BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Hipertensi
atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah mereka
yang menderita hipertensi terus bertambah;
terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar 6-15%.1
terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar 6-15%.1
Menurut
perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya hipertensi
(underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan
gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini
sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh, seperti jantung (70% penderita
hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata serta organ tubuh lainnya.
Sehingga, hipertensi disebut sebagai silent
killer.1
Batasan
hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The Seventh Report
of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of Hight Blood Pressure). Ketetapan ini juga telah disepakati Badan
Kesehatan Dunia (WHO), organisasi hipertensi International (ISH), maupun
organisasi hipertensi regional, termasuk Indonesia (InaSH).6
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII 6
|
||
Kategori
|
Tekanan Darah Sistolik
|
Tekanan Darah Diastolik
|
Normal
|
< 120 mmHg
|
(dan) < 80 mmHg
|
Pre-hipertensi
|
120-139 mmHg
|
(atau) 80-89 mmHg
|
Stadium 1
|
140-159 mmHg
|
(atau) 90-99 mmHg
|
Stadium 2
|
>= 160 mmHg
|
(atau) >= 100 mmHg
|
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam
keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut
menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun.
Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah
normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan
yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang
dari 1 %. 1,2
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Definisi dan Klasifikasi Krisis Hipertensi 3,4
Krisis
hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi (tekanan darah sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg yang
membutuhkan penanganan segera.
Berdasarkan
keterlibatan organ target, krisis hipertensi dibagi menjadi dua kelompok yaitu
:
Hipertensi darurat
(emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan
darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam.
Hipertensi mendesak
(urgency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) tanpa kerusakan organ target yang progresif atau minimal. Sehingga
penurunan tekanan darah bisa dilaksanakan lebih lambat, dalam hitung jam sampai
hari.
II.2 Faktor Resiko Krisis Hipertensi 4
- Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
- Kehamilan
- Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
- Pengguna NAPZA
- Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/ kolagen)
II.3 Gambaran
Klinis Krisis Hipertensi 2,3,5
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan
diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan
kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan
ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah
umumnya. Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2.
Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5
|
|||||
Tekanan
darah
|
Funduskopi
|
Status
neurologi
|
Jantung
|
Ginjal
|
Gastrointestinal
|
>
220/140 mmHg
|
Perdarahan,
eksudat, edema papilla
|
Sakit
kepala, kacau, gangguan kesadaran, kejang.
|
Denyut
jelas, membesar, dekompensasi, oliguria
|
Uremia,
proteinuria
|
Mual,
muntah
|
II.3 Diagnosis 2
Diagnosis
krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah
dapat mendiagnosis suatu krisis
hipertensi.
II.3.1 Anamnesis 2
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting
ditanyakan :
a.
Riwayat
hipertensi, lama dan beratnya.
b.
Obat
anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c.
Usia, sering pada usia 30 – 70
tahun.
d.
Gejala
sistem syaraf ( sakit kepala, pusing,
perubahan mental, ansietas ).
e.
Gejala
sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
f.
Gejala
sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada ).
g.
Riwayat
penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h.
Riwayat
kehamilan, tanda- tanda eklampsi.
II.3.2 Pemeriksaan fisik 2,4
Pada pemeriksaan fisik
dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan, mencari kerusakan organ sasaran (
retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, diseksi aorta
). Palpasi denyut nadi di
keempat ekstremitas. Auskultasi
untuk mendengar ada atau tidak
bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru.
Perlu dibedakan komplikasi
krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif
dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung
koroner.
II.3.3 Pemeriksaan
penunjang 2,4
- Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan
elektrolit.
- Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak
- Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala, ekokardiogram, ultrasonogram.
BAB III
PEMBAHASAN
PENATALAKSANAAN KRISIS HIPERTENSI
Penatalaksanaan
krisis hipertensi sebaiknya dilakukan di rumah sakit, namun dapat dilaksanakan
di tempat pelayanan primer sebagai pelayanan pendahuluan dengan pemberian obat
anti hipertensi oral.2,4,5 Penatalaksanaan krisis hipertensi
berdasarkan penilian awal dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi 3,5
Parameter
|
Hipertensi Mendesak
|
Hipertensi
Darurat
|
|
Biasa
|
Mendesak
|
||
Tekanan
darah (mmHg)
|
>
180/110
|
>
180/110
|
>
220/140
|
Gejala
|
Sakit
