| sebuah blog sederhana |

.
)|( Dimana Inspirasi semua Bermula )|( Faidza Azzamta Fatawakkal Alallah )|( Al Wajaba Aktsaru Minal Auqaat )|( As Shabru Fii Awwali Shadam )|(

Total Pengunjung

7/31/2014

Andai Aku Presiden Indonesia





Heri Wahyudi, S.Ked
Mahasiswa klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
0702005065

Genap 66 tahun berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak tahun 1945, patut dikatakan bahwa Indonesia sudah sampai pada tingkat matang dalam hidupnya. Matang dalam arti umur, sudah setengah abad lebih, juga matang dalam arti SDM yang sudah mencapai tingkat kualitas SDM pembangun yang kompeten dan kuantitas yang mumpuni didalamnya. Paling tidak tercermin dari banyaknya tenaga siap kerja Indonesia yang terserap di lapangan pekerjaan domestik dan luar negeri. Meski secara logika bersama pengalamannya yang panjang, namun Indonesia belum bisa berbangga dengan perkembangannya. Pantas dicermati sejauh mana kemajuan, keberhasilan yang dapat diraih Bangsa ini selama perjalanannya jikalau boleh direnungkan, belumlah begitu bergaung suara Indonesia di tingkat dunia, dalam hal pemikiran-pemikiran besar, ide-ide berat, narasi agung yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak di dalam masyarakat Indonesia pun tidak patut dikatakan berhasil.
Inilah keresahan seorang pemimpin yang tidak pernah selesai belajar. Di satu pihak kita melihat arus globalisasi yang kuat. Globalisasi bisa dikatakan berkah bagi negara-negara kuat. Tapi ia juga bencana bagi negara dengan struktur sosial ekonomi politik yang rapuh. Begitulah cita rasa globalisasi yang kita saksikan lewat krisis moneter tahun 1997, yang kemudian berkembang menjadi krisis multi dimensi, yang hingga kini belum berakhir. Kepemimpinan nasional yang lemahlah yang membuat goncangan ekonomi berantai itu menuai efek sangat dahsyat bagi bangsa kita. Sementara Thailand, Korea dan Malaysia melakukan recovery, kita masih terus terpuruk. Globalisasi akan menjadikan kita sebagai pemain figuran dalam pentas ekonomi politik dunia, kecuali jika kita berani melakukan restrukturisasi kepemimimpinan nasional. Setidaknya ada 10 masalah besar yang kini tengah mendera Bangsa ini.

1)     Stabilitas Ekonomi: Indonesia rentan akan gejolak, padahal stabilitas ekonomi adalah prasyarat dasar untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan kualitas pertumbuhan. Sehingga dipastikan adanya usaha (a) mengendalikan laju inflasi, nilai tukar, dan suku bunga; (b) mengembangkan mekanisme Jaring Pengamanan Sektor Keuangan Indonesia; serta (c) meningkatkan kinerja dan kesehatan, lembaga jasa keuangan.

2)    Pendidikan: Banyak terutama kalangan masyarakat mengkritisi bahwa Pendidikan tidak atau belum menunjukan keberhasilan ditengah-tengah masyarakat yang masih sangat membutuhkan peranannya. Solusi keberhasilan pendidikan ini adalah komitmen. Pendidikan karakter yang menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Terlebih memberdayakan potensi masyarakat secara tepat guna. Karena peserta didik itu datang dan bermuara pada masyarakat, maka arah kebijakan kurikulum pun harus berorientasi pada Masyarakat Karena yang kita bicarakan adalah peserta didik. Cendikia yang tidak dilahirkan untuk unggul secara intelek tapi juga dididik terkait akhlaknya.

3)    Pengangguran: Secara teoritis, tingkat kemiskinan akan bergerak mengikuti tingkat pengangguran. Dalam hal ini ketika tingkat pengangguran mengalami kenaikan maka secara otomatis tingkat kemiskinan akan meningkat. Hubungan yang positif antara kemiskinan dan pengangguran tersebut ditemukan di beberapa negara. Di Korea, misalnya, Park (2002) menemukan hubungan yang sangat kuat antara tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran. Ketika tingkat pengangguran naik, maka tingkat kemiskinan juga naik dan ketika tingkat pengangguran menurun maka tingkat kemiskinan juga ikut turun. Perlunya suatu pemerataan lapangan pekerjaan, usaha berorientasi mandiri dan efisiensi lapangan pekerjaan di daerah urban sehingga tenaga siap kerja Indonesia mampu berdikari, tidak terlokalisir, dan terserap di setiap bidang kehidupan.

