1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
ABSTRAK
Leukemia Limfoblastik akut (LLA)
merupakan leukemia dengan karakteristik proliferasi dan akumulasi sel-sel
patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali dan kegagalan
organ. LLA 82% ditemukan pada anak-anak dan hanya 18% pada orang dewasa.
Insiden LLA mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian
anak-anak dapat hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis. Berdasarkan data The
Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika Serikat, leukemia menyerang
semua umur. Tahun 2008, penderita leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada
anak-anak. LLA paling sering dijumpai pada anak-anak. Terdapat 524 kasus atau
50% dari seluruh keganasan pada anak yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo, 430
anak (82%) adalah LLA. Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2004-2007
menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak diderita oleh anak-anak usia <15
tahun khususnya LLA yaitu 87%. Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl
diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit menaikkan kadar hematokrit 3-5 % dan 1
unit konsentrat dapat menaikkan trombosit sebesar 9.000-11.000 /m3 luas badan,
untuk keadaan trombositopenia berat dibutuhkan 8-10 unit.
Kata kunci : leukemia limfoblastik akut, LLA, sel
darah merah, trombosit, transfusi
DIAGNOSIS AND INDICATIONS RED BLOOD CELL OR
tHromboCYtE TRANSFUSION IN acute
lymphoBLAStic leukemia PATIENTS
ABSTRACT
ABSTRACT
Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is a type of
leukemia that characterized by both proliferation and accumulation of
pathological cells limfopoetik system resulting in organomegaly and organ
failure. ALL is more common in children (82%) than adults (18%). The incidence
of ALL will peak at age 3-7 years. Without treatment most children will live
2-3 months after diagnosis is mainly caused by the bone marrow failure. Based
on data from The Leukemia and Lymphoma Society (2009) in the United States,
leukemia strike all ages. In 2008, 44,270 patients with leukemia in adults and
4220 children. ALL most often found in children. There were 524 cases or 50% of
all malignancies in children who are registered in the Hospital Dr. Soetomo,
430 children (82%) were ALL. Simamora research in the department of H. Adam
Malik Medan tahun2004-2007 showed that more leukemia suffered by children aged
<15 years especially ALL is 87%. To increase hemoglobin by 1 g / dl required
PRC 4 ml / kg or 1 unit can raise the level of hematocrit 3-5%. One unit
concentrates will typically raise the thrombocyte count by 9000-11000 / m3 wide
body. So to state that severe thrombocytopenia needed to 8-10 units.
Keywords: acute
lymphoblastic leukemia, ALL, red blood cells, trombosits, transfusion
PENDAHULUAN
Leukemia (kanker darah) adalah penyakit
kanker yang merusak sel-sel darah putih (leukosit) yang diproduksi di sumsum
tulang. Sumsum tulang memproduksi tiga macam sel darah diantaranya sel darah
putih (sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (membawa oksigen
kedalam tubuh) dan trombosit (membantu proses pembekuan darah). Leukemia limfoblastik akut adalah
kanker yang paling sering terjadi pada anak-anak, dan merupakan hampir
sepertiga dari seluruh kanker anak. Kejadian tahunan anemia limfoblastik
akut adalah sekitar 9-10 kasus per 100.000 penduduk.1
Kejadian LLA adalah 1 berbanding 60.000 orang per tahun, dengan 75% penderita
berusia dibawah 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak
ditemukan pada pria daripada perempuan. Saudara kandung dari penderita LLA
mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan
kembar monozigot dari penderita LLA mempunyai risiko sebesar 20% untuk
berkembang menjadi LLA.2
Kejadian puncaknya terjadi pada anak usia 2-5 tahun. Meskipun beberapa
kasus berhubungan dengan sindrom genetik yang diwariskan (yakni, sindrom Down,
sindrom Bloom, anemia Fanconi), penyebabnya masih belum diketahui. Faktor lingkungan (seperti medan elektromagnetik
dan paparan radiasi, penggunaan alcohol berlebihan dan tembakau) telah
diteliti sebagai faktor risiko potensial, tetapi tidak ada yang definitif telah
terbukti dapat menyebabkan leukemia.1
KLASIFIKASI
LEUKEMIA
Leukemia
akut sendiri ditandai dengan terjadinya perjalanan penyakit yang sangat cepat, memburuk,
dan mematikan. Jika kondisi ini tidak segera ditangani, maka dapat menyebabkan
kematian dalam hitungan minggu bahkan hitungan hari. Sedangkan leukemia kronis
memiliki perjalanan penyakit yang lebih panjang sehingga penderita dengan
leukemia kronis memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga sekitar lebih
dari 1 tahun. 3
Apabila pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil leukemia
mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia limfositik.
