LAPORAN KASUS
KECELAKAAN LALU LINTAS
Oleh:
Heri Wahyudi 0702005065
Pembimbing:
dr. Henky, Sp. F
BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Perkembangan
teknologi transportasi yang meningkat pesat, telah menyebabkan
tingkat kecelakaan lalu lintas semakin tinggi. Akibat kemajuan teknologi,
disatu sisi menyebabkan daya jangkau dan daya jelajah transportasi semakin
luas, disisi lain menjadi penyebab kematian yang sangat serius dalam
beberapa dekade terakhir. Keadaan ini, semakin parah mengingat
kurangnyakesadaran masyarakat akan keselamatan lalu lintas, dan lamban atau
kurang tepatnya penanganganan korban akibat kecelakaan lalu lintas.1
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang mempengaruhi semua sektor kehidupan. Pada tahun 2002 diperkirakan
sebanyak 1,18 juta orangmeninggal karena kecelakaan. Angka kecelakaan ini merupakan
2,1% dari kematian global. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
terbanyak terjadinya cedera di seluruh dunia.1
Kecelakaan lalu lintas menempati urutan ke-9 pada disability
adjusted life years (DALYs) dan diperkirakan akan menempati peringkat ke-3 di
tahun 2020. Sedangkan di Negara berkembang urutan ke-28.2
Cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian dan
disabilitas (ketidakmampuan) secara umum terutama di Negara berkembang.3
Kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia menunjukan kecenderungan
yang meningkat, yaitu dari 1,0% pada tahun 1986, menjadi 1,5% pada tahun 1992,
1,9% pada tahun 1995, 3,5% pada tahun 1998 dan menjadi 5,7% di tahun 2001.4-5
Data dari Ditlantas Markas Besar Kepolisian RI
menunjukkan bahwa pada tahun 2009 terdapat 99.951 korban kecelakaan lalu
lintas dengan 18,46% (18.448 korban) meninggal.6 Di Indonesia,
sebahagian besar (70,0%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara
sepeda motor yang berusia produktif (15-55 tahun) dan berpenghasilan
rendah. Cedera kepala (33,2%) menempati peringkat pertama pada urutan
cedera yang dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas.7
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi8
2.1.1
Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan
adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak terduga
sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau kematian.
Kecelakaan lalu lintas dibagi atas “A motor-vehicle traffic accident” dan ”Non
motor-vehicle traffic accident´, “A motor-vehicle traffic accident” adalah setiap
kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya. “Non motor-vehicle traffic
accident”, adalah setiap kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan
pemakai jalan untuk transportasi atau untuk mengadakan perjalanan, dengan
kendaraan yang bukan kendaraan bermotor.
Berdasarkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan Tahun 2009 Bab I :- Pasal 1 Ayat (24), kecelakaan lalu
lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak di sangka-sangka dan
tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau pemakai jalan lainnya,
mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.
2.1.2
Visum et repertum
Rumusan
yang jelas tentang pengertian visum et repertum telah dikemukakan pada seminar
forensik medan pada tahun 1981 yaitu laporan tertulis untuk peradilan yang
dibuat dokter berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan pada waktu menerima
jabatan dokter, yang memuat pemberitaan tentang segala hal atau faktayang
dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia yang diperiksadengan
pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya dan pendapat mengenaiapa yang
ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat
dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian
kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani
ilmu dokter dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum dapat
diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi
hukum dapat menerapkannorma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut
tubuh dan jiwa manusia.
2.1.2.1
Klasifikasi Visum et repertum
Berdasarkan
materi yang diperiksa dan pemeriksaan yang mendasarinya,dikenal pengelompokan
visum
et repertum sebagai berikut :
1. Visum et repertum psikiatrik
2. Visum et repertum fisik
a. Visum et repertum jenazah, dapat dibedakan atas :
- Visum
dengan pemeriksaan luar
- Visum
dengan pemeriksaan luar dan dalam.
b. Visum et repertum korban hidup, dapat dibedakan atas :
- Visum et
repertum perlukaan atau kecederaan
- Visum et
repertum keracunan
- Visum et
repertum kejahatan seksual
2.1.2.2
Prosedur Pengadaan Visum et repertum Jenazah
Prosedur
permintaan visum et repertum korban mati telah diatur dalam pasal 133 dan 134
KUHAP yaitu dimintakan secara tertulis, mayatnya harus diperlakukan dengan
baik, disebutkan dengan jelas pemeriksaan yang diminta, dan mayat diberi label
yang memuat identitas yang diberi cap jabatan dan diletakkan ke bagian tubuh
mayat tersebut. Pemeriksaan terhadap mayat harus dilakukan selengkap mungkin
dan hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam bentuk visum et repertum
yang harus dapat dianggap sebagai salinan dari mayat tersebut.
Pemeriksaan kedokteran forensik terhadap mayat sebenarnya
bersifat Obligatory atau keharusan yang tidak boleh dicegah. Pemberian
informasi yang jelas tentang maksud, tujuan, dan cara pemeriksaan mayat serta
manfaatnya kepada keluarga korban diharapkan akan dapat menghindarkan
kesalahpahaman antara pihak penyidik dengan pihak keluarga korban. Namun apabila
jalan damai ini tidak dapat ditempuh, maka pemeriksaan mayat tetap dapat
dilaksanakan secara paksa dan dapat dengan menerapkan pasal 222 KUHP.
2.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas8
Ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan lalu lintas, antara lain:
1. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang
paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului
dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena
sengaja melanggar,ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak
melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu.
2. Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering
terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana seharusnya,
kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah
aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan
sangat terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap
kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan
kendaraandiperlukan, di samping itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian
kendaraan bermotor secara teratur.
3. Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan
perencanaan jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, ada
tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan
yang rusak/berlubang sangatmembahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai
sepeda motor.
4. Faktor lingkungan
Hari hujan juga mempengaruhi unjuk
kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi
lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa
bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi
lebih pendek.Asap dankabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di
daerah pegunungan.
2.3
Perlukaan8
2.3.1
Definisi Perlukaan
Pengertian
medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya kontinuitas jaringan
yang disebabkan karena adanya kekuatan dari luar.
2.3.2
Jenis Perlukaan
Jenis
luka dapat dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu: luka akibat kekerasan tajam,
dan kekerasan tumpul.
