LAPORAN KASUS
KETUBAN
PECAH DINI
Oleh:
Heri Wahyudi
0702005065
Pembimbing:
dr. I Nyoman Nuada, Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TABANAN
MARET/APRIL 2012
PENDAHULUAN
Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya
selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Istilah premature
rupture of the membrane (PROM) yang
dipergunakan pada beberapa literatur sedikit membingungkan. Istilah ini cukup
tepat jika digunakan pada pasien yang usia kehamilannya diatas 37 minggu atau
aterm, datang dengan ketuban yang pecah spontan, dan tanpa tanda-tanda
persalinan. Sedangkan preterm premature
rupture of membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan
usia kehamilan kurang dari 37 minggu.1,2
Dari seluruh
kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil
datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau
hanya sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.2,3
Pecahnya ketuban
terlalu dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara
pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Bila periode laten
terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat
meningkatkan angka kematian ibu dan anak.5
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat
ketuban pecah dini seperti misalnya ascending infeksi, prolaps tali
pusat, gawat janin intrapartum dan solusio plasenta. Beberapa penelitian
menyebutkan morbiditas neonatal berkurang setelah usia kehamilan 34 minggu
dibandingkan dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu. Insiden distres
pernafasan, lamanya perawatan bayi, dan hiperbilirubinemia berkurang secara
signifikan pada bayi yang lahir setelah usia kehamilan 34 minggu. Penanganan KPD
memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi atau komplikasi pada ibu
dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan.3
Dengan pemberian antibiotika pada ketuban
pecah dini signifikan memperbaiki morbiditas neonatal maupun morbiditas
maternal, dimana kehamilan dapat dipertahankan lebih lama, risiko infeksi dapat
diturunkan dan penggunaan terapi oksigen dapat diturunkan. Sedangkan menurut Crowley
2002, pemberian kortikosteroid juga menunjukkan penurunan distres pernafasan
pada bayi, perdarahan intraventrikular dan angka kematian neonatal pada
persalinan preterm. Penelitian lain oleh Harding 2001, menyatakan pemberian
kortikosteroid juga bermanfaat pada ketuban pecah dini preterm.3
Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran berupa prematuritas
dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Infeksi
neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi oleh kolonisasi kuman Streptokokus
Grup Beta, lama ketuban pecah, khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina,
pemberian antibiotika dan lain-lain. 3,4
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan
pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi atau komplikasi pada ibu dan janin
serta adanya tanda-tanda persalinan. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang
dengan ketuban pecah dini yang akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
infeksi intrauterin jika jarak waktu antara pecahnya ketuban dan persalinan
memanjang.3,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda
persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus
teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks), atau bila satu
jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan, atau secara klinis bila
ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm
pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan
saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan
aterm prematur rupture of membrans
atau ketuban pecah dini aterm. Bila
terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka
disebut prolonged PROM. 1,4,5
2.2 Epidemiologi
Dari seluruh kehamilan prevalensi
KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan
30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari
seluruh kehamilan.5
KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye 1982 memperkirakan 21% rasio
berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya
sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada
ibu atau pun janin.
Komplikasi
seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan
solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu
kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan
mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24
minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD
lebih daripada 24 jam4,5.
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31
Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan
proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang
melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%
sedangkan sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih
besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas4.
2.3 Kimia Faal Likuor Amnii
Di dalam
ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan
korion terdapat likuor amnii (air ketuban). Volume likuor amnii pada hamil
cukup bulan sebanyak 1000-1500 ml, berwarna putih agak keruh, serta mempunyai
bau yang khas, agak manis dan amis. Kadang-kadang pada partus air ketuban
berwarna kehijau-hijauan karena tercampur mekonium.
Cairan ini dengan berat jenis 1,008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri
atas garam anorganik serta bahan organik, dan bila diteliti dengan benar
terdapat lanugo (rambut halus yang berasal dari bayi), sel-sel epitel, dan
verniks kaseosa (lemak yang menyelimuti kulit bayi). Protein ditemukan
rata-rata 2,6% gram per liter, sebagian besar sebagai albumin. Berat jenis
likuor menurun dengan tuanya kehamilan (1,025-1,010).
Sumber asal likuor ini belum
diketahui dengan pasti, masih dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Telah
banyak teori dikemukakan mengenai hal ini, antara lain bahwa air ketuban
berasal dari lapisan amnion, terutama dari bagian pada plasenta. Teori lain
mengatakan kemungkinan berasal dari plasenta. Ada juga teori yang menyebutkan
bahwa air ketuban berasal dari gabungan fetal urin, transudasi darah ibu, dan
sekresi dari epitel amnion.
