| sebuah blog sederhana |

.
)|( Dimana Inspirasi semua Bermula )|( Faidza Azzamta Fatawakkal Alallah )|( Al Wajaba Aktsaru Minal Auqaat )|( As Shabru Fii Awwali Shadam )|(

Total Pengunjung

4/19/2013

Persalinan Normal


LAPORAN KASUS

PERSALINAN NORMAL






Oleh:
Heri Wahyudi (0702005065)


Pembimbing:
dr. Iswara Somadina Duarsa, Sp. OG

Penguji:
dr. Made Agus Supriatmaja, Sp.OG

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
BAG/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSU NEGARA
APRIL 2012



BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan dan persalinan merupakan hal yang wajar terjadi pada seorang perempuan. Kedua hal tersebut berperan penting dalam proses reproduksi guna mempertahankan kelestarian spesies manusia. Meskipun merupakan suatu hal yang fisiologis, kehamilan dan persalinan memiliki banyak resiko yang dapat membahayakan nyawa ibu dan janinnya.
            Menurut Hanifa (Sarwono, 2006), angka kematian ibu dari data yang terkumpul di WHO dari negara-negara maju berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara-negara sedang berkembang berkisar antara 750-1.000 per 100.00 kelahiran hidup.1 Data tentang kematian maternal di Indonesia pada saat persalinan masih tergolong tinggi diantara negara berkembang.1 Hal ini sangat mengkhawatirkan karena angka kematian ibu adalah satu parameter yang menunjukkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya dokter dalam memandu suatau pimpinan persalinan. Seorang dokter dituntut memiliki kompetensi untuk mendiagnosis dan melakukan tindakan penanganan suatu persalinan normal.
            Dengan semakin berkembangnya ilmu kedokteran khsuusnya ilmu mengenai obstetri dan ginekologi maka semakin berkembang pula teknik-teknik dalam persalinan untuk mencegah kematian dan kompliaksi akibat persalinan.
            Persalina  normal sendiri diartikan sebagai partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
            Beberapa jam terakhir pada masa kehamilan merupakan masa yang tegang ditandai oleh adanya kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong fetus keluar melalui jalan lahir. Selama proses ini, ibu akan memerlukan banyak tenaga. Kontraksi miometrium selama persalinan akan terasa sangat menyakitkan pada ibu. Kontraksi ini didahului oleh timbulnya gaya dorong yang melahirkan bayi.
            Kontraksi miometrium yang tidak menyebabkan dilatasi serviks dapat dirasakan kapanpun selama masa kehamilan. Kontraksi ini timbul dengan intensitas yang rendah dan durasi yang singkat. Timbul rasa tidak nyaman yang terbatas di abdomen bawah dan lipatan paha. Menjelang saat-saat akhir kehamilan, ketika uterus mulai mengalami persiapan untuk persalinan, kontraksi ini bertambah sering, terutama pada multipara sehingga terkadang disebut persalinan palsu. Namun pada beberapa ibu, kontraksi kuat dari uterus yang menimbulkan dilatasi serviks, penurunan janin dan pelahiran konseptus dapat timbul secara mendadak tanpa adanya suatu peringatan.1
            Tiga faktor penting yang berperan pada dan selama persalinan adalah kekuatan ibu (his), kondisi jalan lahir, dan janin itu sendiri.1,2 Sebab-sebab terjadinya partus sampai kini asih merupakan teori-teori yang kompleks. Terdapat beberapa teori yang sering dibicarakan antara lain faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan faktor nutrisi dimana faktor-faktor ini dapat menyebabkan pasrtus dimulai.3
            Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih banyak mengenai persalinan normal baik definisi, faktor penyebab mulainya persalinan, tahapan, mekanisme, pemantauan persalinan dengan partograf WHO dan pimpinan persalinan guna meningkatkan kualitas tenaga kesehatan khususnya dokter dalam memandu menurunkan angka kematian maternal di negara ini selain menambah pengetahuan dalam pemberian informasi yang benar pada pasien, keluarganya maupun masyarakat.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.1.
            Kehamilan yang aterm adalah kehamilan yang berusia antara 37 sampai 42 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Sedangkan prematur adalah usia kehamilan 28 sampai 36 minggu. Dan post matur melebihi 42 minggu usia kehamilan. Partus immaturus kurang dari 28 minggu lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 500-1000 gram. Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm atau cukup bulan dengan berat janin antara 1000-2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. Sedangkan partus postmaturus atau serotinus adalah partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan.1,2,3