Sedangkan bila leukemia tersebut mempengaruhi sel mieloid, maka disebut dengan
leukemia mielositik. 3
Leukemia akut
Leukemia
akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen
darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang
cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.4
Leukemia limfoblastik akut
LLA
merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi
sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan pembesaran dan
kegagalan organ. LLA 82% ditemukan pada anak-anak dan hanya 18% pada orang
dewasa. Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada
umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan
setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang
(gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).4
Gambar 1. Leukemia Limfoblastik akut4
Leukemia mieloblastik
akut
LMA
merupakan leukemia yang menyerang sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia mielositik yang
paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfoblastik akut (LNLA) 85% lebih
sering ditemukan pada orang dewasa dan sekitar 15% ditemukan pada anak-anak.
Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala
yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan. (gambar
2.8. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).4
Gambar 2. Leukemia Mieloblastik akut4
Leukemia
kronik
Leukemia
kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah
satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi. 4
Leukemia
mielositik kronik
LGK/LMK
adalah kelainan proliferasi mieloid yang ditandai dengan produksi sel mieloid
yang berlebihan (granulosit) yang cenderung telah matang. LGK/LMK mencakup 20%
leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50
tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan
pada 90-95% penderita LGK/LMK.(gambar 2.8. hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa, a) perbesaran 200x, b) perbesaran 1000x). 4
Penderita LGK/LMK sebagian besar meninggal setelah
memasuki fase krisis blastik yang merupakan fase terakhir yaitu fase dimana
terjadi produksi berlebihan dari sel muda leukosit, biasanya berupa
mieloblas/promielosit, dan produksi neutrofil, sel darah merah, dan trombosit yang
sangat sedikit. 4
a
b
Gambar 3. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik4
Leukemia
limfositik kronik
LLK
adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan
penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat
dari limfosit kecil yang berumur panjang.(gambar 2.8. a dan b. hapusan sumsum
tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x). LLK cenderung dikenal sebagai
kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan
perbandingan 2:1 untuk laki-laki. 4
a
b
Gambar 4. Leukemia Limfositik Kronik4
ETIOLOGI
Faktor
Genetik
Insiden
leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak
daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut.
Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital
misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit
seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom
Kleinefelter dan sindrom trisomi D. 4
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden
leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada
kembar identik. 4
Berdasarkan penelitian case control Hadi, et al (2008) di Iran dengan menunjukkan bahwa
orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita
LLA (OR=3,75 ; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia 3,75 kali
memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan orang yang tidak
menderita leukemia. 4
Virus
Dalam
beberapa penelitian terakhir, beberapa virus strain tertentu telah dibuktikan memiliki
peranan penting munculnya leukemia pada binatang. Beberapa hasil penelitian tersebut
menemukan adanya enzyme reserve transcriptase dalam darah penderita
leukemia. Seperti telah diketahui bahwa enzim ini merupakan bagian virus
onkogenik seperti retrovirus tipe C ( jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada
binatang). Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA,
telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel penderita dengan
jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang
dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika
Serikat. 4
Sinar
Radioaktif
Sinar
radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar
radioaktif digunakan. Sebelum dilakukannya proteksi terhadap sinar radioaktif
rutin, para ahli radiologi mempunyai risiko 10 kali lebih besat menderita
leukemia dibandingkan mereka yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk
Hiroshima dan Nagasaki yang hidup paska peristiwa ledakan bom atom 1945
mempunyai insidensi menderita LMA dan LGK hingga 20 kali lebih banyak. Leukemia
timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga
dengan penderita ankylosing spondylitis yang mendapat terapi sinar diatas
2000 rads memiliki insidens 14 kali lebih besar.4
Zat
Kimia
Zat-zat
kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga
dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat
menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi
leukemia nonlimfoblastik akut.3
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan
risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang
yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan
dengan yang tidak menderita leukemia. 4
Merokok
Merokok
merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok
mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control memperlihatkan
bahwa merokok lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81;
CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok
lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA. Penelitian
di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan
merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat
dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang
yang merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok. 4
Lingkungan
(pekerjaan)
Banyak
penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan kejadian
leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar
kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran
dengan desain case control meneliti hubungan ini, penderita termasuk
mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di
antara penderita tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga,
dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang
yang bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR
= 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,35
kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding orang yang tidak menderita
leukemia.4
PATOFISIOLOGI
Pada
kondisi normal, sel darah putih memiliki fungsi pertahanan tubuh terhadap munculnya
infeksi. Sel ini berkembang normal sesuai perintah dan dapat dikendalikan
sesuai kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih melebihi
batas normal pada sumsum tulang. Sel-sel ini pun tidak berfungsi seperti seharusnya
sel darah putih. Sel leukemia memblok produksi dari sel-sel darah normal,
merusak kemampuan tubuh dalam merespon adanya infeksi. Sel leukemia juga menyerang
sel darah lain pada sumsum tulang seperti sel darah merah yang berfungsi menyuplai
oksigen pada jaringan.4
Gambar 5. Granulopoesis (normal)5
Sel-sel leukemia mengalami daur
ulang yang lebih lama dibandingkan sel normal pada umumnya. Proses pematangannya
juga berjalan tidak lengkap, lambat dan memiliki masa hidup yang lebih lama
dibandingkan sel normal sejenis.5
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan
data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika Serikat,
leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008, penderita leukemia 44.270 orang
dewasa dan 4.220 pada anak-anak. LLA paling sering dijumpai pada anak-anak.
Menurut penelitian Kartiningsih L.dkk (2001), melaporkan bahwa di RSUD Dr.
Soetomo LLA menduduki peringkat pertama kanker pada anak selama tahun 1991-2000. Ada 524 kasus atau
50% dari seluruh keganasan pada anak yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo, 430
anak (82%) adalah LLA, 50 anak (10%) menderita mielositik leukemia, dan 42
kasus merupakan leukemia mielositik kronik. Penelitian Simamora di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun2004-2007 menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak diderita
oleh anak-anak usia <15 tahun khususnya LLA yaitu 87%. Pada usia 15-20 tahun
7,4%, usia 20-60 tahun 20,4%, dan pada usia >60 tahun 1,8%.4
Puncak insiden LLA antara usia 2-4 tahun. Insiden
leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang
lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan
kelompok kulit hitam. 4
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis
kanker. Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun.
Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak.
Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada
anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun. Penelitian Lee
at all (2009) dengan desain kohort di Pusat Kedokteran, The Los Angeles County-University of Southern California (LAC-USC)
melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis terbanyak yaitu hispanik
(60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang dilayani oleh LCA + USA
Medical Center. Dari penderita non-hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia
(23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%).4
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita
dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis
Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott
Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D. 4
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden
leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada
saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia juga dapat
terjadi pada kembar identik. 4
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran
dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat
keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75 ;
CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali
memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak
menderita leukemia.4
DIAGNOSIS
Diagnosis dini
Pemeriksaan fisik LLA dapat berupa ditemukannya
splenomegali (sekitar 86%), ekimosis, nyeri tekan tulang dada, limfadenopati,
perdarahan retina, dan hepatomegali.4
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan
darah tepi
Pada
penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang
leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit.
Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada
penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3. 4
Pemeriksaan
sumsum tulang
Hasil
pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast),
terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel
antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam
sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan infiltrasi oleh limfosit kecil yang
merata sekitar lebih dari 40% dari seluruh sel yang berinti. Sekitar 95% penderita
LLK ditandai dengan meningkatnnya sel limfosit B. Sedangkan pada penderita
LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselularitas dengan megakariosit dan aktivitas
granulopoeisis yang meningkat. Jumlah granulosit dapat ditemukan melebihi
30.000/mm3.4
Gambar 6. Aspirasi Sumsum Tulang5
Pewarnaan
sitokimia
Pewarnaan sitokimia dapat menkonfirmasi asal leukemia
akut apakah dari limfoid atau mieloid. Pewarnaan sitokimia terdiri dari MPO, PAS,
SBB, spesifik dan non-spesifik esterase sensitivitas 100%.6
Immunofenotipe
Dengan pemeriksaan immunopheno-typing diagnosis leukemia
akut dapat diketahui apakah mieloid atau limfoid, bahkan LLA dapat
didiferensiasi lebih lanjut apakah dari sel T ataukah sel B. Bila
immunophenotyping (tujuh subyek) dipakai sebagai standar baku/gold-standard
diagnosis leukemia akut, diagnosis berdasar pemeriksaan leukosit, hemoglobin, trombosit,
hitung jenis dan morfologi apusan darah tepi dan atau sumsum tulang yang memiliki
sensitivitas sekitar 71,4%.6
Sitogenetika
Menurut Smeltzer
dan Bare (2001) Analisis sitogenik menemukan
banyak temuan terjadinya aberasi kromosom pada penderita leukemia. Perubahan
kromosom tersebut meliputi perubahan angka, yang menghilangkan atau menambahkan
seluruh kromosom, atau mengubah struktur termasuk translokasi (penyusunan
kembali), inverse, delesi dan insersi. Pada keadaan ini, terjadi perubahan dua
kromosom atau lebih bahan genetik, yang membuat perkembangan gen tersebut memulai
terjadinya proliferasi sel abnormal. 4
Leukemia akut dan kronis adalah
bentuk keganasan atau malignansi yang timbul dari akumulasi klonal yang tidak
terkontrol dari sel-sel pembentuk sel darah. Mekanisme kendali seluler normal
tidak bekerja dengan baik sehingga mengakibatkan adanya perubahan pada kode
genetik yang bertanggung jawab atas pengaturan pertumbuhan sel dan diferensiasinya.5
Leukemia timbul pada kondisi apabila terjadi gangguan proses
pematangan stem sel menjadi sel darah putih dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut dapat berupa penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom juga turut mengganggu
kontrol normal dari sel yang berproliferasi, sehingga terjadi pembembelahan sel
abnormal dan berujung keganasan. Hingga akhirnya sel-sel ini merusak sumsum
tulang dan mengalihfungsikan tempat sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah normal.
Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk otak, kelenjar
getah bening, hati, ginjal, dan limpa. 4
Pemeriksaan
sitogenik akan memberi petunjuk ada/tidaknya aberasi kromosom. Pemeriksaan
sitogenetik pada enam subyek, semuanya menunjukkan aberasi kromosom. Trisomi 21
terdapat pada tiga subyek (50%), terdapat dua subyek dengan “abberrant expression”,
yaitu disertai ekspresi sel mieloid pada LLA sel B dan ekspresi sel B pada LLA
sel T. Terdapat dua subyek dengan aberasi kromosom yang belum ditemui dalam
literatur, yaitu 21, t(6;11)(q27;q23) pada anak LMA-M3 dan 17, 21,
t(2;6)(q34;q26) pada remaja LLA sel B.6
PROGNOSIS
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap buruknya
prognosis LLA, sebagai berikut:8
- Jumlah sel darah putih/leukosit lebih dari 50.000/mm3
- Umur penderita pada saat diagnosis ditegakkan dan pengobatan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun
- Fenotipe imunologis (immunophenotype)
- Berjenis kelamin laki-laki
- Respon terapi yang buruk pada saat pemberian kemoterapi inisial, dilihat melalui pemeriksaan BMP, sel blast di sumsum tulang > 1000/mm3
- Kelainan jumlah kromosom. Indeks DNA >1.16 (hiperploid) memiliki prognosis yang baik.
