastik akut adalah kanker yang paling sering terjadi pada anak-anak, dan merupakan hampir sepertiga dari seluruh kanker anak. Dari klasifikasi tersebut, Leukemia dapat dibagi menjadi empat jenis;
  1. Leukemia limfoblastik akut (LLA). Tipe leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Jenis ini juga muncul pada orang dewasa usia 65 tahun atau lebih.
  2. Leukemia mieloblastik akut (LMA). Tipe leukemia ini sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak. Disebut juga leukemia nonlimfoblastik akut.
  3. Leukemia limfositik kronis (LLK). Tipe leukemia ini sering diderita oleh orang dewasa denga usia lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga ditemukan pada usia muda, dan hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak.
  4. Leukemia mielositik kronis (LMK). Tipe leukemia ini sering terjadi pada orang dewasa. Dapat pula terjadi pada anak-anak, namun sangat jarang.
Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi meningkatnya frekuensi kejadian leukemia; antara lain:
  1. Sinar Radiasi. Hal ini didukung oleh beberapa laporan dari penelitian-penelitian yang fokus terhadap kasus Leukemia, sebagian besar pegawai radiologi dan penderita dengan radioterapi lebih sering mengalami leukemia, leukemia juga ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki di Jepang.
  2. Zat Leukemogenik. Telah diidentifikasi beberapa zat kimia yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti benzena, insektisida, obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi.
  3. Herediter. Penderita Sindrom Down memiliki insidensi  terjadinya leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
  4. Virus. Beberapa jenis virus diketahui dapat meningkatkan terjadinya leukemia, seperti HTLV-1 pada dewasa, retrovirus, dan virus leukemia feline.
  5. Merokok. Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia.
  6. Lingkungan. Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani.
Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika Serikat, leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008, penderita leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada anak-anak. LLA paling sering dijumpai pada anak-anak. Menurut penelitian Kartiningsih L.dkk (2001), melaporkan bahwa di RSUD Dr. Soetomo LLA menduduki peringkat pertama kanker pada anak  selama tahun 1991-2000. Ada 524 kasus atau 50% dari seluruh keganasan pada anak yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo, 430 anak (82%) adalah LLA, 50 anak (10%) menderita mielositik leukemia, dan 42 kasus merupakan leukemia mielositik kronik. Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun2004-2007 menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak diderita oleh anak-anak usia <15 tahun khususnya LLA yaitu 87%. Pada usia 15-20 tahun 7,4%, usia 20-60 tahun 20,4%, dan pada usia >60 tahun 1,8%.
Diagnosis LLA dapat ditegakkan melalui beberapa cara. Pemeriksaan darah rutin (berupa pemeriksaan darah lengkap). Jumlah total sel darah putih dapat berkurang, normal atau bertambah; namun sel darah merah dan trombosit hampir selalu dibawah nilai normal. Ditemukannya banyak sel darah putih yang belum matang (sel blast) di bawah pemeriksaan mikroskop. Biopsi sumsum tulang hampir selalu dilakukan untuk dapat memperkuat diagnosis dan menentukan jenis dari leukemia tersebut. Leukemia akut dapat didiagnosis melalui beberapa cara, seperti berikut:
  1. Pemeriksaan morfologi: apusan darah tepi, biopsi sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang,
  2. Pewarnaan sitokimia,
  3. Immunofenotipe, dan
  4. Sitogenetika.
Pada penderita leukemia PRC diberikan saat Hemoglobin dibawah 7 mg/dL dan memperlihatkan tanda-tanda; malaise, anoreksia dan iritabilitas. Indikasi umum pemakaian PRC ini dipakai pada penderita anemia yang tidak disertai penurunan volume darah, misalnya penderita dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis dengan tanda oxygen need (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing, dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oxygen need hilang. Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl.
Sedangkan pada Penderita trombositopenia. Rekomendasi standar transfusi pada penderita leukemia jika didapatkan trombosit < 20.000/mm3 tanpa adanya perdarahan atau <50.000/mm3 dengan perdarahan. ASA juga memberikan rekomendasi transfusi trombosit bahwa :
(1) Pada penderita perdarahan dengan trombositopenia akibat transfusi masif, dengue hemoragik fever, trombositopati (Defek fungsi), leukemia atau anemia aplastik dengan perdarahan (2) Transfusi trombosit profilaksis jarang diindikasikan pada penderita-penderita operasi dengan trombositopenia, (3) Penderita bedah dan penderita obstetrik dengan perdarahan mikrovaskuler biasanya membutuhkan transfusi trombosit jika trombositnya kurang dari 50.000/mm3, (4) Persalinan pervaginam atau operasi jumlah trombosit adekuat tapi terdapat disfungsi trombosit dan perdarahan mikrovaskuler, dan (5) Transfusi trombosit profilaksis tidak efektif dan jarang diindikasikan jika trombositopenia disebabkan oleh destruksi trombosit.










DAFTAR PUTAKA

  1. Tubergen, D. A., Bleyer A. The Leukemias in Nelson Textbook of Pediatrics, 17th Edition. USA: Saunders-Elsvier Science. 2004; 488.
  2. Fianza, PI. Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid II, Jakarta: InternaPublishing, 2009; 1266.
          3.      Pui CH, Robison LL, Look AT. Acute Lymphoblastic Leukaemia. Lancet. 2008; 371: 1030–43.
  1. Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P.A.H Moss. Kapita Selekta Hematologi edisi 4. Jakarta: EGC, 2005; 150-176.
  2. Israr Y. A. Leukemia. Files of DrsMed – FK UNRI. 2010; 1: 1-9.
6.      Sjahid I. Immunophenotyping dan Sitogenetik pada Leukemia Akut. Warta Litbang Kesehatan. 2009; 3: 1-2.
  1. Onciu M. Acute Lymphoblastic Leukemia. Hematol Oncol Clin N Am. 2009; 23: 655–74.
  2. Liumbruno G, Bennardello F, Lattanzio A, Piccoli P, Rossetti G. Recommendations for the transfusion of red blood cells. Blood Transfuse. 2009; 7: 49-64.
       9.      Seiter K. Supportive Care - Blood Products. Emedicine [diakses 16 Januari 2013]. Diunduh dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/207631-treatment#aw2aab6b6c13.
Unknown

Entri Populer

Blog Teman

Komentar Kita