| sebuah blog sederhana |

.
)|( Dimana Inspirasi semua Bermula )|( Faidza Azzamta Fatawakkal Alallah )|( Al Wajaba Aktsaru Minal Auqaat )|( As Shabru Fii Awwali Shadam )|(

Total Pengunjung

HIPEREMESIS GRAVIDARUM


LAPORAN KASUS
HIPEREMESIS GRAVIDARUM






Oleh :
Heri Wahyudi (0702005065)

Pembimbing :
dr. I Gede  Parwata Yasa, Sp.OG




DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
 DI BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/ RSUP SANGLAH DENPASAR
APRIL 2012

BAB I
PENDAHULUAN

Suatu kehamilan biasanya ditandai dengan adanya riwayat telat haid dan disertai dengan keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dalam kehamilan, dikenal dengan nama morning sickness, dialami kira-kira oleh 80% wanita hamil. Mual dialami oleh lebih dari 50% wanita pada awal kehamilan dan muntah terjadi pada 50% hingga 90%. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. 1,2
Derajat beratnya mual dan muntah yang berkelanjutan berkisar dari mual dan muntah yang terjadi pada kebanyakan kehamilan sampai dengan gangguan yang berat dimana keluhan mual dan muntah dirasakan semakin memburuk, menetap, hingga mengganggu aktivitas ibu sehari-hari. Keadaan inilah yang dikenal dengan hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum adalah bentuk paling yang paling berat dari mual dan muntah dalam kehamilan.1,2
Hiperemesis gravidarum terjadi pada 0,3-2% dari seluruh kehamilan. Hiperemesis gravidarum ditandai dengan gejala mual dan muntah persisten hingga menyebabkan penurunan berat badan hingga lebih dari 5% berat badan sebelum hamil dan mengganggu aktivitas. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. Penanganan hiperemesis gravidarum didasarkan pada berat ringannya gejala dan ada tidaknya faktor penyulit yang memperberat keluhan pasien. Hiperemesis gravidarum tetap merupakan penyebab morbiditas yang serius dengan komplikasi seperti central pontine myelinolisis, ensefalopati, cedera esofagus, pertumbuhan janin terganggu bahkan kematian. 1,2



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu aktifitas sehari-hari karena keadaan umum pasien yang buruk akibat dehidrasi. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I.  Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.1

2.2 Epidemologi
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan.2
Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu.1,2
Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953) melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya hiperemesis pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56 wanita yang kembali hamil, 27 diantaranya mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan ketiga.4
2.3 Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di Canada diketahui beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan diabetes pregestasional.2 Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai berikut 1,4 :
  1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.1,4
  2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut.1,4
  3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan  ibu terhadap anak.1,4
4.      Faktor psikologis
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum. 1,2,3
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh beberapa peneliti.2


2.4 Patofisiologi
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor muntah, mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada sereberal, dari Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus vestibular via serebelum. Beberapa signal perifer mem-bypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.2
Ketika pusat muntah sudah cukup terangsang akan timbul efek: (1) bernafas dalam, (2) terangkatnya tulang hioid dan laring untuk mendorong sfingter krikoesofagus terbuka, (3) tertutupnya glotis, (4) terangkatnya palatum mole untuk menutup nares posterior. Berikutnya timbul kontraksi yang kuat dari otot abdomen yang dapat menimbulkan tekan intragastrik yang meninggi. Akhirnya sfingter esofagus mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan pengeluaran isi lambung.2
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini masih kontroversial. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan dehidrasi, sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan klorida urine. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal,  meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita. Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Mallory-Weiss Syndrom), dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.1
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor biologis, psikologi dan sosiokultural.1,2



