Heri Wahyudi
0702005065
Pembimbing :
Pembimbing :
Dr. Nyoman Periadijaya, Sp.B
DALAM RANGKA MENGIKUTI KKM BAGIAN/SMF ILMU
BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Trauma berasal darin bahasa
Yunani “tpavua”, yang berarti cedera atau luka. Berdasarkan dari dua kata
tersebut, trauma didefinisikan sebagai kerusakan dari tubuh yang ditandai
perubahan strukural dan-atau gangguan keseimbangan fisiologis yang disebabkan
oleh berbagai macam energi.(1)
Hoyt dkk
menyatakan trauma merupakan masalah kesehatan masyarakat global dan salah satu
penyebab kecacatan serta kematian terbanyak pada usia 1 - 44 tahun di negara
maju dan negara berkembang. Walaupun trauma merupakan masalah kesehatan global,
hanya sedikit perhatian yang diberikan untuk upaya pencegahan terjadinya
trauma. Hal ini memang cukup memprihatinkan karena data tentang efek dan akibat
trauma sudah cukup banyak dipublikasikan.(1)
Secara global
pada tahun 1990, angka kematian akibat trauma mencapai 5 juta orang per tahun
dengan perbandingan setiap 2 laki-laki meninggal diikuti 1 perempuan meninggal.
Pada tahun 2020 diperkirakan angka kematian akibat trauma mencapai 8,4 juta
orang per tahun, dengan kecelakaan kendaraan bermotor sebagai penyebab
kecacatan ketiga terbanyak di seluruh dunia dan penyebab kecacatan kedua
terbanyak di negara berkembang.(2)
Selain tingginya
angka kematian dan kecacatan, biaya yang dikeluarkan juga cukup besar. Di
amerika serikat total biaya yang berhubungan dengan trauma mencapai $400 milyar
setiap tahunnya. Meskipun biaya yang dikeluarkan sangat besar, tetapi kurang
dari empat sen dolar dari setiap dolarnya yang disisihkan untuk melakukan riset
yang berkaitan dengan trauma.(3)
Pemerintah
amerika serikat membagi cedera yang berhubungan dengan kematian menjadi
kecelakaan (cedera yang tidak disengaja), bunuh diri, pembunuhan, perang dan
penyebab lain yang tidak ditentukan. Angka kematian akibat kecelakaan (cedera
yang tidak disengaja) mencapai 110.000 orang per tahun dengan angka kecelakaan
kendaraan bermotor mencapai 40%. Sedangkan kematian akibat pembunuhan, bunuh
diri dan sebab lainnya mencapai 50.000 orang setiap tahunnya. Angka kematian
ini melebihi jumlah kematian yang disebabkan oleh keganasan, penyakit jantung
ataupun HIV.(4)
Angka kematian
pada trauma abdomen mencapai 10% dari seluruh jumlah kematian akibat trauma.
Angka kematian pasien cedera aorta abdominal mencapai 50% dengan penyebab utama
kematian adalah perdarahan yang tidak dapat dikontrol.(4) Insiden
hematon retroperitoneum pada beberapa penelitian menunjukkan luka tusuk lebih
memberikan harapan hidup lebih besar dibandingkan luka tembak.(3)
dan trauma tumpul menunjukkan persentase 67-80% sebagai penyebab tersering.(1)
Lebih dari 90% dari cedera vaskular abdomen disebabkan oleh luka tembus.
Cedera ini ditemukan saat laparotomi pada 25% pasien dengan luka tembak dan 10%
dari pasien dengan luka tusuk. Luka ini jarang terisolasi, dengan beberapa
cedera intraabdominal terkait lainnya, termasuk beberapa luka organ berongga
lainnya harus dipikirkan. Oleh karena ketersediaan senjata semi-otomatis di
masyarakat, kini telah meningkatkan insiden serangan tembakan ganda, dan
meningkatkan kejadian cedera ini.
Pada makalah ini
akan dibahas tentang cedera pada aorta abdominal dan penatalaksanaannya.
BAB 2
CEDERA AORTA ABDOMEN
2.1 Anatomi Retroperitoneum
Abdomen merupakan bagian dari
batang tubuh, berada diantara thorax dan pelvis serta merupakan suatu ruang yang
fleksibel. Di dalam abdomen terdapat organ pencernaan, organ vaskular dan
sebagian organ sistem urogenital yang dilindungi oleh otot-otot abdomen pada
bagian anterolateral, diafragma pada bagian superior, otot-otot pelvis pada
bagian inferior dari tulang-tulang dada dan bagian inferior oleh tulang-tulang
pelvis.
Di rongga
abdomen terdapat peritoneum, suatu membran tipis yang meliputi dinding abdomen
dan rongga pelvis serta membungkus organ abdomen. Peritoneum dibagi menjadi dua
yaitu peritoneum parietalis yang meliputi dinding abdomen dan rongga pelvis,
dan peritoneum viseralis yang membungkus organ abdomen. Antara peritoneum
parietalis dan viseralis terdapat rongga yang disebut rongga peritoneum (rongga
intraperitoneum). Selain rongga peritoneum, terdapat rongga antara peritoneum
parietalis dengan fasia transversalis interna yang disebut rongga
retroperitoneum.(5)
Pada rongga
retroperitoneum terdapat organ retroperitoneum primer dan organ retroperitoneum
sekunder. Organ retroperitoneum primer merupakan organ yang secara embriologi
terdapat pada rongga retroperitoneum. Organ retroperitoneum sekunder merupakan
organ yang secara embriologi terdapat di dalam rongga intraperitoneum dan
bermigrasi ke rongga retroperitoneum karena perkembangan embriologi. Organ retroperitoneum
primer meliputi suprarenal, renal, ureter, aorta dan vena cava inferior beserta
cabangnya. Organ retroperitoneum sekunder meliputi duodenum, pankreas, sebagian
kolon asenden dan desenden.(6)
2.2 Klasifikasi Hematom Retroperitoneum
Nunn dkk, mengemukakan sistem
klasifikasi hematom retroperitoneum menjadi 3 zona, meliputi:
1.