2.2 Faktor-faktor Penyebab Mulainya Persalinan
Suatu persalinan ditandai dengan peningkatan aktivitas miometrium dari aktivitas jangka panjang dan frekuensi rendah, menjadi aktivitas tinggi dengan frekuensi yang tinggi. Dimana akan menghasilkan suatu keadaan menipisnya dan membukanya serviks uterus. Pada persalinan yang normal, terdapat juga hubungan antara waktu dengan perubahan biokimiawi pada jaringan ikat serviks, yang menyebabkan kontraksi uterus dan pembukaan serviks. Semua peristiwa tersebut terjadi sebelum pecahnya selaput ketuban.2
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dan berlangsungnya partus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat terlebih sewaktu partus. 1,3
Uraian tersebut diatas hanyalah sebagian dari banyak faktor-faktor kompleks sehingga his dapat dibangkitkan. Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat juga dimulai (induction of labor) misalnya 1) merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan gagang laminaria dalam kanalis servikalis, 2) pemecahan ketuban, 3) penyuntikan oksitosin (sebainya dengan jalan intravena), pemakaian prostaglandin, dan sebagainya. Dalam mengadakan indiksi persalinan perlu diperhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis servikalis terbuka satu jari.1,3

            2.3 Tahapan Persalinan Normal
Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I  serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala ini dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam, dalam kala ini diamati apakah terjadi perdarahan postpartum pada ibu atau tidak.1,3
2.3.1 Kala I
Secara klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.
Fase laten. Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Selama fase ini, orientasi dari kontraksi uterus adalah pada perlunakan serviks serta penipisan (effacement). Kriteria minimal Friedman untuk memasuki fase aktif adalah pembukaan dengan laju 1,2 cm/jam untuk nullipara, serta 1,5 cm/jam untuk multipara.3
            Fase aktif dibagi dalam 3 fase, yakni:
a)      Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b)      Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c)      Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka terlebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Pada primigravida ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang bersamaan.1
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus di pecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.1
2.3.2 Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa ingin mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengekuarkan badan, dan anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 30 menit. 1,2,3
2.3.3 Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.1,3
2.3.4 Kala IV
Kala IV adalah kala dimana memantau ibu pasca melahirkan selama 1-2 jam untuk melihat apakah terjadi perdarahan postpartum atau tidak.1,3 Pada saat kala ini juga dilakukan pemantauan vital sign untuk mengetahui keadaan umum ibu.

2.4 Mekanisme Persalinan Normal
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ± 23% di kanan depan, ± 11% di kanan belakang, dan ± 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.1,3
            Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan persentasi tinggi berada dalam uterus dengan presentasi kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa, sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di ruangan yang lebih luas  sedangkan kepala berada di bawah, di ruangan yang lebih sempit. Ini dikenal sebagai teori akomodasi.1,3
            Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan, keadaan jalan lahir, dan janin tersebut.1
            His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. His yang sempurna akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas  otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek, sedangkan bagian bawah uterus dan serviks yang hanya mengandung sedikit jaringan kolagen akan meudah tertarik hingga menjadi tipis dan membuka. Kontraksi yang sempurna adalah kontraksi yang simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitud 40-60 mmHg yang berlangsung selama 60-90 detik dengan jangka waktu kontraksi 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari 12 mmHg.1,3
            Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus, yaitu bila sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman adalah keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala engan asinklitismus posterior karena ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior. Hal asinklitismus penting apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.1,3


            Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap kepala yang akan menurun, menyebabkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul menurut hukum Koppel. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5cm) dan dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm). Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma  pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala yang mengadakan rotasi, disebut juga putaran paksi dalam. Di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis. Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak. 1,2,3
            Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu baru kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu baru kemudian trokanter belakang. Kemudian, bayi lahir seluruhnya. 1,3
           
Bila mekanisme partus yang fisiologik ini dipahami dengan sungguh-sungguh, maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual jika mungkin, sehingga tindakan-tindakan operatif tidak perlu dikerjakan. Apabila bayi telah lahir, segera jalan nafas dibersihkan. Tali pusat dijepit diantara 2 cunam pada jarak 5 cm dan 10 cm. Kemudian di gunting diantara kedua cunam tersebut, lalu diikat. Jepit tali pusat diberi antiseptika. Umumnya bila telah lahir lengkap bayi akan segera menarik napas dan menangis. Resusitasi dengan jalan membersihkan dan mengisap lendir pada jalan napas harus segera dikerjakan. 1,3
            Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam kala II atau kala uri. Kala ini tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II, sebab kematian ibu karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi sebab pimpinan kala II kurang cermat diterapkan. Seperti telah dikemukakan, segera setelah bayi lahir, his mempunyai amplitud yang kira-kira sama tingginya hanya frekuensinya yang berkurang. Akibat his ini uterus akan mengecil, sehingga perlekatan plasenta dnegan dinding uterus akan terlepas. Terlepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat dimulai dari tengah (sentral) menurut Schultze, pinggir (marginal) menurut Mathews-Duncan, atau kombinasi keduanya. Yang terbanyak adalah pelepasan menurut Schultze, Umumnya pada kala II berlangsung selama 6 sampai 15 menit. Tinggi fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.1,3

2.5 Pemantauan Persalinan dengan Partograf WHO
Partograf WHO adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk: 5
§  Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui periksa dalam.
§  Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
§  Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan  dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir

            Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan untuk:
·          Mencatat kemajuan persalinan
·          Mencatat kondisi ibu dan janinnya
·          Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
·          Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan
·          Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu
Partograf harus digunakan:
·         Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit. 
·         Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
·         Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan, Dokter Uumum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran).
            Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
2.5.1. Pencatatan selama Fase Laten Kala Satu Persalinan
Kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif yang diacu pada pembukaan serviks:
l     fase laten: pembukaan serviks kurang dari 4 cm
l     fase aktif: pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
Ø  denyut jantung janin: setiap ½ jam
Ø  frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
Ø  nadi: setiap ½  jam
Ø  pembukaan serviks: setiap 4 jam
Ø  penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
Ø  tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
Ø  produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam

2.5.2. Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan pada Partograf
Halaman depan partograf (lihat Gambar 2-4) menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, yaitu:
Informasi tentang ibu:
  1. nama, umur;
  2. gravida, para, abortus (keguguran);
  3. nomor catatan medik/nomor puskesmas;
  4. tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu);
  5. waktu pecahnya selaput ketuban.
Kondisi janin:
1.      DJJ;
2.      warna dan adanya air ketuban;
3.      penyusupan (molase) kepala janin.
Kemajuan persalinan:
1.      pembukaan serviks;
2.      penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
3.      garis waspada dan garis bertindak.
Jam dan waktu:
1.      waktu mulainya fase aktif persalinan;
2.   waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
Kontraksi uterus:
  1. frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
  2. lama kontraksi (dalam detik).
Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
1.      oksitosin;
2.      obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
Kondisi ibu:
1.        nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh;
2.        urin (volume, aseton atau protein).
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).

2.5.3. Mencatat Temuan pada Partograf
A.    Informasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai: ‘jam atau pukul’ pada partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
B. Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan  (kepala janin)
1. Denyut jantung janin
-       Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin).
-       Setiap kotak di bagian atas partograf menunjukkan waktu 30 menit.
-       Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ
-       Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ.
-       Hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan garis tegas dan bersambung
-       Penolong harus waspada bila DJJ mengarah hingga dibawah 120 atau diatas 160. 
2. Warna dan adanya air ketuban
-          Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah.
-          Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ.
-           Gunakan lambang-lambang berikut ini:
§  U
: selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
§  J
: selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
§  M
:selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
§  D
: selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
§  K
: selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi (“kering”)

3. Penyusupan (Molase) Tulang Kepala Janin
-          Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.
-          Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang-tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan risiko disproporsi kepala-panggul (CPD).
-          Gunakan lambang-lambang berikut ini: 
0 :  tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
1 :  tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
                          3 :  tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

C. Kemajuan persalinan
1.      Pembukaan serviks
Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda ‘Ï’ harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Hubungkan tanda ‘Ï’ dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).
2.      Penurunan bagian terbawah  janin
Setiap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan tanda-tanda penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm.
            Tulisan “Turunnya kepala” dan garis tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda ‘O’ yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil pemeriksaan palpasi kepala di atas simfisi pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda “O” di garis angka 4. Hubungkan tanda ‘O’ dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus.
3.      Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya : fase aktif yang memanjang, serviks kaku, atau inersia uteri hipotonik, dll).
         Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal ini menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan.
D. Kontraksi uterus
1.      Periksa frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap jam selama fase laten dan setiap 30 menit selama fase aktif.
2.      Nilai frekuensi dan lama kontraksi yang terjadi dalam 10 menit observasi.


3.  Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang sesuai: 









 

                     
                            < 20 detik                       20–40 detik                  > 40 detik
4.  Catat temuan-temuan di kotak yang sesuai dengan waktu penilaian.
E. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan IV.
1.      Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.
2.      Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.

F. Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat kotak atau ruang untuk mencatat kondidi kesehatan dan kenyamanan ibu selama persalinan.
1.   Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
·         Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit). Beri tanda titik (·) pada kolom waktu yang sesuai.
·         Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering jika diduga adanya penyulit. Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai:  2
·         Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi peningkatan mendadak atau diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.
2.      Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan, setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam urin.

2.5.4. Pencatatan pada lembar belakang Partograf

Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:
§  Data atau Informasi Umum Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat persalinan, catatan dan alasan merujuk, tempat rujukan dan pendamping pada saat merujuk.
§  Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang Partograf saat melewati garis waspada, masalah-masalah lain yang timbul, penatalaksanaannya, dan hasil penatalaksanaan tersebut. 
§  Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalah lain, penatalaksanaan masalah dan hasilnya. 
§  Kala III terdiri dari lamanya kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, rangsangan pada fundus, kelengkapan plasenta saat dilahirkan, retensio plasenta yang > 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah lain, penatalaksanaan dan hasilnya.
§  Bayi baru lahir Informasi yang perlu diperoleh dari bagian bayi baru lahir adalah berat dan panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya.  
§  Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, temperatur, tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada Kala IV ini sangat penting, terutama untuk menilai deteksi dini risiko atau kesiapan penolong mengantisipasi komplikasi perdarahan pascapersalinan. Pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit dalam 1 jam pertama setelah melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. 