Gambar 1. Patofisiologi Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum.6
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya keluhan hiperemesis gravidarum diantaranya 1,2 :
  1. Perubahan hormonal.
Wanita dengan hiperemesis gravidarum biasanya memiliki kadar Human Chorionic Gonadotrophine (HCG) yang tinggi. Secara fisiologis HCG dapat merangsang reseptor Thyroid Stimulating Hormones (TSH) sehingga menyebabkan terjadinya transient hyperthyroidism. Pada 50-70% kasus terdapat penurunan kadar TSH dan pada 40-73% kasus terjadi peningkatan kadar FT4, namun perubahan kadar ini tidak selalu diikuti dengan gejala klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar tiroid. Semakin besar peningkatan konsentrasi HCG maka akan diikuti oleh peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan kadar TSH.2 Pada beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi positif antara beratnya keluhan mual dan muntah dengan tingkat stimulasi tiroid.2,7 Namun demikian teori ini masih kontroversial karena belum banyak didukung oleh hasil penelitian yang lain.2
Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya mual dan muntah pada wanita hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya korelasi antara kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil. Intoleransi terhadap kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah dalam kehamilan. Progesteron juga mencapai puncaknya pada trimester pertama dan menurunkan aktivitas otot polos, tetapi penelitian gagal untuk menunjukkan keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual muntah pada wanita hamil.2 Namun demikian dipercaya bahwa peningkatan kadar hormon estrogen dapat meningkatkan pengeluaran asam lambung. Sementara itu peningkatan kadar hormon progesteron akan menurunkan motilitas usus sehingga memicu mual dan muntah.2,3,7

  1. Kelainan gastrointestinal.
Pada hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas saraf simpatik, dan gangguan sekresi vasopressin sebagai respon terhadap perubahan volume intravaskular. Semua ini pada akhirnya mempengaruhi peristaltik lambung sehingga menimbulkan gangguan motilitas lambung. Pada penderita hiperemesis gravidarum biasanya saluran gastrointestinal lebih sensitif terhadap perubahan saraf / humoral.2


  1. Kelainan hepar.
Peningkatan kadar serum transaminase secara ringan terjadi pada hampir 50% dari pasien dengan hiperemesis gravidarum. Gangguan Fatty Acid Oxidation (FAO) mitokondria telah berperan dalam patogenesis ibu hamil dengan gangguan hati terkait dengan hiperemesis gravidarum. Ibu hamil dengan defek FAO heterozigot dapat berkembang menjadi hiperemesis gravidarum yang terkait dengan gangguan hati dengan defek FAO pada fetusnya sebagai akibat akumulasi asam lemak di dalam plasenta dan generasi berikutnya dari spesies oksigen reaktif. Atau, mungkin, kelaparan menyebabkan lipolisis perifer dan meningkatkan beban asam lemak dalam sirkulasi ibu-fetus, dikombinasikan dengan penurunan kapasitas mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak pada ibu dengan defek FAO heterozigot, juga dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum dan cedera hati saat fetus tidak mengalami defek FAO.2
  1. Perubahan kadar lemak
Jarnfelt-Samsioe et al menemukan kadar yang lebih tinggi dari trigliserida, kolesterol total, dan fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak muntah dan kontrol. Hal ini mungkin terkait dengan kelainan pada fungsi hepatik pada wanita hamil.2
  1. Infeksi.
Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut yang dapat memperburuk mual dan muntah dalam kehamilan. Penelitian telah menemukan bukti yang bertentangan dengan peranan H.pylori dalam hiperemesis gravidarum. Penelitian terbaru di Amerika Serikat belum menunjukkan asosiasi dengan hiperemesis gravidarum. Namun, mual dan muntah yang menetap di luar trimester kedua mungkin disebabkan oleh ulkus peptikum aktif yang disebabkan oleh infeksi H.pylori.2

  1. Vestibular dan penciuman.
Sistem penciuman yang tajam kemungkinan merupakan faktor yang ikut berperan terhadap mual dan muntah selama kehamilan. Banyak ibu hamil melaporkan bau makanan yang dimasak, terutama daging, sebagai pemicu untuk mual. Kesamaan antara hiperemesis gravidarum dengan motion sickness menunjukkan petanda dari gangguan vestibular subklinis dan dapat menjelaskan beberapa kasus hiperemesis gravidarum.2
  1. Perubahan psikologis.
Hipotesis faktor psikologik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:2
a.          Teori psikoanalisis yang menerangkan hiperemesis merupakan sebuah kelainan konversi atau somatisasi.
b.         Ketidakmampuan ibu untuk merespon stres kehidupan yang berlebihan.
c.          Meningkatnya penerimaan ibu terhadap kondisi tertentu.
Beberapa kasus hiperemesis gravidarum menunjukkan adanya kelainan psikiatri, termasuk sindrom Munchausen, gangguan konversi atau somatization, atau depresi berat. Hal ini mungkin terjadi dibawah situasi stres atau ambivalensi sekitar kehamilan. Tampaknya respon fisiologi dapat berinteraksi dan memperburuk fisiologi mual dan muntah selama kehamilan. Kemungkinan besar, perubahan-perubahan fisiologis yang berhubungan dengan kehamilan berinteraksi dengan fisiologi wanita pada setiap negara dan nilai-nilai budaya. Namun demikian, hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan psikiatri.1,2