A. Kekerasan tajam
Ciri-ciri umum dari luka akibat
benda tajam adalah sebagai berikut:
-
Garis
batas luka biasanya teratur, tepinya rata, dan sudutnya runcing
-
Bila
ditautkan akan menjadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan, tidak
menghancurkan jaringan) dan membentuk garis lurusatau sedikit lengkung.
-
Tebing
luka rata dan tidak ada jembatan jaringan.
-
Daerah
di sekitar garis batas luka tidak ada memar.
B. Kekerasan tumpul
Jenis luka yang ditimbulkan akibat
kekerasan tumpul adalah luka memar, luka lecet, dan luka robek/terbuka:
Luka memar adalah perdarahan jaringan bawah kulit akibat
pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul. Letak,
bentuk dan luas memar dipengaruhi oleh besarnya kekerasan, jenis benda,
penyebab, kondisi dan jenisjaringan, usia, jenis kelamin, corak dan warna
kulit, kerapuhan pembuluh darah serta penyakit yang diderita. Bila kekerasan tumpul
mengenai jaringan longgar seperti didaerah mata, leher atau pada bayi dan orang
usia lanjut, maka memar cenderung lebih luas. Adanya jaringan ikat longgar
memungkinkan berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah akibat gravitasi.
Informasi mengenai bentuk benda tumpul dapat diketahui jika ditemukan
“perdarahan tepi”. Pada “perdarahan tepi”, perdarahan tidak dijumpai pada
lokasi yang tertekan, tetapi perdarahan akan menepi sehingga
bentuk perdarahan sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang yang
berdekatan/cetakan negatif.
Memar biasanya merupakan cedera ringan, karena sangat jarang
memar dapat menyebabkan keadaan yang fatal. Bentuk dan ukuran memar dapat
menunjukkan jenis dan derajat kekerasan yang dialami. Usia dari memar tersebut
juga bisa diperkirakan, sehingga dengan demikian juga dapat memperkirakan saat
terjadinya cedera.
Luka lecet merupakan luka kulit yang superfisial akibat
cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan
kasar atau runcing.Walaupun kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat
memberikan petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat
dalam tubuh. Pada luka robek yang merupakan luka terbuka yang terjadi akibat
kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot. Ciri
luka robek adalah tidak beraturan,tepi tidak rata, akar rambut tampak hancur
atau tercabut bila kekerasannya di daerahyang berambut, sering tampak luka
lecet memar di sekitar luka. Pada kecelakaan lalu lintas, terjadinya perlukaan
dapat saja disertai dengan patah tulang, baik patahtulang tertutup atau pun
patah tulang terbuka.
2.3.3
Lokasi dan Mekanisme Perlukaan
Lokasi
perlukaan adalah lokasi dimana terjadinya luka akibat kecelakaan lalu lintas
yang meliputi daerah kepala, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, tubuh
bagiandepan, dan tubuh bagian belakang.
Fakta fisika dasar dapat menjelaskan pola perlukaan yang
kompleks karena kecelakaan lalu lintas:
1. Trauma jaringan disebabkan karena
adanya perbedaan dari pergerakan. Pada kecepatan yang konstan, dengan kecepatan
yang berbeda, tidak akan menimbulkaan efek apapun seperti pada perjalanan luar
angkasa atau rotasi bumi. Adanya perbedaan perpindahan gerak, dapat menyebabkan
peristiwatraumatis yaitu, akselerasi dan deselerasi.
2. Perbedaan ini diukur dengan gaya
gravitasi atau umum disebut G force. Jumlah dimana tubuh manusia dapat
mentoleransi sangat bergantung pada arah datangnya gaya tersebut. Deselerasi
dengan kekuatan 300G bisa tidak menimbulkan cedera dan dalam jangka waktu
yang pendek gaya 2000G pun masih bisa tidak menimbulkan cedera, bila datangnya
gaya tepat pada sudut yang tepat pada sumbu panjang tubuh. Tulang frontal dapat
menahan gaya 800G tanpa fraktur dan mandibula 400G, demikian juga dengan rongga
thoraks.
3. Selama akselerasi maupun deselerasi
jumlah trauma jaringan yang dihasilkan tergantung dari gaya yang bekerja per
unit area, perumpamaan seperti pisau yang tajam akan menembus lebih mudah
daripada yang tumpul dengan gaya yang sama. Jika sebuah pengendara mobil
diberhentikan tiba-tiba dari kecepatan 80 km/jam dan 10 cm2 luas
dari kepala membentur kaca depan kerusakan akan lebih parah dibandingkan dengan
gaya yang sama dan tersebar 500 cm2 sepanjang sabuk pengaman.
4. Pada benturan dari arah frontal,
tidak mungkin kendaraan langsung berhenti sempurna, walaupun menabrak struktur
yang sangat besar dan tidak bergerak. Kendaraan itu akan berubah bentuk dan
mengurangi gaya deselerasi dan mengurangi G force yang akan diterima dari
penumpang kendaraan.
5. Nilai dari G forces dapat dihitung
dengan rumus G = C ( V2 )/D, dimana V=kecepatan (km/jam), D jarak stop dimulai
dari waktu benturan (m), dan C adalah konstanta 0.0039.
2.4
Perlukaan dan Kematian dalam Kecelakaan Lalu Lintas8
Kematian
dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari tabrakan atau
benturan dari kendaraan. Secara imajinatif semua model dari sarana transportasi
mempunyai kemampuan untuk menyebabkan kematian atau kecacatan.
Kematian karena kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi
empat kategori tergantung dari arah terjadinya benturan pada kendaraan, antara
lain :
1. Arah depan
Ini adalah paling umum, yang
kejadiannya kira-kira mencapai 80% dari semua kecelakaan lalu lintas. Tabrakan
dari arah depan terjadi bila dua kendaraan/orang bertabrakan yang mana keduanya
arah kepala, atau bagiandepan dari kendaraan menabrak benda yang tidak
bergerak, seperti tembok, ataupun tiang listrik. Sebagai akibat dari energi
gerak, penumpang darikendaraan bermotor akan terus melaju (bila tidak memakai
sabuk pengaman pada pengguna mobil). Pola dan lokasi luka akan tergantung dari
posisi saat kecelakaan.