Fungsi air ketuban adalah melindungi
janin terhadap trauma dari luar, memungkinkan janin bergerak dengan bebas,
melindungi suhu tubuh janin, meratakan tekanan di dalam uterus pada partus,
sehingga serviks membuka, dan membersihkan jalan lahir dan mempengaruhi keadaan
di dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami infeksi.
2.4
Etiologi
Membran fetus yang
normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan. Kombinasi akibat peregangan
membran dengan pertumbuhan uterus, seringnya kontraksi uterus dan gerakan janin
memegang peranan dalam melemahnya membran amnion. KPD pada kehamilan aterm
merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm melemahnya membran
merupakan proses yang patologis. KPD
sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang
terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi2,4,5.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor
predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini antara lain
adalah1,3,5:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban
(korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat
tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi
amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada
membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena
infeksi2,4,5.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk
pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk
oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar
vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi
akibat peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang
mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban
itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh
karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa
hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang
komponen utamanya adalah kolagen. 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami
persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan
makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks
akibat persalinan sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status
gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan
jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
-
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum
uteri.
-
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan
risiko terjadinya ketuban pecah dini.
-
Pada perokok secara tidak langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini
terutama pada kehamilan prematur.
-
Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti.
-
Faktor-faktor lain seperti hidramnion, gemeli, koitus, perdarahan
antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5; stres psikologis, serta flora
vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.
2.5 Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan
disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan
peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara
sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban3.
Gambar 1. Gambar
skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm3.
Pada ketuban pecah dini terjadi
perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya
struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen
tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan
suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ektraseluler.
Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada
pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya
didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada
selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP).
TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas
MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap
terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan
konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut
akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang
tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler
selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan
degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui
meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada
preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar
TIMP-1 yang rendah3.
Terjadinya
gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen.
Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah
dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini
melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis
mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan
akhirnya melemahkan selaput ketuban3.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi
inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh
netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor α yang
diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel
korion3.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga
merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan
dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan
degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan
fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran
fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi
prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi
prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin
terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam
persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
MMP-33.
Indikasi
terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih
38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan
leukosit dan cairan vaginal berbau2.
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses
remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini
didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya
konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada
babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada
juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai
aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol
dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas
hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat
aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput ketuban
belum dapat sepenuhnya dijelaskan.
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel
yang mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama
disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang
mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon
imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram
ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan
bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa
faktor di selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan
interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada
membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal
tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan
degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban3.
Gambar 2. Diagram berbagai mekanisme multifaktorial yang
diteorikan sebagai penyebab ketuban
pecah dini3
2.6 Gejala Klinis
Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya
datang dengan keluhan keluarnya cairan dalam jumlah cukup banyak secara
mendadak dari vagina. Mungkin juga merasakan ‘kebocoran’ cairan yang terus
menerus atau kesan ‘basah’ di vagina atau perineum. Pemeriksaan yang terbaik
untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya cairan amnion
dari lubang vagina.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga
ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik antara lain1,7,8:
1. Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
b. Adakah partikel-partikel dalam cairan
(lanugo dan verniks).
2. Inspeksi: keluar cairan pervaginam.
3. Inspekulo: bila fundus uteri ditekan atau
bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari osteum uteri internum (OUI).
4. Pemeriksaan dalam:
a. Ada cairan dalam vagina.
b. Selaput ketuban sudah pecah.
Catatan:
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada ketuban
pecah dini adalah:
1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan
anamnesis diketahui pasti kapan ketuban pecah.
2. Bila anamnesis tidak dapat memastikan
kapan ketuban pecah, maka saat ketuban pecah adalah saat penderita masuk rumah
sakit.
Bila berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban
sudah pecah > 12 jam, maka dikamar bersalin dilakukan observasi selama dua
jam. Bila setelah dua jam tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
kehamilan7,9
2.7 Diagnosis
Mendiagnosa ketuban
pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama, dengan melakukan anamnesis yang
baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba
banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya.
Kemudian dengan
melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut2,7:
-
Semua
wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan pemeriksaan
inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan keluarnya cairan
amnion dari lubang serviks.