2.6 Pimpinan Persalinan
Pimpinan persalinan yang normal juga terbagi dalam 4 kala sesuai dengan mekanisme persalinan normal: 1,3,4,5

2.6.1 Kala I
Dalam kala I, pekerjaan dokter, bidan, atau penolong persalinan ialah mengawasi wanita inpartu sebaik-baiknya dan melihat apakah semua persiapan untuk persalinan sudah dilakukan. Memberi obat atau melakukan tindakan hanya apabila ada indikasi untuk ibu maupun anak. Pada seorang primigravida aterm umumnya kepala janin sudah masuk pintu atas panggul pada kehamilan 36 minggu, sedangkan pada multigravida baru pada kehamilan 38 minggu. Pada kala I, apabila kepala janin telah masuk sebagian ke dalam pintu atas panggul serta ketuban belum pecah, wanita tersebut dapat dipersilahkan duduk atau berjalan-jalan disekitar kamar bersalin. Tetapi, pada umumnya wanita tersebut lebih suka berbaring karena sakit ketika muncul his. Berbaring sebaiknya ke sisi, tempat punggung janin berada. Cara ini mempermudah turunnya kepala dan putaran paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam pintu atas panggul, sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila ketuban pecah, mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali pusat, prolaps tangan, dan sebagainya. Apabila his sudah sering dan ketuban sudah pecah wanita tersebut harus berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus, di samping dapat dilakuakn pula pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan pervaginam juga disebut pemeriksaan dalam harus menyokong dan lebih merinci apa yang dihasilkan oleh pemeriksaan luar. Harus disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam pada waktu persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi dan rasa nyeri pada penderita. Akan tetapi hal-hal tersebut jangan sampai menghalangi untuk menjalankan pemeriksaan dalam yang diperlukan untuk menilai vagina (terutama dindingnya, menyempit atau tidak), keadaan dan pembukaan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang jalan lahir, sifat fluor albus, dan adanya penyakit seperti Bartholinitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya, ketuban, presentasi kepala janin, turunnya kepala dalam ruang panggul, penilaian besarnya kepala terhadap panggul, dan menilai kelangsungan partus.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi kurang baik untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan presentasi kepala. Pemeriksaan per rektum dapat mengurangi infeksi eksogen (dari luar), tetapi dapat menimbulkan infeksi endogen (dari dalam) bila pemeriksaan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis dan menggosok-gosok dengan jari dinding vagina bagian belakang yang pada umumnya mengandung kuman-kuman  ke dalam pembukaan serviks. Pada pemeriksaan per vaginam kemungkinan infeksi eksogen dapat diperkecil bila pemeriksa memperhatikan asepsis dan antisepsis dengan memakai sarung tangan steril dan dapat menggunakan krem dettol atau sejenis. Mengingat adanya kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan dalam hendaknya hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau bila akan diadakan tindakan di samping perlu untuk mengetahui kemajuan partus.
Dalam kala I wanita dalam keadaan in partu dilarang mengedan. Sebaiknya sebelumnya dilakukan dahulu lavement. Lazimnya dimasukkan 20 sampai 40 ml gliserin ke dalam rektum dengan penyemprot klisma atau diberi suppositoria. Jika tidak diberi klisma, skibala di rektum akan membuat wanita tersebut mengedan sebelum waktunya. Skibala di rektum juga akan menghalangi rotasi kepala yang baik pada kala I.
2.6.2 Kala II
Kala II dimulai jika pembukaan serviks telah lengkap. Umumya pada akhir kala I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan kala II ini wanita tersebut mau muntah atau muntah disertai timbulnya rasa mengedan yang kuat. Di samping his, wanita tersebut harus dipimpin untuk mengedan pada waktu ada his. Selain itu, denyut jantung janin juga harus sering diawasi.

Ada dua cara mengedan yang baik, yaitu:6
  1. Wanita tersebut dalam letak merbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia dapat melihat perutnya.
  2. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke kanan, tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki berada di atas. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut.
Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka. Rambut dan kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai  membuka. Anus pada awalnya berbentuk bulat, kemudian berbentuk seperti huruf D. Yang tampak dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum harus ditahan dan bila tidak, dapat menyebabkan ruptura perinei, terutama pada primigravida. Perineum ditahan dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi dengan kain steril.
      Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerkana defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perinea dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul ruptura perinea, maka sebaiknya dilakukan episiotomi. Ada beberapa teknik untuk melakukan episiotomi, antara lain episiotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah, episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral dimana sering menimbulkan perdarahan.
      Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak berbekas. Bahaya yang dapat terjadi ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum kadang-kadang dilakukan perasat menurut Ritgen, yaitu bila perineum meregang dan menipis, tahan kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada perineum. Dengan ujung jari-jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian, kepala janin dilahirkan perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat lilitan dilonggarkan, bila sukar dapat dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian diantaranya dipotong dengan gunting yang tumpul ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi luar ke arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin. Mula-mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala janin diangkat kearah simfisis untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior disusul oleh trokanter posterior. Usaha ini tidak sesukar usaha melahirkan kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-ukurannya lebih kecil. Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung atas, berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior. Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal umumnya segera menarik napas dan menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan napas segera dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10 cm dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5 dan 10 cm dari umbilikus. Bial ada kemungkinan akan diadakan transfusi pertukaran pada bayi maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-15 cm . Di antara kedua cunam tersebut tali pusat digunting dengan yang berujung tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini harus diperhatikan karena ikatan kurang kuat dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat masih dapat terjadi yang dapat membahayakan bayi tersebut. Kemudian diperhatikan kandung kencing, bila penuh dilakukan pengosongan kandung kencing, jika bisa wanita tersebut kencing sendiri. Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti dapat menimbulkan perdarahan postpartum.