2. Arah samping (lateral)
Biasanya terjadi di persimpangan
ketika kendaraan lain menabrak dari arah samping, ataupun mobil yang
terpelintir dan sisinya menghantam benda tidak bergerak. Dapat terlihat
perlukaan yang sama dengan tabrakan dari arah depan, bila benturan terjadi pada
sisi kiri dari kendaraan, pengemudi akan cenderung mengalami perlukaan pada
sisi kiri, dan penumpang depan akan mengalami perukaan yang lebih sedikit
karena pengemudi bersifat sebagai bantalan. Bila benturan terjadi pada sisi
kanan, maka yang terjadi adalah sebaliknya, demikian juga bila tidak ada
penumpang.
3. Terguling
Keadaan ini lebih mematikan (lethal)
dibandingkan tabrakan dari samping, terutama bila tidak dipakainya pelindung kepala
(helm), terguling di jalan, sabuk pengaman dan penumpang terlempar keluar
mobil. Beberapa perlukaan dapat terbentuk pada saat korban mendarat pada
permukaan yang keras, pada beberapa kasus, korban yang terlempar bisa ditemukan
hancur atau terperangkap di bawah kendaraan. Pada kasus seperti ini penyebab
kematian mungkin adalah traumatic asphyxia
4. Arah belakang
Pada benturan dari arah belakang,
benturan dikurangi atau terserap oleh bagian bagasi dan kompartemen penumpang
belakang (pada pengguna mobil), yang dengan demikian memproteksi penumpang
bagian depan dari perlukaan yang parah dan mengancam jiwa.
2.5 Trauma Mata
Trauma mata adalah tindakan sengaja
maupun tidak yang menimbulkan perlukaanmata. Trauma mata merupakan kasus gawat
darurat mata, Perlukaan yangditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkankehilangan mata. Alat rumah tangga dan resiko dalam
pekerjaan seringmenimbulkan perlukaan atau trauma mata.9
Macam-macam bentuk trauma:9
A. Mekanik
1. Trauma Tumpul, misalnya terpukul,
kena bola tenis, atau shutlecock,membuka tutup botol tidak dengan alat,
ketapel.
2. Trauma tajam, misalnya pisau dapur,
gunting, garpu, serpihan keramik, bahkan peralatan tukang.
3. Trauma Peluru, merupakan kombinasi
antara trauma tumpul dan traumatajam, terkadang peluru masih tertinggal didalam
bola mata. Misalnya peluru senapan angin, dan peluru karet.
B. Khemis
1. Trauma Khemis basa, misalnya sabun
cuci, sampo, bahan pembersihlantai, kapur, lem (perekat).
2. Trauma khemis asam, misalnya cuka,
bahan asam-asam dilaboratorium,gas air mata.
C. Fisis
1. Trauma termal, misalnya panas api,
listrik, sinar las, sinar matahari.
2. Trauma bahan radioaktif, misalnya
sinar radiasi bagi pekerja radiologi
2.5.1
Trauma
Palpebra
Trauma merupakan penyebab umum
kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, kelompok usia ini mengalami
sebagian besar cederamata yang parah. Trauma mata yang berat dapat menyebabkan
cedera multiple pada palpebra, bola mata dan jaringan lunak orbita. Pada
kelompok usia dewasa, trauma pada mata sering terjadi karena risiko pekerjaan,
terutama pekerja lapangan atau pabrik. Tingkat penggunaan alat pelindung
diri (APD) yang rendah saat bekerja dinilai merupakan faktor tersering terkena
trauma mata.10
Untuk
menatalaksana trauma pada mata, khusunya dalam kasus ini adalah
pada bagian palpebra, perlu dilakukan anamnesa terlebih dahulu. Anamnesa
harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah
cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat
atau berawitan mendadak. Riwayat trauma juga harus ditanyakan guna
memperkirakan kedalaman dari trauma, atau kemungkinan adanya infeksi , benda
asing, serta jenis trauma yang didapat.10
Pemeriksaan
fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan.
Apabila terdapat gangguan penglihatan yang parah, maka diperiksa proyeksi
cahaya, diskriminasi dua-titik, dan adanya defek pupil aferen.
Diperiksa juga motalitas mata dan sensasi kulit periorbita, dan lakukan
palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan
bedside, adanya enoftalmos dapat ditentukan dengan melihat profil kornea dari
atas alis. Apabila tidak tersedia slit lamp di ruang darurat, maka senter, kaca
pembesar, atau oftalmoskop langsung pada +10 (nomor gelap) dapat digunakan
untuk memeriksa adanya cedera di permukaan tarsal kelopak dan segmen anterior.11
Permukaan
kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka, dan abrasi. Dilakukan
inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya perdarahan, benda asing,
atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat.
Ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan
dengan mata yang lain untuk memastikan apakah ada defek pupil aferen pada mata
yang cedera. Apabila bola mata tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva palpebra,
dan forniks dapat diperiksa lebih teliti. Pada kasus trauma mata, mata yang
tidak cedera pun harus diperiksa dengan teliti.11
Trauma
tumpul dapat mengakibatkan beberapa kemungkinan kerusakan, antara lain
kerusakan langsung pada sel dan jaringan, perubahan vascular, dan
laserasi jaringan. Laserasi palpebra dapat menyebabkan ruptur canaliculi
lakrimalis, dan ruptur ligamentum palpebra. Pada pasien ini, didapatkan luka
robek pada palpebra inferior sinistra bagian media dengan panjang +3 cm.10
2.5.2
Penatalaksanaan9
Pada luka laserasi kelopak mata,
apabila terdapat benda berbentuk partikel, maka harus dikeluarkan terlebih
dahulu untuk mengurangi terbentuknya jaringan parut pada kulit. Luka
kemudian diirigasi dengan salin dan ditutup dengan suatu salep antibiotik dan
kasa steril. Jaringan yang terlepas dibersihkan dan dilekatkan kembali. Karena
vaskularitas kelopak yang sangat baik, maka besar kemungkinannya tidak
terjadi nekrosis iskemik. Laserasi partial-thickness pada kelopak mata yang
tidak mengenai batas kelopak dapat diperbaiki secara bedah, sama seperti
laserasi lainnya. Nanum laserasi full-thickness kelopak yang mengenai batas
kelopak harus diperbaiki secara hati-hati untuk mencegah penonjolan tepi
kelopak dan trikiasis.
2.6
Trauma Cedera Kepala12
Trauma
kepala umum terjadi pada anak pada umur berapapun. Penyebab trauma kepala ini
antara lain jatuh, kecelakaan saat berolahraga, kecelakaan lalu lintas, dan
trauma bukan karena kecelakaan.