INDIKASI TRANSFUSI
Transfusi sel
darah merah
Packed Red Cell (PRC) bersumber dari
darah lengkap yang kemudian disedimentasikan selama penyimpanan, atau disentrifugasi
putaran tinggi. Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang. Satu unit PRC dari
500 ml darah lengkap volumenya sekitar 200-250 ml dengan volume plasma 15-25 ml,
kadar hematokrit 70-80%, dan volume antikoagulan 10-15 ml. Memiliki daya ikat
oksigen dua kali lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu penyimpanan
sama dengan darah lengkap.9
Pada
penderita leukemia PRC diberikan saat Hemoglobin dibawah 7 mg/dL dan
memperlihatkan tanda-tanda; malaise, anoreksia dan iritabilitas. Secara umum
pemakaian PRC ini dipakai pada penderita anemia yang tidak disertai penurunan
volume darah, misalnya penderita dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik
kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal
ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda “oksigen need”
(rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing, dan gelisah). PRC diberikan
sampai tanda oksigen need hilang. Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl.9
Untuk
menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat
menaikkan kadar hematokrit 3-5 %.9
Keuntungan
transfusi PRC dibanding darah lengkap : 9
1.
Kemungkinan overload sirkulasi menjadi minimal
2.
Reaksi transfusi akibat komponen plasma menjadi
minimal.
3.
Reaksi transfusi akibat antibodi donor menjadi minimal.
4.
Akibat samping akibat volume antikoagulan yang
berlebihan menjadi minimal.
5.
Meningkatnya daya guna pemakaian darah karena sisa
plasma dapat dibuat menjadi komponen-komponen yang lain.
Kerugian PRC adalah masih cukup
banyak plasma, leukosit, dan trombosit yang tertinggal sehingga masih bisa
terjadi sensitisasi yang dapat memicu timbulnya pembentukan antibodi terhadap
darah donor. Sehingga pada penderita yang memerlukan transfusi berulang,
misalnya penderita talasemia, paroksismal nocturnal hemoglobinuria, anemia
hemolitik karena proses imunologik, dsb serta penderita yang pernah mengalami
reaksi febrile sebelumnya (reaksi terhadap leukosit donor) Untuk mengurangi
efek samping komponen non eritrosit maka dibuat PRC yang dicuci (washed PRC).
Dibuat dari darah utuh yang dicuci dengan normal saline sebanyak tiga kali
untuk menghilangkan antibodi. Washed PRC hanya dapat disimpan selama 4 jam pada
suhu 4oC, karena itu harus segera diberikan. 9
Transfusi trombosit
Dengan satu unit
konsentrat trombosit biasanya akan menaikkan jumlah trombosit sebesar
9.000-11.000 /m3 luas badan. Sehingga untuk keadaan trombositopenia yang berat
dibutuhkan sampai 8-10 unit.10
Belakangan ini
ASA merekomendasikan bahwa : 10
1.
Transfusi trombosit profilaksis tidak efektif dan
jarang diindikasikan jika trombositopenia disebabkan oleh destruksi trombosit
(misalnya idiopathic trombositopenia purpura)
2.
Transfusi trombosit profilaksis jarang diindikasikan
pada penderita-penderita operasi dengan trombositopenia karena dapat, karena
dapat menurunkan produksi trombosit bila jumlah trombositnya lebih besar dari
100.000/mm3 dan biasanya diindikasikan jika trombosit di bawah 50.000/mm3.
Penentuan apakah penderita dengan jumlah trombosit intermediat
(50.000-100.000/mm3 ini membutuhkan terapi sebaiknya didasarkan pada risiko
perdarahan.
3.
Penderita bedah dan penderita obstetrik dengan
perdarahan mikrovaskuler biasanya membutuhkan transfusi trombosit jika trombositnya
kurang dari 50.000/mm3 . Trombosit intermediat (50.000-100.000/mm3) penentuan
ini seharusnya didasarkan pada penderita-penderita dengan risiko perdarahan
yang besar.
4.
Persalinan pervaginam atau prosedur operasi yang ringan
kehilangan darah mungkin tidak bermakna pada penderita dengan trombosit
<50.000/mm3
Transfusi trombosit mungkin diindikasikan bila terbukti jumlah trombosit adekuat tapi terdapat disfungsi trombosit dan perdarahan mikrovaskuler.