-
Jika
meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada forniks
posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan amnion
akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan
vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi akibat
adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine kuning dapat menegaskan
diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun urine dan
semen dapat memberikan hasil positif palsu.
-
Melihat
cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan menunjukkan fern-like
pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit rumit dan tidak
dilakukan secara luas.
-
Batasi
pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending
infection. Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi
infeksi, periksa darah lengkap, cRP, MSU dan kultur darah. Berikan
antibiotika spektrum luas.
-
Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG
digunakan untuk melihat organ interna dan fungsinya, juga menilai aliran darah
uteroplasenta. USG yang menunjukkan berkurangnya volume likuor pada keadaan
ginjal bayi yang normal, tanpa adanya IUGR sangat mengarah pada terjadinya
ketuban pecah dini, walaupun volume cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.
-
Pada masa yang akan datang, tes seperti
cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein, dan penghitungan fibronektin
bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
KPD dengan kehamilan aterm berdasarkan prosedur tetap RSUP Sanglah adalah9:
·
Diberikan
antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
·
Dilakukan
pemeriksaan admission test, bila hasilnya patologis dilakukan terminasi
kehamilan.
·
Observasi
temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat atau sama
dengan 37,6 °C dilakukan terminasi segera.
·
Bila
temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam. setelah
12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.
·
Batasi
pemeriksaan dalam, dilakukan berdasarkan indikasi obstetrik.
·
Bila
dilakukan terminasi, lakukan evaluasi pelvic
score (PS):
1.
Bila
PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
2.
Bila
PS kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks dengan Misoprostol 50 ugr setiap
6 jam oral, maksimal 4 kali pemberian.
2.9 Komplikasi
KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan
persalinan. jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut
periode laten (lag period = LP). Makin
muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya.
KPD dapat menimbulkan komplikasi yang
bervariasi sesuai dengan usia kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap
ibu. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi
dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam
penatalaksanaannya. 6:
1.
Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan
gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah terkena infeksi, karena infeksi
intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada
ibu dirasakan. jadi akan meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa
komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:
-
Infeksi
intrauterin
-
Tali
pusat menumbung
-
Kelahiran
prematur
-
Amniotic Band Syndrome
2.
Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat
terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam.
Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis,
septikemia, dan dry-labor. Ibu akan
merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lam, maka
suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal
tersebut dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu.
2.10 Prognosis
Ditentukan oleh
cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul serta umur
kehamilan.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
IDENTITAS
Nama
: GAPCR
No RM : 358589
Umur : 17 tahun
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kamasan, Tabanan
MRS : 25 Maret 2012
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar air pervaginam.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar air
pervaginam sejak pukul 02.00
WITA (25 maret 2012) / 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Cairan
berwarna jernih, tidak disertai lendir bercampur darah. Juga tidak ada riwayat
sakit perut hilang timbul dan demam. Gerak janin dirasakan baik.
Hari pertama haid terakhir ( HPHT) : 28 Juni 2012
Taksiran partus :
4 April 2012
Menarche :
14 tahun
Siklus :
30 hari
Lamanya haid :
3-5 hari
ANC :
Bidan (teratur) 10x
USG :
1x (tidak ada kelainan)
Riwayat sosial obstetri dan Ginekologi
Pasien menikah selama 9 bulan yang lalu, merupakan pernikahan pertama. Setelah
menikah pasien belum pernah
memakai alat kontrasepsi.
Riwayat obstetrik G1 P0000, 38-39 minggu.
Anak I Ini
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit
jantung, dan asma disangkal.
3.3
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda
Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 86x / menit
Napas 18x / menit
Suhu 36,8oC
Berat badan : 60 kg
Tinggi
badan : 147 cm
Status General
Mata
: Anemis ( -/-
), Ikterus ( -/- )
Jantung : SIS2 tunggal, regular,
murmur (-)
Paru : Vesikular, rhonki
(-/-) Wheezing (-/-)
Abdomen : Bising usus (+) N, distensi (-)
Ekstremitas : Odem (-)
Status Obstetrikus
Abdomen : FUT 3 jari bawah xhypoid
processus (30 cm), letak kepala, punggung kiri, kepala penurunan
4/5. Kontraksi (-), DJJ (+) 11.12.11
Vagina :
Inspekulo vulva/vagina: tampak cairan keluar dari osteum uteri interna dengan
tes lakmus (+)
VT (05.30 WITA):
PØ 1 cm, eff 25% sedang
Ketuban (-) jernih.