2.6.1 Pemeriksaan12
Lakukan
primary survey dan pastikan jalan napas, tulang servikal, pernapasan dan
sirkulasi anak dalam keadaan aman. Segera periksa status mental anak dengan
meggunakan skala AVPU. Gunakan penekanan pada supraorbital yang cukup keras
sebagai rangsang nyeri.
- A Alert (sadar)
- V Responds to voice (berespon terhadap suara)
- P
- Responds to pain (berespon terhadap nyeri)
- Purposefully
Non-purposefully - Withdrawal/flexor response
Extensor response - U Unresponsive (tidak berespon)
Nilai
ukuran pupil, sama tidaknya dan reaktivitasnya, dan cari tanda-tanda neurologis
fokal lainnya.
Lakukan secondary survey untuk melihat secara spesifik pada:13
Lakukan secondary survey untuk melihat secara spesifik pada:13
- Leher dan tulang servikal – deformitas, nyeri, spasme otot
- Kepala – lecet di kulit kepala, laserasi, pembengkakan, nyeri, Battles
- Mata – ukuran pupil, ekualitas dan reaktivitas, funduskopi
- Telinga – darah di belakang gendang telinga, kebocoran LCS
- Hidung – deformitas, pembengkakan, perdarahan, kebocoran LCS
- Mulut – trauma gigi, trauma jaringan lunak
- Patah tulang wajah
- Fungsi motorik – periksa alat gerak untuk melihat adanya refleks dan kelemahan sesisi
- Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma Score
- Pertimbangkan kemungkinan adanya trauma non-kecelakaan selama secondary survey terutama pada bayi dengan trauma kepala
2.6.2 Tatalaksana
1. Trauma kepala ringan: 14
- Tidak kehilangan kesadaran
- Satu kali atau tidak ada muntah
- Stabil dan sadar
- Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
- Pemeriksaan lainnya normal
Anak-anak
ini dapat dipulangkan dari Gawat Darurat untuk kemudian dirawat oleh orang
tuanya. Jika terdapat keraguan apakah telah terjadi hilangnya kesadaran atau
tidak, anggap telah terjadi dan tatalaksana sebagai trauma kepala sedang.
Pastikan orang tua mendapatkan instruksi yang jelas mengenai tatalaksana anak
mereka di rumah terutama untuk segera kembali ke rumah sakit jika anak:13
- menjadi tidak sadar atau sulit dibangunkan
- menjadi bingung
- mengalami kejang
- timbul sakit kepala menetap
- berulang kali muntah
- keluar darah atau cairan dari hidung atau telinga
2. Trauma kepala sedang: 14
- Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
- Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
- Dua atau lebih episode muntah
- Sakit kepala persisten
- Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
- Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
- Pemeriksaan lainnya normal
Jika
berdasarkan anamnesis dari keluarga atau petugas ambulans, anak tidak mengalami
penurunan secara neurologis maka anak dapat diobservasi di IGD selama 4 jam
dengan observasi tiap 30 menit (kesadaran, nadi, frekuensi napas, tekanan
darah, pupil, dan kekuatan motorik). Anak dapat dipulangkan jika terdapat
perbaikan selama 4 jam menjadi dalam keadaan sadar dan tidak terdapat muntah.
Sakit kepala persisten, hematoma yang besar, atau luka penetrasi dapat
membutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Jika anak masih mengantuk atau muntah
atau bila terdapat perburukan selama 4 jam, diskusikan dengan ahli bedah saraf
untuk rawat inap dan penyelidikan lebih lanjut.
3. Trauma kepala berat: 14
- Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
- Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
- Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
- Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
- Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
- Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
- Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
- Trauma kepala yang berpenetrasi
- Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma)
Tata laksana awal trauma kepala berat:15
Mencegah
kerusakan otak sekunder dengan mempertahankan jalan napas yang paten, ventilasi
dan oksigenasi adekuat, dan menghindari hipotensi. Imobilisasi tulang servikal
harus dipertahankan bahkan apabila foto lateral tulang servikal normal.
Pastikan intervensi bedah saraf dan ICU sejak dini. Dengan konsultasi bersama
ahli bedah saraf pertimbangkan untuk menurunkan tekanan intrakranial:
- Naikkan kepala 20-30° (hanya setelah syok dikoreksi)
- Ventilasi sampai pCO2 35mmHg
- Pertimbangan pemberian mannitol 0.5-1g/kg IV
- Pastikan tekanan darah adekuat
Kontrol
kejang. Lakukan CT scan kepala segera. Berdasarkan National Institute for
Health and Clinical Excellence, CT scan kepala dilakukan jika terdapat satu
atau lebih keadaan di bawah ini:
- Kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit
- Tidak dapat mengingat kejadian sebelum atau sesudah trauma dan berlangsung lebih dari 5 menit
- Mengantuk yang tidak lazim
- Mual tiga kali atau lebih sejak trauma
- Kemungkinan kerusakan yang timbul perlahan
- Kejang setelah trauma (jika anak tidak menderita epilepsi)
- GCS kurang dari 14 atau kurang dari 15 untuk bayi kurang dari 1 tahun, ketika pertama kali diperiksa di IGD
- Tanda-tanda yang menunjukkan tengkorak menekan otak
- Tanda-tanda fraktur basis cranii (misal, mata panda’)
- Luka lecet, bengkak, atau robekan di kepala >5cm pada bayi di bawah 1 tahun
- Mengalami kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi
- Jatuh dari ketinggian lebih dari 3 meter
- Terluka oleh benda atau sesuatu dengan kecepatan tinggi
Cedera kepala bisa
menyebabkan memar atau robekan pada jaringan otak maupun pembuluh darah di
dalam atau di sekitar otak, sehingga terjadi perdarahan dan pembengkakan di
dalam otak. Cedera yang menyebar menyebabkan sel-sel otak membengkak sehingga
tekanan di dalam tulang tengkorak meningkat. Akibatnya anak kehilangan kekuatan
maupun sensasinya, menjadi mengantuk atau pingsan. Gejala-gejala tersebut
merupakan pertanda dari cedera otak yang berat, dan kemungkinan akan
menyebabkan kerusakan otak yang permanen sehingga anak perlu menjalani
rehabilitasi.16
Jika pembengkakan
semakin memburuk, tekanan akan semakin meningkat sehingga jaringan otak yang
sehatpun akan tertekan dan menyebabkan kerusakan yang permanen atau kematian. Pembengkakan
otak dan akibatnya, biasanya terjadi dalam waktu 48-72 jam setelah terjadinya cedera.