kepala, kecemasan; sering kali tanpa gejala
|
Sakit
kepala hebat, sesak
napas
|
Sesak
napas, nyeri dada,
nokturia, dysarthria, kelemahan, kesadaran menurun
|
Pemeriksaan
|
Tidak
ada kerusakan organ target, tidak ada penyakit kardiovaskular
|
Kerusakan
organ target; muncul klinis
penyakit kardiovaskuler, stabil
|
Ensefalopati,
edema paru, insufisiensi ginjal, iskemia
jantung
|
Terapi
|
Awasi 1-3 jam; memulai/teruskan obat oral, naikkan
dosis
|
Awasi 3-6 jam; obat oral berjangka kerja
pendek
|
Pasang jalur IV, periksa laboratorium standar, terapi obat IV
|
Rencana
|
Periksa ulang dalam 3 hari
|
Periksa ulang dalam 24 jam
|
Rawat ruangan/ICU
|
Adapun
obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency) dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4: Obat hipertensi oral 3,5
Obat
|
Dosis
|
Efek / Lama Kerja
|
Perhatian khusus
|
Captopril
|
12,5 - 25 mg PO; ulangi per 30 min ; SL, 25 mg
|
15-30
min/6-8 jam ; SL 10-20 min/2-6 jam
|
Hipotensi,
gagal ginjal, stenosis arteri renalis
|
Clonidine
|
PO 75 - 150 ug,
ulangi per jam
|
30-60 min/8-16 jam
|
Hipotensi,
mengantuk, mulut kering
|
Propanolol
|
10 - 40 mg PO; ulangi setiap 30 min
|
15-30 min/3-6 jam
|
Bronkokonstriksi,
blok jantung, hipotensi ortostatik
|
Nifedipine
|
5 - 10 mg PO; ulangi setiap 15 menit
|
5 -15 min/4-6 jam
|
Takikardi, hipotensi, gangguan koroner
|
SL, Sublingual. PO, Peroral
Sedangkan untuk hipertensi
darurat (emergency) lebih dianjurkan
untuk pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat
dipakai dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5: Obat hipertensi parenteral 3,5
Obat
|
Dosis
|
Efek / Lama Kerja
|
Perhatian khusus
|
Sodium
nitroprusside
|
0,25-10
mg / kg / menit sebagai infus IV
|
langsung/2-3 menit setelah infus
|
Mual,
muntah, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan keracunan tiosianat,
methemoglobinemia, asidosis, keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
|
Nitrogliserin
|
500-100
mg sebagai infus IV
|
2-5 min
/5-10 min
|
Sakit
kepala, takikardia, muntah, , methemoglobinemia; membutuhkan sistem
pengiriman khusus karena obat mengikat pipa PVC
|
Nicardipine
|
5-15 mg
/ jam sebagai infus IV
|
1-5 min/15-30 min
|
Takikardi,
mual, muntah, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi
|
Klonidin
|
150 ug, 6 amp per 250 cc Glukosa 5% mikrodrip
|
30-60 min/ 24 jam
|
Ensepalopati dengan gangguan koroner
|
Diltiazem
|
5-15 ug/kg/menit sebagi infus IV
|
1-5 min/ 15- 30 min
|
Takikardi,
mual, muntah, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi
|
Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti
hipertensi emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan
obat yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk
hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 2,5
Komplikasi
|
Obat Pilihan
|
Target Tekanan Darah
|
Diseksi aorta
|
Nitroprusside + esmolol
|
SBP 110-120 sesegera mungkin
|
AMI, iskemia
|
Nitrogliserin, nitroprusside, nicardipine
|
Sekunder untuk bantuan iskemia
|
Edema paru
|
Nitroprusside, nitrogliserin, labetalol
|
10% -15% dalam 1-2 jam
|
Gangguan Ginjal
|
Fenoldopam, nitroprusside, labetalol
|
20% -25% dalam 2-3 jam
|
Kelebihan katekolamin
|
Phentolamine, labetalol
|
10% -15% dalam 1-2 jam
|
Hipertensi ensefalopati
|
Nitroprusside
|
20% -25% dalam 2-3 jam
|
Subarachnoid hemorrhage
|
Nitroprusside, nimodipine, nicardipine
|
20% -25% dalam 2-3 jam
|
Stroke Iskemik
|
nicardipine
|
0% -20% dalam 6-12 jam
|
AMI,
infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
IV.1 Kesimpulan
Krisis hipertensi terutama hipertensi darurat (emergency) merupakan keadaan
darurat yang mengancam jiwa penderita yang memerlukan penanganan intensif di
Rumah Sakit dengan pengawasan yang ketat. Hipertensi mendesak (urgency) perlu dibedakan dengan hipertensi darurat (emergency) agar dapat memilih
pengobatan yang memadai bagi penderita.
Hipertensi darurat disertai dengan kerusakan
organ sasaran, sedangkan hipertensi mendesak tanpa kerusakan organ sasaran atau kerusakan minimal.
Dalam memberikan pengobatan
perlu diperhatikan beberapa faktor :
·
Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.
·
Cepatnya tekanan darah diturunkan, tekanan darah yang diinginkan
dan lama kerja dari obat.
·
Efek samping obat
Ketepatan
diagnosis
akan mempengaruhi pilihan obat guna keberhasilan terapi dalam menurunkan
tekanan darah dan komplikasi yang ditimbulkan.
Obat parenteral merupakan pilihan utama
karena bisa bereaksi cepat dan aman. Pemakaian obat parenteral untuk
hipertensi emergensi lebih aman karena tekanan darah dapat diatur sesuai dengan
keinginan. Drug of choice untuk hipertensi emergensi
adalah Sodium Nitroprusside. Sedangkan nifedipin dan kloinidin, merupakan oral anti
hipertensi yang terpilih untuk hipertensi mendesak (urgency).
IV.2 Saran
Untuk mencegah jatuhnya
seseoarang kepada krisis hipertensi, maka faktor resiko haruslah dihindari,
terutama dalam hal kepatuhan minum obat. Edukasi dari dokter kepada pasien
hipertensi sangatlah penting terutama mengenai komplikasi dan pengaturan pola
akan serta gaya hidup yang sehat..
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul Hipertensi. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://theherijournals.blogspot.com/2013/02/hipertensi.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown - 2/25/2013
Belum ada komentar untuk "Hipertensi"
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda disini :)