Kepala denominator belum jelas ↓ H1
Tidak teraba bagian kecil / tali pusat.
3.4.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DL, BT/CT, LED, UL
3.5 DIAGNOSIS
G1P0000, 38-39 mg T/H + primi Muda + KPD
PBB: 2945 gr
3.6. PERENCANAAN
Rencana diagnostik
-
Admission Test (AT)
-
USG
Rencana Terapi
-
MRS
-
IVFD
RL 20 tts/mnt
-
Amoxicillin 3x500gram dilanjutkan dengan Cefotaxime
2 gr IV (skin test terlebih dahulu)
Rencana monitoring
-
Kelola
~ KPD aterm
-
Observasi
his, DJJ, vital sign, dan tanda-tanda inpartu
-
Observasi
temperatur rektal setiap 3 jam selama 24 jam di VK, dan setiap 6 jam di
ruangan.
-
Pemeriksaan darah lengkap dan LED setiap 3 hari
Rencana edukasi
KIE pasien dan keluarga tentang rencana perawatan
3.7. RESUME
Pasien 17 tahun, G1P0000, hamil 38-39 minggu, datang dengan keluhan
keluar air pervaginam sejak 4 jam SMRS. Air keluar tampak berwarna jernih. Pasien tidak merasakan sakit
perut hilang timbul. Gerakan janin dirasakan baik. Riwayat demam disangkal.
Riwayat penyakit sistemik dan operasi tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan 120/80 mmHg, nadi 86x/menit, 18x/menit, temperatur rektal 36,8 °C. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri didapatkan
tinggi fundus uteri 30 cm, his (-), djj 11.12.11. Dari VT didapatkan pembukaan
serviks 1 cm, eff 25%, ketuban (-) jernih, kepala denominator belum jelas,
penurunan H I, tidak teraba bagian kecil janin atau tali pusat.
3.8. OBSERVASI PASIEN
Waktu
|
keluhan
|
his
|
DJJ
|
Temp. rektal
|
|
25 April 2011
Pk. 05.30
|
Sakit perut (-)
|
(-)
|
11.12.11
|
36,8
|
|
Pk. 08.30
|
Sakit perut (-)
|
(-)
|
11.12.11
|
36,7
|
|
Pk. 11.30
|
Sakit perut (-)
|
(-)
|
11.12.11
|
36,7
|
|
Pk. 13.15
|
Ketuban Pecah
> 12 jamÃ
persiapan SCÃ
KIE keluarga
|
||||
Pk. 15.15
|
Pasien
dilakukan tindakan section caesaria
|
||||
Pk. 16.55
(Post SC)
|
Enek (+),
lemas (+)
|
TD: 110/80, N:88x/menit,
RR:18x/menit, T.ax: 36.6oC
|
|||
3.9.
FOLLOW UP
25
maret 2012 (05.30 WITA)
S : nyeri perut (-), keluar air (-), demam (-), gerak anak (+) baik
O : St Present T 120/80 mmHg, N 86x/mnt, R 18x/mnt, T 36oC
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax cor/po dbN
Abdomen : fut 3 jari bawah xhypoid processus
His (-)
DJJ (+) 144x/menit
Vagina : perdarahan aktif (-)
Ass : G1P0000 38-39 minggu T/H dengan KPD (PBB: 2945 gram)
Tx : Konservatif
Bed rest hari ke 0
Amoxicillin 3 x 500 mg
Mx : keluhan, tanda vital, DJJ, DL dan LED @
3 hari, T rektal @ 3 jam
KIE
25
maret 2012 (15.15-16.55 WITA)
Laporan Operasi
-
SCTP
-
Meluxir
kepalaà bayi lahir menangis, ♂, 2600 gram, kel (-), anus (+), AS: 7-9, sisa
air ketuban jumlah cukup jernih
-
Plasenta
lahir komplit ± 450 gram, kalsif (-), ptp: 50 cm
-
Insisi SBR
dijahit lapis demi lapis
-
Uterus
normal, kontraksi baik
-
Tuba
ovarii kanan/kiri normal
-
Lapangan
operasi dijahit lapis demi lapis
-
Perdarahan
±400 ccà operasi selesai
Th/
-
D5%:RLÃ 2:1Ã 28 tetes/menit
-
Oxy drip
12 jam post SC
-
Cefotaxim
inj 2x1gram IV
-
Ketorolac
inj 2x1 ampul IV
-
Observasi
Vital sign, Temp. rectal, produksi urin
26
Maret 2011
S : enek (+), lemas (+), demam (-), gerak anak (+) baik
O : St Present T 110/80 mmHg, N 81x/mnt, R 18x/mnt, T 36oC
