Ooh asmara dunia merangkul mesra
Melenakan para pejuang di buritan
terlelapkah mereka?
"..serasa meninggalkan zuhudnya..."
Hujan oh hujan. Bulir hujan masih menitik dan langit berkelebat.
Tegarnya bak memancangkan cita sebangku jauh di muka bintang yang
memudar. Langit di balik jendela masih saja terlelap. Derik jangkrikpun
hingar bersenandung di balik rerumputan.
Angan-anganku menanduk.
Tapi hirau dan bangkitku merenggangkan tubuh yang sempat kaku di
sepertiga malam itu. Ah. Menggapai tinggi bagai tergenggam harapan pagi
ini, dan hendak kulayangkan salam padaNya. Di luar masih begitu dingin.
Dengan ironi embun yang menetes, terlihat seperti meluruhkan beningnya
di sisi-sisi daun jendela. Kubuka pintu. Rasa sejuk dan embun secepat
kilat mendekapku rapat. Benar-benar obat penggugah rasa kantuk.
Langkahku beranjak keluar dan kuucapkan salam.
”........Assalaamu’alaikum
Yaa Allah........”kuhirup dalam. Kuhembuskan keluar pelan dan semakin
perlahan. Benar-benar pagi yang tak terukirkan semangatnya, mengawali
hari penuh takzim – bocah kesiangan.
Beranjak dan mencoba
menyeimbangkan badan yang belum tegak benar berdiri. Kulihat awan.
Imajinasiku bagai membubung dan kulihat salam itu seakan-akan sampai ke
arsy’ yang tinggi. Tenang. Tiada terperi memang kurangkaikan kata syukur
ini menggugah rasa cintaku. Henyakku terlelap dalam untaian muhasabah
jiwa. Yaa Rabb, Tuhan yang kucinta.. pernah kuucap kesah karna nila
setitik. Namun ribu nikmat tak pernah surut benamkanku dalam kemuliaan
yang Kau beri. Saat-saat masih Kau beri detak di jantung ini. Pernah
kumembayangkan, bagaimana jadinya tubuh ini tanpa nafas dan udara yang
segar? Terbatas pada kata, jawabku mungkin hanya mampu mengejan perih
Yaa Rabb. Payah tak berdaya menghadapi sakaratul maut yang serat
tercerabut tak bisa lepas dari jasad yang kotor ini. KepadaMu. Mengenang
begitu sedikitnya amal yang selama ini kukerjakan. Ya Allah, heningku
berdzikir. Kuucap Bismillah. Wudhu pertama yang mengesankan. Takbir pun
mendengung bagai mengelus telinga yang basah oleh air surga. Melewatkan
shubuh dengan suguhan dunia beserta isinya. assalaamu'alaikum. Terjejak
sudah langkah pertamaku. Dan memberangkatkan niat dari rumah menyongsong
kampus perjuangan. Kusunggingkan salam pada ayah bunda. Pengantar janji
yang belum sempat kulipurkan. Hening penuh semangat. Mengendarai motor
pendamping perjuangan. Mataku tertuju pada liuk kota denpasar sepanjang
mata memandang. Kuilhami hijau di kiri-kanan yang menggegap kesadaranku.
Pasar-pasar masih riuh mendenyutkan perdagangan. Dan hentiku sampai
pada sebuah bangunan kokoh penuh kebanggaan. Kampusku Udayana. Menapaki
langkah pada anak-anak tangga yang masih sepi. Selangkah demi selangkah.
Menggapai maju menuju cita yang terisak kala usia ini masih begitu
belia. Kudengar sayup.
Mungkin samar sang angin menyesapkan
keindahan begitu merdu di telinga. Terhentak. Namun tak jua kupercaya
sosok tegap yang berjalan menghampiriku. Kutata diri. Inginku melegakan
hati dengan senyum yang mampu membebaskan segalanya. Ternyata itu salam
seorang kawan. Hadapku menjemputnya.
”........Assalaamu’alaikum pak
RT, hehehe!!..............”, sapanya setiap kali melihat kemeja batik
kesayangan yang kukenakan. Dengan senyumnya yang khas sembari
menangkubkan kedua tangan di depan dadanya, langkahnya menghampiriku.
Namun salam itu sendiri membuatku tertegun arif dan terharu, bahwa
seorang Hindu sepertinya menyalamkan doa terindah itu kepadaku- seorang
Muslim. Pembuluh darahku teraliri bak tetesan embun menyegarkan dahaga
pagi ini. Bagiku inilah bukti kemajemukan.
" Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. "QS. Al Hujuraat (49) : 13
Dan
semoga rasa ini tersampaikan padaNya. Rasa syukur masih diberikanNya
kesempatan beribadah di tengah-tengah kehidupan yang tidak seragam. Dan
menjadi berkilau intan yang sinarnya menerangi intan-intan lainnya. Tak
melupakan bahwa kita tidak hidup sendiri. Dengan tetap mengedepankan
toleransi berkehidupan. Toleransi dengan tetap menjunjung keadilan dan
rasa tenteram yang bersambut pada asas-asas yang mengakar. Tentang jerih
payah pemuka dan polisi adat (pecalang) menutup jalan besar menuju
masjid setiap shalat jum'at. Semata-mata untuk memberikan tempat parkir
kendaraan para jama'ah yang hendak menunaikan ibadah. "DILARANG MELINTAS
ADA UPACARA AGAMA" tertulis di papan putih bercoretkan garis merah.
Bertolak
dari semua itu. Kuamati gerak kawan sejawat yang satu ini. Langkahnya
mendaki. Di balik selera humor dan kesederhanaan yang ia miliki, kuakui
tersimpan kearifan. Kutebar senyum dengan rada flamboyan kusambut
salamnya.
”........Yoi bro, bagaimana kabar?^^...........” dalam benakku berkata, semoga langkahnya maju dan mantap menggapai cita.
Ku
ajak langkahnya menuju ruang kelas berpenghuni 150an orang. Cukup sesak
dan tentunya riuh tak terhindarkan. Sudah 6 semester berjalan kami
menimba ilmu disini. Ruangan ber-AC, kursi meja, panggung bertingkat,
LCD gantung dan mic dengan kabel yang tidak sampai ke belakang, alhasil
banyak mahasiswa yang hobi bermakmum di buritan. Yaa, dengan berbagai
kisahnya. Suasana kelas yang dinamis, alhamdulillah cukup lapang meski
proporsi kelas yang pincang dibanding jumlah mahasiswanya yang agak
berlebihan. Terbentang calon-calon dokter masa depan saling belajar,
membaca referensi, berdiskusi dan merajut mimpi mereka. Merekalah
kawan-kawanku. Ladang dakwahku.
Meski tak kunjung sampai harapku
bertekad. Karna hidayah itu terasa begitu jauh busur panahnya.
Menggariskan buai terpancang di kaki dunia, hingga peraduan ini menjejal
nyawa. Hidup di tengah kemajemukan sejak dini hingga penutup usia
terindah hanya sampai di dunia. Semoga masa menjalin ukhuwah itu kan
tiba. Semoga.
Dan memoriku berputar selangkah yang lalu. Laluu
sekali. Tentang sebuah jalan yang enggan menepikan batu sandungan di
setiap langkah pejalannya. Tentang sebuah pesan.
"Ikhwah, apa yang paling kalian ingat tentang Nabi yusuf as?"
"kemantapan hatinya menahan hawa nafsu"
"tentang nabi Ibrahim as?"
"saat diperintah menyembelih anak yang sudah puluhan tahun diidamkannya"
"Abu bakar as-shiddiq?
"menggantikan Rasullullah tidur saat akan dibunuh orang-orang kafir"
"Jikalau bilal?"
"ditimpa batu saat memperjuangkan dienNya"
"Rasulullah?"
"perjuangan & penderitaannya memperjuangkan Islam!!!"
"Lalu? apa yang kau ingat tentang dirimu?"
"............."
"...ikhwah..
menjadi bernilai! seseorang karna jerih payahnya...
bukan seberapa mudah dia melaluinya..."
Ingatlah
batu sandungan itu ikhwah. Tiap lekuk kasarnya menyimpan satu cerita.
Tiap kerikilnya membuihkan rasa cintamu. Tentang sebentuk perhatian dari
seorang kawan, tentang perjuangan. Kala papah bahumu mengulurkan
kasihnya. Dan berlari. Menjemput cita yang sudah selangkah hasta
terjemput sudah.
Dengan penuh haru masih saja kuingat salam itu..
"Assalaamu'alaikum
Pak RT!!"
"Semua...!!! " semangat yang tersempal ke sudut jiwa.Dan..
Sampai pada giliranku mendebat masa
Ternyata jalannya sungguh panjang
Antah singgasananya tiada berkilau dikata orang
namun tertegun jua mata ini memandang.
Menantikan..
kala hidayah itu tiba....Bismillah...
terinspirasi karna 'salam' seorang kawan..
mungkin tidak seberapa menghibur, afwan..
selesai 8 april 2010 pukul 17.53 WITA di sela-sela NM FULDFK..
di warnet penuh kenangan; "sekat kayunya baru di cat, warnanya putih^^"
Alhamdulillah!