Suatu komplikasi yang serius tetapi relatif jarang terjadi adalah perdarahan
diantara lapisan selaput yang membungkus otak atau perdarahan di dalam otak:16
- Hematoma epidural adalah suatu perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaputnya/duramater. Perdarahan ini terjadi akibat kerusakan pada arteri atau vena pada tulang tengkorak. Perdarahan menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam otak sehingga lama-lama kesadaran anak akan menurun.
- Hematoma subdural adalah perdarahan dibawah duramater, biasanya disertai dengan cedera pada jaringan otak. Gejalanya berupa rasa mengantuk sampai hilangnya kesadaran, hilangnya sensasi atau kekuatan dan pergerakan Abnormal (termasuk kejang).
- Hematoma intraventrikuler (perdarahan di dalam rongga internal/ventrikel), hematoma intraparenkimal (perdarahan di dalam jaringan otak) maupun hematoma subaraknoid (perdarahan di dalam selaput pembungkus otak), merupakan pertanda dari cedera kepala yang berat dan biasanya menyebabkan kerusakan otak jangka panjang.
2.7
Pemeriksaan Forensik Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas8
Pada
kematian yang berhubungan dengan sarana transportasi, pemeriksaan postmortem
dilakukan untuk beberapa alasan :
-
Untuk
secara positif menegakkan identitas dari korban, terutama bila jenazah telah
terbakar habis, atau termutilasi.
-
Untuk
menentukan sebab kematian dan apakah kematian disebabkan kesalahan atau
kecacatan sarana transportasi. Untuk menentukan seberapa luas luka yang
diterima.
-
Untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan yang dapat menyebabkan kecelakaan
tersebut, seperti infark miokardial atau keracunan obat.
-
Untuk
mendokumentasikan penemuan untuk kemungkinan penggunaannya yang mengarah kepada
penegakkan keadilan.
Bukti-bukti sisa dapat ditemukan pada kecelakaan kendaraan
bermotor, danpada kasus-kasus tertentu harus dikumpukan sebagai barang bukti.
Barang bukti inidapat menjadi penting selanjutnya bila posisi dari penumpang
dari kendaraan bermotor pada waktu terjadinya benturan dipertanyakan. Bukti
sisa ini dapat ditemukan di dalam kendaraan ataupun pada tubuh korban.
Pencarian bukti dapatdilakukan antara lain :
a. Dalam kendaraan
Carilah
rambut, darah, ataupun sobekan baju ataupun rambut dari penumpang yang
tertinggal pada pecahan kaca, gagang pintu/kenop, atau permukaan yang dimana
terjadi benturan.
b. Pada tubuh korban
Carilah
tempelan cat, fragmen kaca, ataupun bagian dari kendaraan yang bisa tertanam
pada luka.
Toksikologi juga seharusnya dilakukan baik pada pengemudi
maupun penumpang pada kecelakaan lalu lintas. Analisa ini haruslah mencakup
pemeriksaan untuk alkohol, karbon monoksida (CO), obat-obatan, dan narkotika.
Beberapa kecelakaan lalu lintas disebabkan karena tindakan bunuh diri (suicidal
action). Beberapa bukti yang menyokong (corroborating evidences) keadaan bisa
ditemukan pada kasus seperti ini, seperti:
a. Korban biasanya mempunyai sejarah
percobaan bunuh diri ataupun mengidap penyakit mental.
b. Bukti pada tubuh korban yang
menyokong dapat ditemukan, seperti luka lama maupun baru, irisan pada
pergelangan, ataupun mengkonsumsi obat-obatan pada dosis letal. Dan pada
beberapa kasus, individu akan menembak dirinya sendiri di dada ataupun dikepala
sewaktu mengendarai kendaraan.
c. Investigasi pada tempat kejadian
perkara (TKP) tidak memperlihatkan adanya bukti-bukti ataupun adanya saksi yang
mendukung.
d. Kendaraan bisa sudah keluar dari
jalur dan dikemudikan langsung menuju kepada benda yang tidak bergerak, ataupun
sangat jarang ke arah kendaraan dari arah berlawanan.
e. Bukti lain yang dapat ditemukan
seperti adanya batu ataupun objek yang besar diletakkan di bawah injakan
rem kendaraaan.
Bila tabrakan dari kendaraan menyebabkan kebakaran, dan bila
tubuh terbakar, segala upaya haruslah dilaksanakan untuk mengidentifikasi
jenazah yang terbakar.
2.8
Aspek medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas17
Dengan
telah disahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan jalan yang terdiri dari 22 bab dan 326
pasal, diharapkan dapat mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan
ekonomi dan pengembangan wilayah;.
2.8.1
Kewajiban dan Tanggung Jawab17
2.8.1.1
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau
Perusahaan Angkutan
Pasal 234
(1)
Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik
barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.
(2)
Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum
bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian
atau kesalahan Pengemudi.
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku jika:
a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
b.
disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau
c.
disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan
pencegahan.
Pasal 235
(1)
Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan
Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya
pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara
pidana.
(2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
(2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Pasal 236
(1) Pihak yang menyebabkan
terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 wajib
mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.
(2) Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.
(2) Kewajiban mengganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.
Pasal 237
(1) Perusahaan Angkutan Umum wajib
mengikuti program asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggung jawabnya atas
jaminan asuransi bagi korban kecelakaan.
(2) Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan orang yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan.
2.8.1.2 Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pasal 238
(1) Pemerintah menyediakan dan/atau memperbaiki pengaturan, sarana, dan Prasarana Lalu Lintas yang menjadi penyebab kecelakaan.
(2) Pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas.
Pasal 239
(1) Pemerintah mengembangkan program asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.8.2 Hak Korban17
Pasal 240
Korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak mendapatkan:
a. pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah;
b. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan
c. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.
Pasal 241
Setiap korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak memperoleh pengutamaan pertolongan pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan orang yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan.
2.8.1.2 Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah
Pasal 238
(1) Pemerintah menyediakan dan/atau memperbaiki pengaturan, sarana, dan Prasarana Lalu Lintas yang menjadi penyebab kecelakaan.
(2) Pemerintah menyediakan alokasi dana untuk pencegahan dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas.
Pasal 239
(1) Pemerintah mengembangkan program asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.8.2 Hak Korban17
Pasal 240
Korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak mendapatkan:
a. pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas dan/atau Pemerintah;
b. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan
c. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.