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax cor/po dbN
Abdomen : fut 1 jari bawah pusat
Luka post op (+) terawat
Kontraksi uterus (+) baik
Vagina : perdarahan aktif (-)
Ass : P1001 post SC hari ke 1 o/k Primi Muda + KPD > 12 jam + PS Jelek
Tx : Bed
rest hari ke I
-
D5%:RLÃ 2:1Ã 28 tetes/menit
-
Cefotaxim
inj 2x1gram IV
-
Ketorolac
inj 2x1 ampul IV
-
Diet bebas
Mx : Keluhan, Observasi Vital sign, Temp. rectal, produksi urin, KIE
27
Maret 2012
S : nyeri luka post op (+), ASI (-), BAB/BAK (-/+), ma/mi (+) baik, Flatus
(+), mobilisasi (-)
O : St Present T 125/75 mmHg, N 88x/mnt, R 18x/mnt,
T 36,6oC
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax cor/po dbN
Abdomen : fut 2 jari bawah pusat
Luka post op (+) terawat
Kontraksi uterus (+) baik
Vagina : perdarahan aktif (-)
Ass : P1001 post SC hari ke 2 o/k Primi Muda + KPD > 12 jam + PS Jelek
Tx : Bed
rest hari ke I
-
Up infusà D5%:RLà 2:1à 28 tetes/menit
o
Amoxicillin 3x500mg
o
Asam
mefenamat 3x500mg
o
SF
1x1
-
Diet bebas
Mx : Keluhan, Observasi Vital sign, Temp. rectal, produksi urin, KIE
28
Maret 2012
S : nyeri luka post op (+), ASI (+) baik, BAB/BAK (+/+), ma/mi (+) baik,
Flatus (+), mobilisasi (+)
O : St Present T 120/70 mmHg, N 80x/mnt, R 18x/mnt,
T 36,5oC
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax cor/po dbN
Abdomen : fut 2 jari bawah pusat
Luka post op (+) terawat
Kontraksi uterus (+) baik
Vagina : perdarahan aktif (-)
Ass : P1001 post SC hari ke 3 o/k Primi Muda + KPD > 12 jam + PS Jelek
Tx : Bed
rest hari ke 3
-
Rawat luka
o
Amoxicillin 3x500mg
o
Asam
mefenamat 3x500mg
o
SF
1x1
-
Diet bebas
-
BPLà membawa obat pulangà kontrol poli kebidanan
dan kandungan
o
Amoxicillin 3x500mg
o
Asam
mefenamat 3x500mg
o
SF
1x1
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien didapatkan:
-
Pasien
wanita, umur 17 th, G1P0000, 38-39 minggu, datang ke BRSU Tabanan dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Keluhan nyeri perut, bloody show disangkal.
-
Diagnosis
KPD Preterm ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
A. Pada anamnesa didapatkan : Keluar cairan pervaginam, jernih, tidak berbau sejak 4 jam SMRS. Umur kehamilan didapatkan 38-39 minggu dari tinggi fundus uteri (30 cm). Keluhan nyeri perut, bloody show disangkal.
B. Pada inspeksi didapatkan keluar cairan
pervaginam dari ostium uteri eksternum.
C. Pada inspekulo, bila fundus uteri ditekan atau
bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari ostium uteri internum (OUI).
D. Pada pemeriksaan dalam:
- ada
cairan dalam vagina
-
selaput ketuban sudah pecah
Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD
dilakukan dengan metode eksklusi dimana faktor infeksi, umur dan paritas dapat
disingkirkan. Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, usia pasien juga
masih muda (17 tahun) dengan
kehamilan yang pertama.
Faktor-faktor lain seperti faktor selaput ketuban, gizi, status sosio ekonomi
rendah, hormonal, stres psikologis tidak dapat disingkirkan sebagai faktor
resiko sebab tidak dilakukan penelusuran lebih lanjut.
Penatalaksanaan
Pasien datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 4 jam SMRS dengan umur kehamilan 38-39 minggu.