Transfusi trombosit mungkin diindikasikan bila terbukti jumlah trombosit adekuat tapi terdapat disfungsi trombosit dan perdarahan mikrovaskuler.
5.
Trombosit diberikan pada penderita perdarahan dengan trombositopenia
akibat transfusi masif, dengue hemoragik fever, trombositopati (Defek fungsi),
leukemia atau anemia aplastik dengan perdarahan.
Konsentrat trombosit harus
ditransfusikan secepat mungkin dalam waktu 2 jam sepanjang kondisi resipien
memungkinkan. Rekomendasi standar transfusi pada penderita leukemia jika
didapatkan trombosit < 20.000/mm3 tanpa adanya perdarahan atau
<50.000/mm3 dengan perdarahan. Trombosit diberikan sampai perdarahan
berhenti atau masa perdarahan (bleeding time) pada 2 kali nilai kontrol normal.
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah menggigil, demam, dan alergi.
Transfusi trombosit dapat menyebabkan allo-imunisasi yang menyebabkan penderita
menjadi refrakter terhadap transfusi trombosit berikutnya. 9
RINGKASAN
Leukemia (kanker darah) adalah penyakit
kanker yang merusak sel-sel darah putih (leukosit) yang diproduksi di sumsum
tulang. Sumsum tulang memproduksi tiga macam sel darah diantaranya sel darah
putih (sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (membawa
oksigen kedalam tubuh) dan trombosit (membantu proses pembekuan darah). Leukemia limfoblastik akut adalah
kanker yang paling sering terjadi pada anak-anak, dan merupakan hampir
sepertiga dari seluruh kanker anak. Dari klasifikasi tersebut, Leukemia dapat dibagi menjadi empat jenis;
- Leukemia limfoblastik akut (LLA). Tipe leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Jenis ini juga muncul pada orang dewasa usia 65 tahun atau lebih.
- Leukemia mieloblastik akut (LMA). Tipe leukemia ini sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak. Disebut juga leukemia nonlimfoblastik akut.
- Leukemia limfositik kronis (LLK). Tipe leukemia ini sering diderita oleh orang dewasa denga usia lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga ditemukan pada usia muda, dan hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak.
- Leukemia mielositik kronis (LMK). Tipe leukemia ini sering terjadi pada orang dewasa. Dapat pula terjadi pada anak-anak, namun sangat jarang.
Sampai saat
ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor yang diduga dapat mempengaruhi meningkatnya frekuensi kejadian leukemia;
antara lain:
- Sinar Radiasi. Hal ini didukung oleh beberapa laporan dari penelitian-penelitian yang fokus terhadap kasus Leukemia, sebagian besar pegawai radiologi dan penderita dengan radioterapi lebih sering mengalami leukemia, leukemia juga ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki di Jepang.
- Zat Leukemogenik. Telah diidentifikasi beberapa zat kimia yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti benzena, insektisida, obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi.
- Herediter. Penderita Sindrom Down memiliki insidensi terjadinya leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
- Virus. Beberapa jenis virus diketahui dapat meningkatkan terjadinya leukemia, seperti HTLV-1 pada dewasa, retrovirus, dan virus leukemia feline.
- Merokok. Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia.
- Lingkungan. Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani.
Berdasarkan
data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika Serikat,
leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008, penderita leukemia 44.270 orang
dewasa dan 4.220 pada anak-anak. LLA paling sering dijumpai pada anak-anak.
Menurut penelitian Kartiningsih L.dkk (2001), melaporkan bahwa di RSUD Dr.
Soetomo LLA menduduki peringkat pertama kanker pada anak selama tahun 1991-2000. Ada 524 kasus atau
50% dari seluruh keganasan pada anak yang tercatat di RSUD Dr. Soetomo, 430
anak (82%) adalah LLA, 50 anak (10%) menderita mielositik leukemia, dan 42
kasus merupakan leukemia mielositik kronik. Penelitian Simamora di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun2004-2007 menunjukkan bahwa leukemia lebih banyak diderita
oleh anak-anak usia <15 tahun khususnya LLA yaitu 87%. Pada usia 15-20 tahun
7,4%, usia 20-60 tahun 20,4%, dan pada usia >60 tahun 1,8%.