Pasal 241
Setiap korban Kecelakaan Lalu Lintas berhak memperoleh pengutamaan pertolongan pertama dan perawatan pada rumah sakit terdekat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
III
LAPORAN
KASUS
3.1 Deskripsi
IDENTITAS
Nama penderita : MYS
Umur : 8 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Br. Kecag Palung, Seraya Tengah
Masuk RS : 20 Agustus
2011
Seorang anak laki-laki, dengan inisial MYS,
berumur delapan tahun, datang ke UGD RSUP Sanglah, keluhan utama tidak sadarkan
diri. Pasien datang dalam keadaan tidak sadar setelah mengalami kecelakaan lalu
lintas lebih kurang dua jam sebelum masuk Rumah Sakit. Ada riwayat muntah. Kejadiannya
pasien menyeberang lalu lintas lalu ditabrak sepeda motor, penegndara sepeda
motor melarikan diri. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 Agustus 2011
sekitar pukul 20.30 Wita. Telah dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 20
Agustus 2011 pada pukul 20.40 WITA
dengan hasil :
3.2 Pemeriksaan
Pemeriksaan
Fisik
Status
Generalis
1. Pakaian
: pasien datang berpakaian baju kaos lengan pendek berwarna hijau, dan celana pendek
berwarna putih dan merah.
2. GCS
: E2V2M5
3. Tekanan
Darah : 90/70 mmHg
4. Nadi
: 130x/menit
5. Respirasi
: 28x/menit
6. Mata
: injury orbita dekstra, conjungtival hyperemia positif
7. Hidung
: dalam batas normal
8. Mulut
: dalam batas normal
9. Telinga
: dalam batas normal
10. Thorax
: dalam batas normal
11. Abdomen
: dalam batas normal
12. Kemaluan
: tidak dievaluasi
13. Anus
: tidak dievaluasi
2/60 Visus Tidak dapat
dievaluasi
Normal Palpebra Rupture (+)
Tenang Konjungtiva Khemosis (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat,
Reguler, RP (+) Iris/Pupil Bulat, Reguler, RP (+)
Jernih Lensa Jernih
Hasil
Pemeriksaan Laboratorium
20 Agustus 2011
WBC :
25,5 (5-10 ribu u/l)
RBC : 4,45 (4,5-5,5 juta/ul)
Hb : 12,0 gr/dl (13-16 g/dl)
RBC : 4,45 (4,5-5,5 juta/ul)
Hb : 12,0 gr/dl (13-16 g/dl)
Hct :
35,8 (40-54 %)
PLT : 739 (150-400 ribu/ul)
SGOT : 30,5 (5-40 u/l)
SGPT : 16,0 (5-41 u/l)
Alb : 4,41 (3,8-5,0 gr%)
BUN : 11,0 (15-40 mg/dl)
SC : 0,42 (0,5-1,5 mg/dl)
GDS : 165 mg/dl (70-200 mg/dl)
Na : 143 (135-145 meq/L)
K : 3.15 (3,5-5,1 meq/L)
Masalah :
- SSP : Cedera Kepala Sedang dan Brain Swelling, GCS E2V2M5
- Leukositosis
Anastesi
Pasien merupakan
pasien dengan resiko tinggi untuk dilakukan tindakan. Bila tindakan urgent/cito
maka akan kami bantu untuk tindakan anastesi dengan resiko tinggi. Mohon KIE
keluarga, lengkapi puasa dilanjutkan sampai dengan tindakan dilanjutkan.
Berdoa
3.3 Follow Up
21 Agustus 2011
Evaluasi
preanastesi
Diagnosis : CKS + Brain Swelling + Ruptur Palpebra
superior OS et Inferior Full thickness + Ruptur canaliculi superior et inferior
Terapi : Repair rupture dengan GA
Anamnesis (21
Agustus 2011)
- Pasien rujukan puskesmas abiansemal dengan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaaan lalu-lintas sekitar 2 jam sebelum masuk rumah sakit, riwayat terbentur kepala tidak diketahui, ada pingsan dan muntah.
- MOI: pasien hendak menyeberang lalu ditabrak sepeda motor, pengendara sepeda motor melarikan diri.
- Riwayat penyakit sistemik: hipertensi dan diabetes mellitus disangkal, ada asma sejak umur 3 tahun kumat hanya sekali 5 tahun yang lalu sampai masuk rumah sakit 7 hari.
- Riwayat alergi obat disangkal
- Riwayat operasi sebelumnya disangkal
- Makan dan minum terakhir pukul 18.00 WITA (20 Agustus 2011).