Saat masuk
pada pasien tidak ditemukan
infeksi, tanda-tanda inpartu dan gawat janin sehingga dikelola dengan perawatan
konservatif sesuai protap untuk KPD dengan kehamilan aterm, dan dengan pemberian Amoxicillin 3x500mg
yang dilanjutkan dengan Cefotaxim 2 x 1gr. Terdapat perbedaan penatalaksanaan KPD khususnya dalam pemberian
antibiotika profilaksis. Di RS Sanglah Denpasar antibiotika profilaksis
diberikan pada semua kasus KPD, sedangkan di negara lain seperti di Amerika
sesuai dengan rekomendasi ACOG (American College of Obstetrics and
Gynaecologist) dan AAP (American Academy of Pediatrics) antibiotika profilaksis
hanya diberikan pada kasus persalinan dengan faktor risiko infeksi seperti
kasus KPD dengan lama ketuban pecah melewati 18 jam, febris, adanya koloni
kuman Streptokokus Grup Beta dan persalinan kurang 37 minggu. Pembatasan
penggunaan antibiotika profilaksis ini dimaksudkan untuk mengurangi efek
samping antibiotika, mencegah resistensi kuman dan mengurangi biaya. 1
Setelah di monitoring selama 12 jam direncanakan untuk dilakukan
tindakan section caesaria didapatkan
pasien belum terdapat tanda inpartu sehingga pasien dipindahkan ke ruang
operasi atas persetujuan keluarga pasien. Pada tanggal 25 April 2012 pukul 15.15 didapatkan pasien Tekann Darah: 120/80 mmHg, N 86x/mnt, R 18x/mnt, T 36oC. Penatalaksanaan dilanjutkan dengan section
caesaria. Dari perkiraan berat badan
janin didapatkan berat janin 2945 gram.
Postnatal
Dengan
mempertimbangkan wanita yang melahirkan dengan ketuban pecah dini, perlu diwaspadai risiko terjadinya sepsis
postpartum, perdarahan postpartum dan trombosis vena yang memerlukan penanganan
yang efektif. Promosi aktif ikatan ibu-anak dengan rawat gabung perlu mendapat
pertimbangan khusus pada kasus ketuban pecah dini. Semua bayi yang lahir dengan
riwayat ketuban pecah dini harus melalui skrining untuk sepsis, efek dari
antibiotika yang digunakan sebelum dan selama persalinan ibu. Skrining biasanya
meliputi kultur darah janin, kultur aspirasi endotrakeal, tes aglutinasi lateks
urine, dan pemeriksaan darah lengkap. Lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan
serebrospinal dilakukan pada neonatus dengan klinis sepsis dan hasil
pemeriksaan positif pada kultur darah. Pemberian antibiotika awal dengan
kombinasi penicillin dan gentamicin dapat dilakukan sambil menunggu hasil
skrining.
Pada kasus ini
tidak terjadi komplikasi pada ibu dan bayi. Hal ini dinilai dari kondisi ibu
yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dengan didukung oleh hasil
laboratorium yang masih dalam batas normal. Namun dari pemeriksaan bayi masih
dalam risiko infeksi, dan Apgar skor
bayi yang dilahirkan menunjukkan hasil 7-9 sehingga masih harus dirawat.
Setelah ibu
melahirkan ibu diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik setelah 7 hari
persalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan vagina berbau
atau terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang ke poliklinik secepatnya.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, Ketuban Pecah Dini. In: Prosedur
Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF
Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar. 2004. p:8-10
2. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih.
Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum
Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin Dunia
Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
3.
Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In:
Maternal-Fetal Medicine Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy
RK, Resnik R, Iams JD; W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
4.
Goepfert
AR, Preterm Delivery. In:
Obstetrics and Gynecology Principle for Practice. Editors: Ling FW, Duff P;
McGraw Hill Medical Publishing Division, USA. 2001. p: 357-67.
5.
Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture
of the Membrans. In: High Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK,
Steer PJ, Weiner CP, Gonik B; W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
6.
Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to
prematur rupture of the membrans in term pregnant women: a case-control study.
The Australian and New
Zealand Journal of Obstetrics and
Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000. Editor: Brennecke S. The Royal
Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynecologist. 2000. p:
30-32.
7.
Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and
prematur rupture of membrans. BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 17 Oktober 2011.
8.
Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of
Disease: Prematur rupture of the fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal
of Medicine. Massachusetts
Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org. Akses 18
Oktober 2011.
9. Yale
Medical Group The Physicians of Yale
University. Prematur
Rupture of Membrans (PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans (PPROM).
Revised: October 28, 2005. http://www.info.med.yale.edu/ysm/index.html.
Akses 18 Oktober 2011.
10. Karkata, IM Kornia et al. Pedoman
Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. Lab/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. 2003.
Unknown