2.5 Gejala dan Tanda
Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah tersebut sampai mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari sudah dapat dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu1,4 :
  1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.1,4
  1. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.1,4
  1. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.1,4

2.6 Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
a.       Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b.      Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c.       Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, Ultra Sonographic (USG) (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

2.7 Diagnosis Banding
Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:


1.      Appendicitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendicitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendicitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan appendictis akut dan tanpa appendicitis akut.3,7,8
2.      Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8
3.      Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan Non-Steroidal Anti Inflammation Drugs (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8
4.      Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan Serum Glutamic Oxaloacetate Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. 3,7,8
5.      Pankreatitis akut.
Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol berat. Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar di perut dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum amylase dapat membantu menegakkan diagnosis. 3,7,8
6.      Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari, gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin. 3,7,8
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis. Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1.      Menjelaskan pada pasien bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses fisiologis. 1,4
2.      Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan. 1,4
3.      Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tapi dengan frekuensi yang lebih sering. 1,4
4.      Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. 1,4
5.      Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. 1,4
6.      Makan makanan yang banyak mengandung gula dianjurkan untuk menghindari kekurangan karbohidrat. 1,4
7.      Defekasi yang teratur.1
2.8.2 Terapi obat-obatan
Jika dengan tindakan pencegahan diatas tidak dapat mengurangi gejala dan keluhan maka perlu dilakukan pengobatan. Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu :
1.      Obat-obatan.
Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H1 dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah.
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamin antagonis. Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan metocloperamide. Prochlorperazin dan  promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan spincter esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual dan muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron. Ondansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain. Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.1,4
2.      Terapi Nutrisi.
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan Nasogastric Tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi.2
Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.2


3.      Isolasi.
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar masuk kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak diberikan makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.1
4.      Terapi psikologik.
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.1
5.      Cairan parenteral.
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.2 Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.2
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.1
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistiem poin. Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.1
Tabel 1. Daldiyono score9
No
Gejala klinis
score
1
Muntah
1
2
Voxs Choleric (Suara Parau)
2
3
Apatis
1
4
Somnolen, Sopor, Koma
2
5
T ≤ 90 mmHg
1
6
T ≤ 60 mmHg
2
7
N ³ 120 x/menit
1
8
Frekuensi napas > 30x/menit
1
9
Turgor Kulit ¯
1
10
Facies Cholerica (Mata Cowong)
1
11
Extremitas Dingin
1
12
Washer Women’s Hand
1
13
Sianosis
2
14
Usia 50 – 60
         -1
15
Usia > 60
-2
Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung 9 :
Defisit =   Jumlah Poin  x  10 % BB  x  1 Liter
                                              15
Þ Koreksi 2 jam pertama
6.      Terapi Alternatif.
Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara lain:
a.             Vitamin B6, merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain itu Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi kejadian mencegah insiden hiperemesis gravidarum.2