2.6.3 Kala III
Partus kala II disebut juga kala uri. Kala III ini, seperti telah dijelaskan, tidak kalah pentingnya dengan kala I dan kala II. Ketidakhati-hatian dalam memimpin kala II dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap.
            Terdapat dua tingkat kelahiran plasenta, yang pertama ialah melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta dari kavum uteri. Seperti telah disebut diatas, setelah janin lahir uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan pengecilan permukaan kavum uteri tempat implantasi plasenta. Keadaan ini menyebabkan plasenta lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat di mulai dari tengah menurut Schultze atau dari pinggir menurut Mathews-Duncan atau serempak dari tengah dan pinggir plasenta.3 Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina, tanda ini dikemukakan oleh Ahlfield, tanpa adanya perdarahan pervaginam, sedangkan cara yang kedua ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih, maka hal ini patologik. Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi menjepit pembuluh-pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan segera berhenti.
            Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia plasenta akan lahir spontan dalam waktu ± 6 menit setelah anak lahir lengkap.6 Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain:
  1. Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
  2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa ada getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus.
  3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali pusat tampak turun ke bawah. Bila pengedanannyan dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati setelah mengawasi wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15 menit. Bila plasenta telah lepas spontan, maka dapat dilihat bahwa uterus berkontraksi baik dan terdorong keatas kanan oleh vagina yang berisi plasenta. Dengan tekanan ringan pada fundus uteri plasenta mudah dapat dilahirkan, tanpa menyuruh wanita bersangkutan mengedan yaitu dengan menggunakan perasat Crede. Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat digunakan bila terpaksa misalnya perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat Crede sukar atau tidak dapat dikerjakan.
Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau masih ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah  pada pinggir plasenta masih didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus uteri berkontraksi baik. Harus dilakukan masase ringan pada korpus uteri untuk memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan karena kontaksi uterus kurang baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin, metergin, ermetrin, dan sebagainya, terutama pada partus lama, grande multipara, gemelli, hidroamnion, dan sebagainya. Bila semuanya telah berjalan dengan lancar dan baik, maka luka episiotomi harus diteliti, dijahit, dan diperbaiki.
Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya dipastikan. Selama uterus kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan dilakukan masase; tangan hanya diletakkan diatas fundus, untuk memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan berisi darah dibelakang plasenta yang telah terlepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1.      Uterus menjadi globular, dan biasanya terlihat lebih kencang. Ini merupakan tanda awal.
2.      Sering ada pancaran darah mendadak.
3.      Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya mendorong uterus keatas.
4.      Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan bahwa plasenta telah turun.
Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam waktu lima menit. Kalau plasenta sudah lepas, penolong harus memastikan bahwa uterus telah berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk mengejan dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk mendorong plasenta.

Manajemen aktif kala III.6
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif kala III meliputi:
·         Penatalaksanaan oksitosin dengan segera,
·         Pengendalian tarikan pada tali pusat, dan
·         Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir.
Penanganan: 6
  • Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan plasenta.
  • Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali atau PTT dengan cara:
1.      Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis. Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerkan dorso kranial ke arah belakang dan ke arah kepala ibu
2.      Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di depan vulva
3.      Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit)
4.      Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
·      PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga memberitahu petugas ketika ia merasakan kontraksi. Ketika uterus tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
·         Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau klem tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
·      Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegah perdarahan pascapersalinan.
·         Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.

2.6.4 Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Kala ini perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan postpartum. Rata-rata dalam batas normal, jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc. Bila perdarahan lebih dari 500 cc ini sudah dianggap abnormal, harus dicari penyebabnya. Tujuh pokok penting yang harus diperhatikan sebelum meninggalkan ibu yang baru melahirkan adalah:
  1. Kontraksi rahim. Dapat diketahui denga palpasi fundus uteri. Bila perlu dilakukan masase dan berikan uterotonika (methergin, ermetrin, pitogin).
  2. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya.
  3. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta kencing sendiri atau menggunakan kateter.
  4. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau tidak.
  5. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
  6. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
  7. Bayi dalam keadaan baik







BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien
Nama                           : PENS
Jenis Kelamin              : Perempuan
Umur                           : 30 tahun
Status                          : Menikah
Agama                         : Hindu
Suku/Bangsa               : Bali/Indonesia
Pendidikan                  : Tamat SMA
Pekerjaan                     : Ibu rumah tangga
Alamat                                    : Tukadaya
Nama Suami                : KPM
Pekerjaan Suami          : Buruh Pabrik
MRS                            : 11 April 2012 pkl. 22.00 WITA

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sakit perut mau melahirkan
Anamnesis Umum
Penderita datang dengan keluhan sakit perut hilang timbul seperti mau melahirkan sejak pkl. 20.30 WITA (11/4/12), sakit perut dirasakan dari perut atas dan bawah dan juga dirasakan sampai ke punggung, makin lama dirasakan makin sering dan dirasakan makin keras dan tidak hilang dengan istirahat. Pasien juga mengeluh keluar lendir campur darah pada pkl.17.00 WITA (17/5/08). Tidak ada keluhan keluar air. Gerak anak dirasakan baik, dominan di sisi kanan. PP Test (+) pada bulan Juli 2011. BAB/BAK (+) normal.
Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi
  • Menarche pada umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 30 hari, lamanya 3-5 hari tiap kali menstruasi
  • HPHT  : 10 Juli 2011
  • TP        : 17 April 2012

Riwayat Pernikahan
Penderita menikah 1 kali selama kurang lebih 7 tahun

Riwayat persalinan
1.      ♀, lahir spontan belakang kepala, bidan, 3000 gram, umur 6 tahun.
2.      Ini

Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Tanggal
Keluhan
TD (mmHg)
BB (Kg)
UK (minggu)
Tinggi Fundus (cm)
DJJ
16/8/2011
Mual (+) Muntah (+)
100/70
40
5-6
Ttb
-
16/9/2011
Mual (+) Muntah (+)
110/70
37
8-9
2 jari atas simfisis
-
15/10/2011
Keluhan (-)
100/70
40
13-14
Setengah pusat-simfisis
-
15/11/2011
Gerak anak (+)
110/70
43
18-19
2 jari bawah simfisis
+
23/1/2012
Gerak anak (+)
110/70
47.5
27-28
3 jari atas pusat
+
18/2/2012
Gerak anak (+)
110/70
49
30-31
½ jari bawah xiphoideus
+
26/3/2012
Gerak anak (+)
100/70
51
36-37
½ jari bawah xiphoideus
+
2/4/2012
Gerak anak (+)
110/70
52
37-38
2 jari bawah xiphoideus
+




Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
Penderita pernah menggunakan KB suntik 3 bulanan. Stop sejak bulan Mei 2011.

Riwayat Penyakit terdahulu
Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis, dan tekanan darah tinggi).

Riwayat Penyakit di Keluarga
Tidak ada dalam keluarga penderita memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis, dan tekanan darah tinggi).

3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum           : Baik
Kesadaran                   : E4V5M6 (CM)
Tekanan Darah            : 120/80 mmHg
Nadi                            : 82x/menit
Respirasi                      : 20x/menit
Suhu tubuh aksila        : 36,5°C
Tunggi Badan             : 155 cm
Berat Badan                :  55 kg
Status General
Kepala             : Mata : anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks           : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
                          Paru      : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen        : Sesuai status obstetri
Ekstremitas:    Akral hangat:  ekstremitas atas +/+
ekstremitas bawah +/+
Oedem :          ekstremitas atas -/-
                        ekstremitas bawah -/-
Status Obstetri
Mammae
Inspeksi
Hiperpigmentasi aerola mammae
Penonjolan glandula Montgomery (+)
Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar ke depan, disertai adanya striae gravidarum (striae livide dan striae albicantes), tidak tampak bekas luka operasi.
Palpasi
  • Pemeriksaan Leopold
I.       Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah process xiphoideus. Teraba bagian bulat dan lunak. Kesan bokong.
II.    Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan teraba bagian kecil di kanan
III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala).
IV. Bagian bawah sudah masuk 4/5 bagian dari pintu atas panggul  
  • Tinggi Fundus Uteri 32 cm
  • His (+) 2-3 kali/10’ ~25”- 30”
  • Gerak janin (+)
Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kiri bawah umbilikus dengan frekuensi 12.11.12
Vagina                      
Blood slym (+), karankula himenalis  (+)
VT  (Pk. 22.15)  
Pembukaan servik 2 cm, efficement 25%, ketuban (+)
teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I
tidak teraba bagian kecil/tali pusat

3.4 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 11 April 2012:
            WBC  : 10,8 103/μL (4-11)
            HGB   : 12,7 g/dL (11,5-16)
            RBC    : 4,43 106/μL (3,5-5,5)
            PLT     : 258 103/μL (150-450)
            BT       : 1’25’’
            CT       : 7’55’’

3.5 Diagnosis
      G2P1001, 39-40 minggu, Tunggal/Hidup, PK I fase laten, PBB 3255 gram

3.6 Penatalaksanaan
     Tx   :  Ekspektatif pervaginam
     Mx  : Observasi CHPB, keluhan, vital sign
KIE: Penderita dan keluarga tentang keadaan janin dan rencana tindakan