Diagnosis LLA dapat ditegakkan melalui beberapa cara. Pemeriksaan
darah rutin (berupa pemeriksaan darah lengkap). Jumlah total sel darah putih dapat
berkurang, normal atau bertambah; namun sel darah merah dan trombosit hampir
selalu dibawah nilai normal. Ditemukannya banyak sel darah putih yang belum
matang (sel blast) di bawah pemeriksaan mikroskop. Biopsi sumsum tulang
hampir selalu dilakukan untuk dapat memperkuat diagnosis dan menentukan jenis
dari leukemia tersebut. Leukemia akut dapat didiagnosis melalui beberapa cara,
seperti berikut:
- Pemeriksaan morfologi: apusan darah tepi, biopsi sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang,
- Pewarnaan sitokimia,
- Immunofenotipe, dan
- Sitogenetika.
Pada
penderita leukemia PRC diberikan saat Hemoglobin dibawah 7 mg/dL dan
memperlihatkan tanda-tanda; malaise, anoreksia dan iritabilitas. Indikasi umum
pemakaian PRC ini dipakai pada penderita anemia yang tidak disertai penurunan
volume darah, misalnya penderita dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik
kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal
ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis dengan tanda oxygen need (rasa sesak, mata berkunang,
palpitasi, pusing, dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oxygen need hilang.
Biasanya pada Hb 8-10 gr/dl.
Sedangkan pada Penderita
trombositopenia. Rekomendasi standar transfusi pada penderita leukemia jika
didapatkan trombosit < 20.000/mm3 tanpa adanya perdarahan atau <50.000/mm3
dengan perdarahan. ASA juga memberikan rekomendasi transfusi trombosit bahwa :
(1) Pada penderita
perdarahan dengan trombositopenia akibat transfusi masif, dengue hemoragik
fever, trombositopati (Defek fungsi), leukemia atau anemia aplastik dengan
perdarahan (2) Transfusi trombosit profilaksis jarang diindikasikan pada penderita-penderita
operasi dengan trombositopenia, (3) Penderita bedah dan penderita obstetrik
dengan perdarahan mikrovaskuler biasanya membutuhkan transfusi trombosit jika trombositnya
kurang dari 50.000/mm3, (4) Persalinan pervaginam atau operasi jumlah trombosit
adekuat tapi terdapat disfungsi trombosit dan perdarahan mikrovaskuler, dan (5)
Transfusi trombosit profilaksis tidak efektif dan jarang diindikasikan jika trombositopenia
disebabkan oleh destruksi trombosit.
DAFTAR PUTAKA
- Tubergen, D. A., Bleyer A. The Leukemias in Nelson Textbook of Pediatrics, 17th Edition. USA: Saunders-Elsvier Science. 2004; 488.
- Fianza, PI. Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid II, Jakarta: InternaPublishing, 2009; 1266.
3. Pui
CH, Robison LL, Look AT. Acute Lymphoblastic Leukaemia. Lancet. 2008; 371: 1030–43.
- Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P.A.H Moss. Kapita Selekta Hematologi edisi 4. Jakarta: EGC, 2005; 150-176.
- Israr Y. A. Leukemia. Files of DrsMed – FK UNRI. 2010; 1: 1-9.
6.
Sjahid I. Immunophenotyping dan Sitogenetik pada Leukemia
Akut. Warta Litbang Kesehatan. 2009; 3: 1-2.
- Onciu M. Acute Lymphoblastic Leukemia. Hematol Oncol Clin N Am. 2009; 23: 655–74.
- Liumbruno G, Bennardello F, Lattanzio A, Piccoli P, Rossetti G. Recommendations for the transfusion of red blood cells. Blood Transfuse. 2009; 7: 49-64.
9. Seiter
K. Supportive Care - Blood Products. Emedicine [diakses 16 Januari 2013].
Diunduh dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/207631-treatment#aw2aab6b6c13.
Unknown