Diagram 1. Hubungan antara vitamin B6 dengan mual dan muntah pada kehamilan.8



Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana peningkatan kebutuhan protein pada trimester I diikuti peningkatan asupan vitamin B6. Vitamin B6 diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan. Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan kadar serotonin rendah sehingga saraf panca indera akan semakin sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil terjadi peningkatan kynurenic dan xanturenic acid di urin. Kedua asam ini diekskresi apabila jalur perubahan tryptophan menjadi niacin terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin B6. Kadar hormon estrogen yang tinggi pada ibu hamil juga menghambat kerja enzim kynureninase yang merupakan katalisator perubahan tryptophan menjadi niacin, yang mana kekurangan niacin juga dapat mencetuskan mual dan muntah.
b.         Jahe (zingiber officinale), dilaporkan bahwa pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 4 kali perhari lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita dengan hiperemesis gravidarum. Salah satu studi di Eropa menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari) lebih efektif dibandingkan plasebo dalam menurunkan gejala hiperemesis gravidarum.1 Belum ada penelitian yang menunjukan hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe. Namun, harus diperhatikan bahwa akar jahe diperkirakan mengandung tromboksan sintetase inhibitor dan dapat mempengaruhi peningkatan reseptor testoteron fetus.1,2
c.       Akupresur dan akupuntur telah terbukti dapat mengobati mual dan muntah.2 Lokasi tersering akupresur adalah di perikardium 6 atau titik Neiguan, yang berlokasi pada tiga jari terlebar diatas permukaan volar pergelangan tangan. Sebuah data referensi dari  tujuh percobaan tentang akupresur titik Neiguan menunjukan kegunaannya dalam mengontrol morning sickness dalam awal kehamilan; namun, studi terbaru menunjukan tidak ada keuntungan akuprasur pada wanita hamil.1


7.      Penghentian Kehamilan.
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan semakin memburuk. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.1
2.8.3 Penatalaksanaan sesuai dengan Protap Ginekologi RSUP Sanglah.
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum menurut Protap Ginekologi RSUP Sanglah 10 :
Hari 0          : Pasien dipuasakan
Infus Dextrosa 10%/ 5 % : RL = 4 : 1,  36 tetes/menit per 24 jam
Injeksi Primperan (Metokloperamid) 3 x 1 amp/hari
Injeksi Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) 1 x 1 amp/hari
Monitoring urin keton I, berat badan
Hari 1          : Cabut infus
Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari
Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari
Diet hiperemesis I (roti kering/bakar)
Monitoring urin keton II, berat badan
Hari 2          :  Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari
Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari
Diet hiperemesis II (bubur)
Monitoring urin keton III, berat badan
            USG
Hari 3          :  Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari
Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari
Diet hiperemesis III (nasi).
BPL

2.8 Komplikasi
Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit lainnya yang mungkin timbul adalah ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus, pneumotoraks dan neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan lahir rendah, kelainan kongenital.2,4

2.9 Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun 30% pada kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12 minggu, dan menjadi 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.2
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada usia kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.3


BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien
Nama                     : NWS
Jenis Kelamin        : Perempuan
Umur                     : 20 tahun
Agama                   : Hindu
Pendidikan                        : Tamat SD
Pekerjaan               : Pegawai Swasta
Alamat                  : Banjar Dinas kecag balung, Karangasem
Suku/Bangsa         : Bali/Indonesia
Status Nikah         : Menikah
      Tanggal MRS        : 25 April 2012, pukul 10.00 WITA
3.2 Anamnesis
Keluhan utama :  Mual dan muntah
Perjalanan penyakit
Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah sejak kemarin sore yang lalu (24 April 2012). Muntah-muntah awalnya hanya terjadi pada pagi hari dan setelah makan dan minum, namun sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit muntah dialami lebih dari 10 kali per hari dengan volume ± 1/2-3/4 gelas. Yang dimuntahkan berupa makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya, pada muntahan tidak terdapat darah. Keluhan mual dan muntah semakin bertambah berat setelah makan dan minum, dan berkurang saat istirahat. Selain itu pasien juga mengeluh badan terasa lemah hingga tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari, merasa haus dan bibir terasa kering. Nafsu makan dirasakan menurun karena pasien takut muntah. BAB dan BAK dirasakan semakin menurun. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati. Penderita mengatakan berat badannya sebelum hamil 52 kg. Tidak ada permasalahan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pekerjaan.