3.7 Perjalanan Persalinan Penderita
12 April 2012
Pk 01.40
S          : Penderita ingin mengedan dan ingin BAB
              Ketuban pecah spontan, jernih
O         : His (+), 3-4x/10’ ~ 40-45”, Djj (+) 12.12.12 (144 x/menit)
              Vulva membuka dan Anus menonjol
              VT     p Ø lengkap, ketuban (-) jernih
                        teraba kepala UUK kiri depan, ↓ H III +
                        tidak teraba bagian kecil/tali pusat
Ass      : G2P1001, 39-40 minggu, Tunggal/Hidup, PK II
                                                            PBB 3255 gram
P          : Pimpin persalinan
Pk 01.45         
Lahir bayi, P spt B, perempuan, segera menangis,dengan BB 3500 gram, PB 48 cm, AS 8-9 Anus (+), kelainan (-)

Manajemen aktif kala III
  1. Injeksi Oksitosin 1 amp (IM), 10 IU
  2. Lakukan perasat PTT
  3. Masase Fundus Uteri
Pk 01.50
Lahir plasenta kesan lengkap, Injeksi Methergin 1 amp (IM), kalsifikasi (-), perdarahan minimal, laserasi perineum grade II e.c. episiotomi à hecting (+)
Ass                  : P2002, P spt B, PP hari 0
P                      :
- Tx                  : Amoxicillin 3 x 500 mg
                          Metil ergometrin 3 x 0.125 mg
                          SF 2 x 1 tab
- Mx                : Observasi 2 jam PP
- KIE               : Mobilisasi dini
                          ASI eksklusif
 
Tabel evaluasi 2 jam postpartum
Waktu
TD
N
RR
Kontraksi uterus
Perdarahan
aktif
Kandung kemih
Tinggi
f. uteri
02.05
120/80
82
20
+
-
kosong
1 jr bpst
02.20
120/80
82
20
+
-
kosong
1 jr bpst
02.35
120/80
82
20
+
-
kosong
1 jr bpst
02.50
120/80
82
20
+
-
kosong
1 jr bpst
03.20
120/80
82
20
+
-
kosong
2 jr bpst
03.50
120/80
82
20
+
-
kosong
2 jr bpst

3.8 Perkembangan Kesehatan Pasien
12 April 2012
S          : Keluhan (-), ASI (+) sedikit, makan dan minum (+/+) baik, BAK (+), BAB (-), Flatus (+)
O         : St. Present
              KU baik 
  TD : 120/80 mmHg                           R  : 20x/menit
              N   : 84x/menit                                  Tax: 36,6°C
              St. General :
  Mata              : anemis -/-, ikterik -/-
  Thoraks         : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
                                      Paru       : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
  Abdomen      : Sesuai status obstetri
  Ekstremitas: Akral hangat:  ekstremitas atas +/+
ekstremitas bawah +/+
                                    Oedem :          ekstremitas atas -/-
                                    ekstremitas bawah -/-
St. Obstetri :
Payudara
-          Inspeksi     : pembengkakan (-), retraksi puting susu (-)
-          Palpasi       : colostrum (+)
Abdomen
-          Inspeksi     : distensi (-)
-          Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
-          Palpasi       : TFU 2 jari bpst, kontraksi uterus (+) baik
                        Vagina
-          Inspeksi     : Perdarahan aktif (-), lochia rubra (+), jaritan luka
  terawat baik
A         : P2002, P spt B, PP hari 1
P          : Pdx : -
Tx        : Amoxicillin 3 x 500 mg
                          Metil ergometrin 3 x 0.125 mg
                          SF 2 x 1 tab
KIE : Mobilisasi dini, ASI eksklusif, higienitas diri
BPL




