4)    Kemiskinan: Upaya penanggulangan kemiskinan yang paling strategis dalam era otonomi daerah dapat dirumuskan dalam satu kalimat yaitu “berikan peluang kepada keluarga miskin dan komunitasnya untuk mengatasi masalah mereka secara mandiri” (Sulekale, 2003). Ini berarti pihak luar harus mereposisi peran mereka, dari agen pemberdayaan menjadi fasilitator pemberdayaan. Sehingga aset-aset dalam negeri tidak semena-mena dieksploitasi pihak luar.

5)    Krisis Pangan: Dari fakta – fakta yang digambarkan di atas, kondisi pangan yang terjadi saat ini di dunia, dan di Indonesia menunjukkan terjadinya posisi “ketergantungan pangan” pada segelintir perusahaan. Kedaulatan Pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya dan diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan.

6)    Kelaparan: Neokolonialisme pangan sebagai pangkal persoalannya, sehingga negara berkembang yang tergabung dalam G-20 perlu mendorong perubahan mendasar ke arah terwujudnya kedaulatan pangan. Pangan harus dikembalikan di bawah kuasa rakyat dan negara, serta dijauhkan dari dominasi elit korporasi global. Hal ini memerlukan perombakan tatanan produksi, alokasi, dan niaga yang dapat menjamin negara berkembang untuk mampu mengatur produksi, alokasi, dan harga pangannya secara mandiri dan terbebas dari spekulasi. Tatanan yang menghubungkan antar bangsa dengan prinsip kesetaraan, solidaritas, dan kedaulatan nasional.

7)    Pengelolaan BBM: Rincian penggunaan energi di Indonesia yang mengacu pada basis bahan bakarnya yang mengacu pada basis bahan bakarnya di tahun 2001 adalah sebagai berikut, bahan bakar minyak (72.3%), gas alam (8.4%), batubara (5.1%), LPG (2%) dan listrik (11.3%). Hal ini berarti penggunaan energi di Indonesia masih berbasis pada bahan bakar minyak. Perubahan pola komsumsi bahan bakar masyarakat Indonesia dari minyak bumi menjadi gas atau LPG yang lebih murah mutlak dilakukan. Hal ini mengingat dengan tingginya harga minyak mentah, maka pemerintah harus menanggung beban subsidi bahan bakar minyak yang tinggi. Pemakaian bahan bakar gas dapat mengurangi besarnya subsidi tersebut yang kemudian dapat dipakai untuk investasi infrastruktur ataupun penyediaan kebutuhan pokok bagi rakyat seperti kesehatan dan pendidikan.

8)    Bencana Alam: Fenomena itu dikatakan sebagai bencana karena menabrak kepentingan manusia. Untung tak dapat diduga, malang tak dapat raih, demikianlah kata pepatah. Celakanya, memang kebanyakan bencana alam sulit diramalkan. Oleh karenanya, masyarakat perlu meningkatkan kapasitas, mengetahui dan memahami tingkat potensi bencana, bentuk dan besar kekuatan bencana yang mungkin menimpa. Untuk menghadapi bencana alam masa depan, dapat dimulai dengan pemberian informasi potensi bencana alam yang tepat, akurat dari seluruh aparat dan disiplin ilmu terkait. Diharapkan dengan demikian dapat dilakukan pemilihan dan pelaksanaan langkah yang tepat, yaitu : menangatasi bencana, melawan bencana, atau menghindari bencana tersebut. Pemilihan dan penyiapan langkah tersebut dapat didekatkan ke berbagai cara, misalnya ke pola keruangan kawasan pemukiman, pola transportasi, pola informasi, dan lainnya. Jika ternyata masih tertimpa juga, minimal secara mental kita lebih siap. Karena semua bencana itu, semula memang gejala alam.

9)    Korupsi: Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness” diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.

10)  Krisis Kepemimpinan: Itulah sebabnya, Rasulullah SAW dan Abu Bakar bersama Umar Bin Khattab selalu diletakkan sebagai founding fathers dari Negara Madinah, asal mula sebuah cita-cita membentuk negara madani (good governence). Suatu saat sang pendiri negara itu berpesan kepada siapapun yang akan menjadi pemimpin: “Ta’allamu Qobla An Tasuuduu, Belajarlah sebelum kalian memimpin.”

Inilah 10 tantangan yang melahirkan 10 misi penuntasan dan fokus kerja Indonesia kedepan. Andai aku jadi presiden, barangkali 66 tahun tidaklah cukup menjadikan Indonesia lebih baik. Kita berbicara tentang kader, tentang pemimpin terbaik ummat. Generasi yang mewarisi tanah air, seorang pemikir raksasa melebihi zaman, bukan idealisme yang selesai dalam 5 tahun. Namun mewariskan pemikiran yang terus dikenang sepanjang sejarah.
Unknown

Entri Populer

Blog Teman

Komentar Kita