Pemeriksaan
fisik
Primary survey
Aà Clear
Bà Spontan (24 kali/menit)
Cà Dada simetris
Tekanan Darah : 90/70 mmHgà grojog RL
Nadi
: 130 kali/menit
Dà Unresponsive
Secondary survey
B1à E2V2M5, mata
RP (+/tde)
B2à RR 24 kali/menit, vesicular +/+, Rh
-/-, Wh -/-
B3à S1S2 tgl reg, mur
(-)
B4à Distensi (-), BU (+) Normal
B5à BAK (+) spontan
B6à Leher dbn
Follow Up
22 Agustus 2011
2/60 Visus Tidak dapat dievaluasi
Normal Palpebra Luka terawat (+)
Tenang Konjungtiva Khemosis (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat,
Reguler, RP (+) Iris/Pupil Bulat, Reguler, RP (+)
Jernih Lensa Jernih
A: Os post
repair rupture palpebra superior et inferior full thickness + rupture
canaliculi superior
Terapi:
- Gentamicin EO
- Koordinasi divisi plastic dan rekonstruksi
- Koordinasi divisi neuro ophthalmology
Bedah Saraf
S : Nyeri pada mata kiri (+), kepala
(+), muntah sekali
O : A: Lapang
B: Spontan, RR: 16 kali/menit
C: Nadi: 112 kali/menit
D: GCS: E2V4M6
Mata: an -/tde, RP +/tde
Kesan lateralisasi (-)
A : CKS + Brain swelling
Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% - 16 tpm
- Ceftriaxone
- Ranitidine
- Ondacentron
- Keterolac
- Piracetam
- Observasi GCS
Follow Up
23 Agustus 2011
Mata
Normal Palpebra Luka terawat (+)
Tenang Konjungtiva Khemosis (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Dalam COA Dalam
Bulat,
Reguler, RP (+) Iris/Pupil Bulat, Reguler, RAPD (+)
Jernih Lensa Jernih
A: Os post
repair rupture palpebra superior et inferior full thickness + rupture
canaliculi superior
Terapi:
- Gentamicin EO
- Methylprednisolon
- Methycobal
- Antasida
- Vitamin C
Bedah Saraf
S : Nyeri pada mata kiri (+), kepala
(+), muntah sekali
O : A: Lapang
B: Spontan
C: Nadi: 110 kali/menit
D: GCS: E2V4M6
Mata: an -/tde, RP +/tde
Kesan lateralisasi (-)
A : CKS + Brain swelling
Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% - 16 tpm
- Ceftriaxone
- Ranitidine
- Ondacentron
- Keterolac
- Piracetam
- Observasi GCS
Follow Up
24 Agustus 2011
Mata
Normal Palpebra Luka terawat (+)
Tenang Konjungtiva Khemosis (+), CVI (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat,
Reguler, RP (+) Iris/Pupil Bulat, Reguler, RAPD (+)
Jernih Lensa Jernih
A: Os post
repair rupture palpebra superior et inferior full thickness + rupture
canaliculi superior
Terapi:
- Gentamicin EO
- Methylprednisolon
- Methycobal
- Antasida
- Vitamin C
Bedah Saraf
S : Nyeri pada mata kiri (+), kepala
(+), muntah sekali
O : A: Lapang
B: Spontan, RR: 18 kali/menit
C: Nadi: 110 kali/menit
D: GCS: E4V4M6
Mata: an -/tde, RP +/tde
Kesan lateralisasi (-)
A : CKS + Brain swelling
Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% - 16 tpm
- Ceftriaxone
- Ranitidine
- Ondacentron
- Keterolac
- Piracetam
- CT scan ulang
- Pindah ke Gadung
Observasi GCS
Follow Up
25 Agustus 2011
Mata
2/60 Visus NLP
Normal Palpebra Luka terawat (+)
Tenang Konjungtiva Khemosis (+), CVI (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat,
Reguler, RP (+) Iris/Pupil Bulat, Reg, middilatasi,
RAPD (+)
Jernih Lensa Jernih
A: Os post
repair rupture palpebra superior et inferior full thickness + rupture
canaliculi superior
Terapi:
- Gentamicin EO
- Methylprednisolon
- Methycobal
- Antasida
- Vitamin C
- Rencana pindah ke Gadung
Bedah Saraf
S : Nyeri pada mata kiri (+), kepala
(+), muntah sekali
O : A: Lapang
B: Spontan, RR: 20 kali/menit
C: Nadi: 100 kali/menit
D: GCS: E4V4M6
Mata: an -/tde, RP +/tde
Kesan lateralisasi (-)
A : CKS + Brain swelling
Terapi :
- IVFD NaCl 0,9% - 16 tpm
- Ceftriaxone
- Ranitidine
- Ondacentron
- Keterolac
- Piracetam
- CT scan ulang
Follow Up
26 Agustus 2011
Mata
2/60 Visus LP
Normal Palpebra Luka terawat (+)
Tenang Konjungtiva Khemosis (+), CVI (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat,
Reguler, RP (+) Iris/Pupil Bulat, Reg, middilatasi,
RAPD (+)
Jernih Lensa Jernih
A: Os post
repair rupture palpebra superior et inferior full thickness + rupture
canaliculi superior
Terapi:
- Rawat Luka
- Gentamicin EO
- Methylprednisolon
- Methycobal
- Vitamin C
Follow Up
27 Agustus 2011
Mata
2/60 Visus LP
Normal Palpebra Luka terawat (+)
Tenang Konjungtiva Khemosis (+), CVI (+)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA tde
Bulat,
Reguler, RP (+) Iris/Pupil Bulat, Reg, middilatasi,
RAPD (+)
Jernih Lensa Jernih
A: Os post
repair rupture palpebra superior et inferior full thickness + rupture
canaliculi superior
Terapi:
- Gentamicin EO
- Methylprednisolon
- Methycobal
- Antasida
- Vitamin C
- Rencana pindah ke Gadung
3.4 Deskripsi
Luka
1. Luka
terbuka pada kelopak mata atas kiri, 3 cm dari garis pertengahan depan tepat
pada sudut mata dalam, tepi luka tidak rata, sudut tumpul, dasar luka otot,
tidak dapat dirapatkan dengan ukuran 3 cm kali 1.5 cm.
2. Luka
terbuka pada kelopak mata bawah kiri, 3 cm dari garis pertengahan depan, 2 cm
dari sudut mata dalam, tepi luka tidak rata, sudut tumpul, dasar luka otot, tidak
dapat dirapatkan dengan ukuran 2 cm kali 1 cm.
Luka-luka yang
ditemukan merupakan luka derajat 2 yang disebabkan oleh kekerasan tumpul yang
menimbulkan penyakit atau halangan dalam pekerjaan, jabatan atau pencaharian
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1. Prosedur Medikolegal
Menurut Undang-Undang No.22 tahun 2009, dalam bab I
tentang ketentuan umum, pasal 1 ayat 24, Kecelakaan Lalu Lintas
adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja
melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan
korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Pada bab VII pasal 47 disebutkan bahwa lingkup jenis dan fungsi
Kendaraan pada Undang-Undang ini meliputi: kendaraan bermotor dan kendaraan
tidak bermotor. Kendaraan bermotor meliputi mobil penumpang, mobil bus, mobil
barang, dan kendaraan khusus. Kendaraan tidak bermotor meliputi kendaraan yang
digerakkan oleh tenaga orang lain dan kendaraan yang digerakkan oleh tenaga
hewan.
Selain itu, pada pasal 229 disebutkan Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan
atas: kecelakaan ringan adalah merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
kerusakan Kendaraan dan/atau barang; kecelakaan sedang adalah merupakan
kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau
barang; atau kecelakaan berat adalah merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
korban meninggal dunia atau luka berat. Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan
Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.