-          Riwayat Haid
Menarche pada usia 13 tahun dengan siklus haid yang teratur setiap 28 hari, dengan lama menstruasi  3 - 4 hari, pasien tidak merasakan keluhan saat menstruasi. Hari pertama haid terakhir (HPHT) 23 Februari 2012 dan taksiran partus dikatakan tanggal 30 November 2012.
-          Riwayat Perkawinan
Penderita menikah 1 kali dan telah berlangsung selama 1 tahun.
-          Riwayat Persalinan
1.      Ini
-          Riwayat ANC
            Perawatan antenatal dilakukan dua kali di bidan. PP test (+) 24 Maret 2012
            Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan USG.
-          Riwayat Kontrasepsi tidak ada
-          Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor disangkal.
-          Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor pada keluarga  disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik
Status present     
Keadaan Umum             : sedang
Kesadaran                      : compos mentis
Tekanan darah                : 100/60 mmHg
Nadi                               : 100 x/menit
Respirasi                         : 24 x/menit
Suhu                               : 37 º C
Berat badan                    : 50 kg
Tinggi badan                  : 149 cm


Status general
Kepala                : Normal
Mata                   : Anemis -/-, ikterus -/-, cowong +/+
Telinga               : Tidak ada kelainan
Hidung               : Tidak ada kelainan
Leher                  : Tidak ada kelainan
Thorax               
Cor            : S­­1S2 Tunggal, Reguler, Murmur (-)
Pulmo        : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen           : ~ st. ginekologi
Ekstremitas        : Oedem  (superior -/inferior -), Hangat (-/-)

Status Ginekologi
Abdomen           : FUT tidak teraba, distensi (-), BU (+)N
  Turgor menurun
              Nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)
Vagina               
Inspeksi V/V   : Flx (-), Fl (-)
                          PØ (-), Livide (+)
VT                   : tidak dilakukan

3.4 Pemeriksaan Penunjang
     15 Februari 2010
            Kimia Darah
ü  SGOT                     23 u/l              (11 - 33)
ü  SGPT                      28 u/l              (11 – 50)
ü  Creatinin                 1.03 mg/dl                 (0,50 – 1,20)
ü  Glukosa sewaktu    83 mg/dl                    (70 – 110)
ü  Natrium                  136.63 mmo/l             (135 – 147)
ü  Kalium                    3,70 mmol/l                (3,5 – 5,5)

Urin Lengkap
ü  Ph
7
(5 – 8)
ü  Leukosit
Banyak
(negatif)
ü  Nitrit
Negatif
(negatif)
ü  Protein
Negatif
(negatif)
ü  Glukosa
N
N
ü  Keton
 (+2)
(negatif)
ü  Urobilinogen
Negatif
1mg/dl
ü  Bilirubin
Negatif
(negatif)
ü  Eritrosit
(+) 5-10
(negatif)



ü  Clarity
Agak keruh
Jernih
ü  Colour
Yellow
p.yellow-yellow

Ultrasonografi :           Blass isi cukup
                                                GS (+) intrauterin
FP (+), FHB (+)
                                                CRL : 2,1mm ~  9W2D
                                                EDD : 26 November 2012

3.5 Diagnosis Kerja
Hiperemesis Gravidarum grade II
DS 5

3.6 Penatalaksanaan
Pdx            : -
Tx              :   MRS - Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam
                      Maintenance dengan D10% : RL à 4:1, 36 tetes per menit
  - Ondancentron 3 x 1 ampul
  - Neurobion 1 x 1 ampul
  - Puasa 24 jam
MX            :  Keluhan, vital sign, cairan masuk, cairan keluar, ketonuria, BB
@ hari
KIE           : Pasien dan keluarga tentang diagnosis, rencana penanganan,   pengawasan lanjutan, komplikasi dan prognosisnya.

3.7 Perjalanan Penyakit

Tanggal
S
O
A
P
25-04-12
Mual (+),
Muntah (-),
Nyeri ulu hati (-)
St.Present
T : 110/70 mmHg
N : 84 x/menit
R : 24 x/menit
Tax: 36,3oC

St. General
Mata     : An -/-, cowong -/-
Thorax : Cor/Po dbn
Ekt : hangat +/+, edema -/-


St. Gin
Abd : FUT ttb, distensi (-), BU(+)N, turgor kulit N

Vag : dbn

BB : 50 kg
Ketonurin : -

Hiperemesis Gravidarum Grade II
Pdx: -

Tx :
 - Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam
 - Maintenance dengan D10% : RL à 4:1, 36 tetes per menit
  - Ondancentron 1 x 1 ampul
  - Neurobion 3 x 1 ampul
  - Puasa 24 jam