BAB 4
PEMBAHASAN

Kasus yang dibahas adalah persalinan normal. Definisi partus normal adalah bila lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau penolongan istimewa serta tidak melukai ibu dana bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
            Pada kasus ini, penderita datang dengan keluhan sakit perut hilang timbul dan keluar lendir dengan bercak-bercak darah (bloody show) sudah merupakan tanda-tanda inpartu. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa penderita tidak mempunyai resiko yang mengarahkan pada kehamilan resiko tinggi dan dari anamnesa, kontrol ANC dikatakan rutin dilakukan (buku kontrol ANC tidak dibawa). Pada pemeriksaan dalam, didapatkan adanya pembukaan serviks 2 cm. Pengelolaan yang dilakukan dalam persalinan ini adalah melakukan observasi terhadap CHPB.
            Pada kala I, pasien diberitahu agar jangan mengedan dan sesering mungkin kencing untuk mengosongkan kandung kencing dan mengosongkan rektum. Posisi berbaring ke tempat punggung janin berada. Cara ini mencegah tertekannya arteri aorta abdominalis dan vena cava inferior sehingga mencegah hipoksia intrauterin dan edema tungkai bawah. Pasien juga dianjurkan berjalan-jalan untk mempercepat penurunan janin dengan merangsang kontraksi otot abdomen.         Selama 4 jam setelah pemeriksaan dalam pertama, penderita mengeluh ingin meneran seperti buang air besar. Salah satu tanda masuknya persalinan kala II adalah keinginan ibu untuk meneran. Dibuktikan dengan pemeriksaan dalam pembukaan serviks sudah lengkap. Ini menunjukkan bahwa kala I telah berakhir dan partus memasuki kala II.
Kemudian diambil sikap untuk memulai pimpin persalinan. Penderita harus dipimpin meneran pada waktu ada his dengan diselingi bernapas. Posisi penderita berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dada dan ia dapat melihat perutnya. Karena pada posisi ini sumbu panggul akan lebih horizontal dan memudahkan penurunan kepala janin. Saat kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka. Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Tahan perineum dengan tangan kanan (dengan kain kasa steril) agar tidak robek (perasat Ritgen). Pada penderita ini tidak dilakukan episiotomi karena perineum tidak kaku. Setelah kepala lahir, bersihkan mulut dan hidung dengan kasa steril dan hisap lendir di mulut-hidung bayi dengan penghisap lendir kemudian kelola akan mengadakan putaran paksi luar ke arah letak punggung janin. Lalu diselidiki apakah ada belitan tali pusat pada leher. Dilanjutkan melahirkan kedua bahu janin, badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior. Bayi lahir segera menangis. Jalan napas dibersihkan, tali pusat di klem lalu digunting dan bayi diserahkan ke bagian perinatologi. Pasien disuntik oksitosin 10 IU im untuk mengurangkan kontraksi ritmik uterus dalam mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan.
Kala III dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap. Dilakukan peregangan tali pusat terkendali untuk mengetahui lepasnya plasenta. Plasenta lahir diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau ada sebagian yang tertinggal dalam cavum uteri karena sisa plasenta bias menimbulkan perdarahan post partum. Diberikan pula methergin 0,2 mg im diperhatikan  kontraksi korpus uteri. Masase ringan dilakukan untuk memperbaiki kontraksi uterus. Pada penderita ini kontraksi uterus baik. Kemudian perdarahan dievaluasi. Terdapat sedikit robekan pada dinding vagina dan robekan tersebut di jahit dengan jelujur baik bagian dalam dan luar.
Setelah melewati kala III, penderita di observasi selama 2 jam atau penderita memasuki kala IV. Diperhatikan apakah kontraksi uterus sudah baik, tidak ada perdarahan aktif dari vagina atau perdarahan-perdarahan laserasi alat genitalia lainnya; kandung kencing kosong; bayi dalam keadaan baik; ibu dalam keadaan baik. Nadi dan tekanan darah normal, tidak ada pengaduan sakit kepala atau mual. Ini sesuai dengan observasi pada kala IV partus normal. Penderita dianjurkan dimonitor 2 jam post partum karena berbagai komplikasi seperti perdarahan dan retensi urin karena terjahit ureter akibat komplikasi penjahitan episiotomi. Penderita kemudian dipindahkan ke ruangan. Penderita di follow up keluhan, vital sign, status obstetri, dan kemudian 1 hari kemudian pasien diijinkan pulang.


BAB 5
RINGKASAN

Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
Pada dan selama persalinan ada tiga faktor penting yang berperan, yaitu kekuatan kontraksi ibu (his) dan kekuatan mengedan, kondisi jalan lahir, dan janin itu sendiri. Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala ini dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam, dalam kala ini diamati apakah terjadi perdarahan postpartum pada ibu atau tidak.
Pada laporan ini, pasien mengalami persalinan normal sesuai definisi dari partus normal. Pemimpin persalinan melakukan tindakan dan penanganan sesuai dengan standar WHO. Ibu dan anak dalam keadaan baik dan dipulangkan 1 hari kemudian dengan KIE ASI eksklusif, mobilisasi, menjaga higienitas personal, serta diminta untuk kontrol kembali 1 minggu kemudian setelah pulang.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Wiknjosastro, G.H., saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T. (2005), Ilmu Kebidanan, ed. 7, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
  2. Madjid,O.A., Soekir,S., Wiknjosastro, G.H., dkk. (2007), Asuhan Persalinan Normal, ed.3, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, Jakarta. 
  3. Cunningham G.E., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C, (2001), Williams Obstetrics, ed.21, Mc Graw Hill, New York.
  4. Adenia, I., Piliang, S,. Roeshadi, R.H., Tala, M.R.Z. (1999), Kehamilan dan Persalinan Normal, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU/RSUD dr. Pingardi RSUP dr. Adam Malik, Medan.
  5. Madjij, O.A., Soekir,. Wiknjosastro, G.H., dkk. (2007), Asuhan Persalinan Normal, ed.3, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, Jakarta.
  6. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, (2002). Jakarta.
 1
Unknown

Entri Populer

Komentar Kita