Kasus
Kecelakaan Lalu Lintas dipandang dari UU Lalu Lintas dan Angkutan Umum diproses dengan acara peradilan pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diatur pada pasal 273
sampai pasal 317. Pada kasus ini, pasien
datang ke rumah sakit diantar oleh orang tuanya dan pelaku yang menabrak
melarikan diri. Seandainya keluarga pasien melaporkan Kecelakaan
Lalu Lintas ini ke polisi maka polisi/penyidik dapat membuat surat permintaan
visum yang diserahkan ke dokter ahli forensik untuk dibuatkan Visum et Repertum
yang merupakan salah satu alat bukti yang sah menurut KUHP pasal 184 ayat 1 dan
dapat digunakan untuk membantu hakim dalam memutus perkara di pengadilan.
Visum et repertum
terhadap seseorang dibuat karena adanya kecurigaan orang tersebut sebagai
korban suatu tindak pidana, baik dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, penganiayaan, pembunuhan, pemerkosaan, maupun korban
meninggal yang pada pemeriksaan pertama polisi, terdapat kecurigaan adanya
tindak pidana. Permintaan keterangan ahli dalam hal ini VER oleh penyidik harus
dilakukan secara tertulis yang secara tegas diatur dalam pasal 133 KUHAP ayat
1. Yang berhak mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik (pasal 133
KUHAP ayat 1) dan penyidik pembantu (pasal 11 KUHAP). Yang termasuk kategori
penyidik berdasarkan KUHAP pasal 6 ayat (1) jo PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat
(1) adalah pejabat polisi Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh UU dengan
pangkat serendah rendahnya pembantu letnan dua.
Bila tidak terdapat
pejabat penyidik seperti di atas pada suatu kepolisian sektor, maka kepala
sektor yang berpangkat bintara bisa dikategorikan sebagai penyidik. Surat
permintaan keterangan ahli ditujukan kepada suatu instansi kesehatan/khusus,
bukan kepada individu. Adapun yang berhak membuat keterangan ahli yang
menyangkut tubuh manusia dokter ahli kedokteran forensik, dokter, dan ahli lainnya (pasal 133 KUHAP ayat
(1)). Yang dibuat oleh dokter forensik disebut keterangan ahli sedangkan yang
dibuat oleh ahli lainnya disebut surat keterangan.
4.2. Hasil Wawancara
Pada anamnesa,
diperoleh keterangan bahwa pasien menyeberang lalu lintas
lalu ditabrak sepeda motor, pengendara sepeda motor melarikan diri. Pemeriksaan didapatkan luka-luka terbuka seperti
disebutkan di atas pada kelopak mata atas dan bawah kiri pasien yang diduga akibat menabrak sepeda
motor. Jika di cocokkan dengan
keterangan dari pasien, luka-luka tersebut merupakan luka tabrak
yang mengarah ke
tubuh pasien. Berdasarkan keadaan
luka saat dilakukan pemeriksaan, didapatkan cedera pada otot. Sehingga pasien mengalami
halangan dalam melaksanakan pekerjaan,
jabatan atau pencahariannya.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari tinjauan pustaka tersebut di atas,
dapat diperoleh kesimpulan bahwa
pasien
dengan inisial MYS, luka-luka yang ditemukan merupakan luka derajat 2 yang
disebabkan oleh kekerasan tumpul yang menimbulkan penyakit atau halangan dalam
pekerjaan, jabatan atau pencaharian
5.2
Saran
Angka kecelakaan
lalu lintas semakin meningkat dari tahun ketahun, oleh karena itu diharapkan
seorang dokter dapat mengatahui dan memahami segala aspek yang terkait dengan
masalah kecelakaan lalu lintas dan bentuk-bentuk luka. Seorang dokter harus
teliti dalam memeriksa luka-luka yang terdapat dalam tubuh pasien karena dari
sebuah luka tersebut akan membantu penyidik mengungkap kasus tersebut baik
jenis perlukaan yang dialami korban dan bentuk benda penyebabnya yang digunakan
oleh pelaku.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Paden, Margi, et.al, World Report on
Traffic Injury Prevention, WHO,2004.
2. Coats TJ, Davies G.Prehospital care
for road traffic casualities. BrMed J.2002; 324:1135-1138.3.
3. World Health Organization. Statistic
of road traffic accident. Geneva: UN Publication, 2000.
4. Survei Kesehatan rumahtangga.
Jakarta. Badan Litbang Kesehatan, Depertemen Kesehatan RI;1995
5. Survei Kesehatan rumahtangga.
Jakarta. Badan Litbang Kesehatan, Depertemen Kesehatan RI;1998
6. KemenkesRI. 2007. Profil Kesehatan
Indonesia 2005. available at : depkes.go.id.
Diakses : 30 Agustus 2011
7. KemenkesRI. 2007. Profil Kesehatan
Indonesia 2009. available at : depkes.go.id.
Diakses : 30 Agustus 2011
8. Scribd.
KLL Forensik. Available at: http://www.scribd.com/doc/45757744/Bab-2-Kll-Forensik.
Diakses 30 Agustus 2011
9. Daniel. G. Vaughan, dkk: Oftalmologi
Umum, Edisi 14, hal. 380 ± 385 (Widya Medika, Jakarta 2000)
10. Nana Wijana. S.D: Ilmu
Penyakit Mata; Cetakan keenam 1993
11. Sidarta Ilyas: Ilmu Penyakit
Mata ; hal. 266-277 (Balai Penerbit FKUI, Jakarta2001)
12. American Academy of Pediatrics
Committee on Quality Improvement. The Management of minor closed head injury in
children. Available at: www.aap.org Diakses 30 Agustus 2011
13. American Academy of Family
Physicians Commission on Clinical Polices and Research. The Management of minor
closed head injury in children. Available at: www.aafp.org Diakses 30 Agustus 2011
14. Royal Childrens Hospital. Clinical
practice guidelines: Head injury. Available at: www.rch.au.org
Diakses 30 Agustus 2011
15. Royal Childrens Hospital. Kids
health info for parents: Head injury. Available
at: www.rch.au.org.
Diakses 30 Agustus 2011
16. Anonim.
Cedera Kepala. Available at: http://www.indonesiaindonesia.com/f/12809-cedera-kepala/
Diakses 30 Agustus 2011
17. Anonim. BAB XIV Kecelakaan Lalu lintas. Available
at: http://www.scribd.com/doc/55819814/Bab-Xiv-Kecelakaan-Lalu-Lintas
Diakses 30 Agustus 2011
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul KECELAKAAN LALU LINTAS. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://theherijournals.blogspot.com/2013/01/kecelakaan-lalu-lintas.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown - 2/18/2014
Belum ada komentar untuk "KECELAKAAN LALU LINTAS"
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda disini :)