Mx :
-    Obs keluhan
-    Vital sign
-    BB @ hari
-    Ketonuria @ hari

KIE : pasien dan keluarga

26-04-12



















Mual (-),
Muntah (-)
St.Present
T : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
R : 20 x/menit
Tax: 36,7oC

St. General
Mata     : An -/-, cowong -/-
Thorax : Cor/Po dbn
Ekt : hangat +/+, edema -/-

St. Gin
Abd : FUT ttb, distensi (-), BU(+)N. Turgor N

Vag : dbn

BB : 51 kg
Ketonurin : -

Hiperemesis Gravidarum Grade II
Pdx : -

Tx :
-  Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam
 - Maintenance dengan D10% : RL à 4:1, 36 tetes per menit
  - Ondancentron 1 x 1 ampul
  - Neurobion 3 x 1 ampul
  - Puasa sampai pukul 16.00 WITA (diet roti kering)

Mx :
-    Obs keluhan
-    Vital sign
-    BB @ hari
-    Ketonuria @ hari

KIE : pasien dan keluarga


27-04-12
Keluhan (-)
St.Present
T : 110/70 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
Tax: 36,5oC

St. General
Mata     : An -/-, cowong -/-
Thorax : Cor/Po dbn
Ekt : hangat +/+, edema -/-

St. Gin
Abd : FUT ttb, distensi (-), BU(+)N, turgor kulit normal

Vag : dbn

BB : 51 kg
Ketonurin : -

Hiperemesis Gravidarum Grade II
Pdx : -

Tx :
- Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam
 - Maintenance dengan D10% : RL à 4:1, 36 tetes per menit
  - Ondancentron 1 x 1 ampul
 -  Cefadroxil 2x500 mg
  - Neurobion 3 x 1 ampul
  - Puasa Diet bubur sampai pukul 16.00 WITA

Mx :
-             Obs keluhan
-             Vital Sign
-             Kontrol poliklinik kebidanan

KIE : pasien dan keluarga
28-04-12
Keluhan (-)
St.Present
T : 110/70 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
Tax: 36,5oC

St. General
Mata     : An -/-, cowong -/-
Thorax : Cor/Po dbn
Ekt : hangat +/+, edema -/-

St. Gin
Abd : FUT ttb, distensi (-), BU(+)N, turgor kulit normal

Vag : dbn

BB : 51 kg
Ketonurin : -

Hiperemesis Gravidarum Grade II
Pdx : -

Tx :
Aff Infus
  - Ondancentron 1 x 1 ampul
  - Neurobion 3 x 1 ampul
  -  Diet Nasi

Mx :
-             Obs keluhan
-             Vital Sign
-             Kontrol poliklinik kebidanan

KIE : pasien dan keluarga
BPL

 
BAB 4

PEMBAHASAN



4.1  Diagnosis
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala mual dan muntah yang berat, dimana keluhan tersebut sampai menggangu aktivitas sehari-hari sampai pekerjaanya. Muntah tersebut juga menimbulkan komplikasi dehidrasi karena kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Pada pemeriksaan fisik penderita, hal ini ditandai dengan ditemukan mata cowong, adanya peningkatan frekwensi denyut nadi, lidah terasa kering, BAK yang sedikit-sedikit dengan frekwensi yang menurun dan turgor yang menurun pada penderita.
Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah adanya riwayat telat haid sejak tanggal 23 Februari 2012, pasien sudah melakukan tes kehamilan dengan hasil yang positif, sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hiperpigmentasi pada areola mama, inspekulo vagina vulva ditemukan warna porsio livide. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan USG dengan hasil positif hamil 8-9 minggu.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah yang pada pemeriksaan urin ditemukan adanya keton positif (+2).
Pasien dimasukan dalam hiperemesis gravidarum tingkat II, karena penderita tampak lemah, mata cowong, akral dingin, dan muntah. Pada pemeriksaan urin didapatkan keton positif. Pada penderita ini dapat dimasukkan ke dalam tingkat dehidrasi sedang, karena dalam pemeriksaan didapatkan keluhan haus, pada pemeriksaan fisik didapatkan frekwensi nadi cepat (100x/menit), pernafasan agak cepat (24 x/menit), mata cekung, turgor kulit agak berkurang dan BAK sedikit.


4.2  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum grade II dibedakan menjadi rehidrasi dan koreksi elektrolit, isolasi, terapi nutrisi, terapi dengan obat-obatan, dan psikoterapi. Terapi cairan dilakukan untuk mengatasi dehidrasi dengan pemberian cairan rehidrasi, yaitu rehidrasi inisial dan rehidrasi rumatan. Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda dehidrasi dan diberikan cairan rehidrasi inisial sebanyak 1,5 liter dengan cara grojok. Defisit cairan ini dikoreksi dalam 2 jam pertama. Umumnya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isitonik, misalnya Ringer Laktat, ringer asetat atau normal salin. Bila memakai normal salin harus berhati-hati agar jangan sampai diberikan dalam jumlah yang banyak karena dapat menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis. Bila diperlukan dapat ditambahkan ion kalium. Perlu diperhatikan bahwa pemberian cairan yang mengandung dekstrosa harus didahului dengan pemberian thiamin untuk mencegah terjadinya ensefalopati Wernicke.1,2 Cairan yang digunakan untuk memperbaiki keadaan pasien ini adalah kristaloid yaitu Ringer Laktat. Digunakannya RL dengan pertimbangan bahwa pada pasien terjadi penurunan volume cairan intravaskuler dan kecenderungan defisit cairan intraseluler dan interstisial.
Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit, ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urine baik 0.5-1 ml/kg BB/jam dan asidosis tidak berlanjut.2
Daldiyono score digunakan untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan, didapatkan score 5 yaitu: muntah (1), Turgor Kulit menurun (1), mata cowong (2), dan tekanan darah diastolik 60 mmHg (1). Berat badan pasien adalah 50 kg. Lalu dengan menggunakan rumus maka :

Defisit = Skor  x  10% BB  x  1 Lt
                 15
            =    5     x  10% 50 x 1 Lt
                 15
            =  1,67 Lt

Cairan pemeliharaan yang digunakan adalah Dekstrosa 10% : Ringer laktat = 4 : 1, sebanyak 36 tetes tiap menit. Digunakannya cairan ini adalah selain untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalori pasien. Digunakan dektrosa, karena pada pasien hiperemesis gravidarum terjadi oksidasi lemak yang tidak sempurna yang ditandai dengan ditemukannya benda keton di dalam urin. Selain itu cairan ini bersifat isotonic hiperosmotik membantu transport cairan intravaskuler menuju intraseluler sehingga dapat memperbaiki kondisi dehidrasi pasien.
Pasien ini dipuasakan selama 24 jam pertama yang bertujuan untuk mengistirahatkan saluran cerna pasien. Pemberian makanan akan merangsang saluran cerna untuk mengeluaran asam lambung dan mengakibatkan iritasi saluran cerna sehingga muntah bertambah berat. Kebutuhan cairan dan kalori penderita pada 24 jam pertama hanya didapat dari cairan infus yang masuk. Setelah 24 jam coba diberikan makanan sesuai dengan diet hiperemesis I.
Pada pasien ini diberikan terapi obat-obatan antara lain Ondancentron 3 x 1 amp IV dan Neurobion 3 x I amp IV. Pengobatan sebaiknya diberikan setelah periode klasik teratogenik terlampaui, dari 31-71 hari setelah hari perama haid terakhir atau pada usia kehamilan 5-10 minggu. Pada periode tersebut terjadi proses organogenesis sehingga bahan kimia dapat mempengaruhi proses perkembangan organ mencapai puncak tercepat.2 Tetapi pada pasien ini diberikan obat anti emetic (ondancentron) pada usia kehamilan 8-9 minggu dengan pertimbangan bahwa ondancentron lebih aman (efek teratogenik tidak ada) dibandingkan obat antiemetik lainnya. Metokloperamid mempertinggi ambang rangsang muntah di Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) dan obat  ini menurunkan kepekaan saraf viseral yang menghantarkan impuls aferen dari saluran cerna ke pusat muntah. Neurobion (mengandung vitamin B1, B6, B12) diberikan secara drip IV. Suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi dan mencegah insiden hiperemesis gravidarum. Vitamin B1, B6, dan B12, yang merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino.
Terapi Psikologis dilakukan dengan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan, menghilangkan rasa takut karena kehamilan, istirahat sementara dari aktivitas hariannya, serta membantu pasien untuk mengatasi masalah dan konflik yang mungkin sedang dihadapi oleh pasien. Pada pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, berat badan, produksi urine dan keton urin. Keluhan penderita perlu diperhatikan untuk mencari apakah masih terdapat keluhan mual maupun muntah pada penderita. Tanda vital penderita dilihat apakah terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi atau peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda-tanda dehidrasi. Berat badan penderita perlu ditimbang tiap hari untuk melihat apakah ada penurunan berat badan karena keluhan yang dialami oleh penderita. Produksi urine juga dapat digunakan untuk melihat apakah masih terjadi dehidrasi pada penderita ini. Keton urin dilihat untuk mengetahui apakah masih terjadi metabolisme yang tidak sempurna pada penderita ini. Pasien dirawat selama 4 hari, selama dua hari terakhir keluhan berkurang dan saat hari terakhir perawatan keluhan sudah tidak dirasakan lagi, ketonuri (-), makan minum baik dan keadaan umum ibu baik. 
       
4.3  Prognosis
Prognosis dari pasien ini adalah baik. Hali ini dapat disimpulkan dari keadaan umum pasien selama perawatan di rumah sakit semakin membaik. Keluhan mual dan muntah sudah berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Makan minum baik. Pasien sudah mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan dan mandi sendiri. Dari pemeriksaan fisik, tidak didapatkan mata cowong dan akral dingin. Kemudian dari hasil pemeriksaan laboratorium urin lengkap, didapatkan ketonuri negatif.  


BAB 5
RINGKASAN

Pasien didiagnosa dengan hiperemesis gravidarum grade II berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum ini belum diketahui secara pasti. Penanganan yang diberikan pada pasien ini adalah terapi cairan, diet, obat-obatan dan psikoterapi. Dilakukan monitoring keluhan, vital sign, cairan masuk, cairan keluar, ketonuria, BB tiap hari. Dalam perjalanannya penderita mengalami perbaikan keadaan umum, keluhan muntah-muntah sudah tidak dikeluhkan lagi dan dari pemeriksaan keton urin memberikan hasil negatif. Pasien diizinkan pulang pada tanggal 28 April 2012.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Prawirohardjo S,Wiknjosastro H.Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.
  2. OgunyemiDA.Hyperemesis Gravidarum. Emedicine.Available from:http://www.emedicine.com(Accesed : 21 Januari 2010).
  3. Quinlan J D, Hill D A. Nausea and Vomiting of Pregnancy. In : American Family Physician 2003; 68(1):pp.121-8.
  4. Sheehan P. Hyperemesis Gravidarum : Assessment and Management. In : Australian Family Physician 2007;36(9):pp.698-701.
  5. Verberg M F G, Gillott D J, Al-Fardan N, Grudzinskas J G. Hyperemesis gravidarum, a literature review. In : Human Reproduction Update 2005;11(5):pp. 527–39.
  6. Neill A M, Piercy N C. Hyperemesis gravidarum. In : Royal College of Obstetricians and Gynaecologists 2003;5:pp.204–7.
  7. Schoenberg F P. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum. Available from: www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. (Accesed: 21 Januari 2010).
  8. Progestian P, Indarti J, Nuranna L.  Diagnosis dan Pengobatan Rasional Hiperemesis Gravidarum. Maj Obstet Ginekol Indones 2002; 26(2): 97-104
  9. Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum. Available from: http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. Accessed: October 1st, 2005
  10. Prosedur tetap  ginekologi RSUP Sanglah Denpasar 2004.


Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul HIPEREMESIS GRAVIDARUM. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://theherijournals.blogspot.com/2013/01/hiperemesis-gravidarum.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - 3/07/2013

Belum ada komentar untuk "HIPEREMESIS GRAVIDARUM"

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda disini :)

Entri Populer

Blog Teman

Komentar Kita