Zona I (centromedial)
a. Batas
atas : diafragma
b. Batas
bawah : promontorium sakrum
c. Batas
lateral : m. psoas
d. Organ : aorta abdominalis, vena cava inferior,
duodenum dan pankreas.
2.
Zona II (lateral/flank)
a. Batas
atas : diafragma
b. Batas
bawah : Iliac crests
c. Batas
medial : m. psoas
d. Organ : ginjal dan vaskular, ureter, kolon asenden
dan desenden.
3.
Zona III (pelvic)
a. Batas
anterior : ruang retzius
b. Batas
posterior: sakrum
c. Batas
lateral : tulang pelvis
d. Organ : dinding pelvis, arteri dan vena iliaka,
organ urogenital, rektosigmoid.
Selain pembagian zona
retroperitoneum diatas, vaskular yang merupakan bagian zona retroperitoneum
juga dibagi menjadi 4 bagian. Tujuan pembagian ini untuk mempermudah dalam
pembagian trauma vaskular abdomen. Pembagian ini meliputi:
1.
Zona 1 :
Midline retroperitoneum
a. Area
supramesocolic : aorta abdominalis
suprarenal, trunkus celiac, proximal arteri mesenterika superior, proksimal
arteri renalis dan vena mesenterika superior.
b. Arteri
inframesocolic : aorta abdominalis
infrarenal, vena cava inferior infrahepatik.
2.
Zona 2 :
Lateral retroperitoneum meliputi arteri dan vena renalis
3.
Zona 3: pelvic retroperitoneum meliputi arteri
dan vena iliaka
4.
Area portal-retrohepatic : meliputi: vena portal, arteri hepatika dan vena cava
retrohepatika.
2.3 Derajat Trauma Vaskular
American Assiciation for the Surgery of Trauma (AAST) menyusun OIS
(Organ Injury Scalling) berdasarkan
gambaran CT scan yang dipakai sebagai dasar dalam menentukan beratnya derajat
trauma vaskular meliputi:
1.
Derajat 1
a. Cabang
arteri mesenterika superior atau vena mesenterika superior yang tidak bernama
b. Cabang
arteri mesenterika inferior atau cabang vena mesenterika inferior yang tidak
bernama
c. Arteri-vena
phrenic
d. Arteri-vena
lumbal
e. Arteri-vena
gonad
f. Arteri-vena
ovarium
g. Arteri-vena
kecil yang lainnya yang perlu diligasi
2.
Derajat 2
a. Arteri
hepatica comunis, kanan dan kiri
b. Arteri-vena
splenikus
c. Arteri
gastric kanan atau kiri
d. Arteri
gastroduodenal
e. Arteri
mesenterika inferior, trunkus atau vena mesenterika inferior, trunkus
f. Arteri-vena
abdomen yang lainnya yang perlu diligasi
3.
Derajat 3
a. Vena
mesenterika superior, trunkus
b. Arteri-vena
renalis
c. Arteri-vena
iliaka
d. Arteri-vena
hypogastric
e. Vena
cava, infrarenal
4.
Derajat 4
a. Arteri
mesenterika superior, trunkus
b. Celiac axis paper
c. Vena
cava, suprarenal dan infrahepatika
d. Aorta,
infrarenal
5.
Derajat 5
a. Vena
porta
b. Vena
hepatica ekstraparenkim
c. Vena
cava, retrohepatic atau suprahepatika
d. Aorta,
suprarenal, subdiaphragmatika
Trauma vaskular
juga dibedakan secara gambaran patologi. Pembagian ini berbeda antara trauma
tembus dan trauma tumpul. Trauma tembus vaskular dibedakan menjadi 3 yaitu:
1.
Derajat 1: robekan pada tunika adventisia dan
atau tunika media tanpa menembus dinding lumen
2.
Derajat 2: robekan parsial dinding vaskular
sehingga terjadi perdarahan karena tidak dapat terjadi retraksi
3.
Derajat 3: vaskular putus total
Trauma tumpul vaskular
berdasarkan gambaran patologi dibedakan menjadi 3 yaitu:
1.
Derajat 1: robekan tunika intima yang luas
2.
Derajat 2: robekan pada tunika intima dan tunika
media disertai hematom dan trombosis pada dinding vaskular
3.
Derajat 3: kerusakan seluruh tebal dinding
vaskular disertai tergulungnya tunika intima dan tunika media ke dalam lumen
disertai terbentuknya thrombus pada tunika adventisia yang masih utuh
2.4
Gambaran Klinis Trauma Vaskular Abdomen
Trauma vaskular abdomen merupakan trauma yang paling
berbahaya. Tercatat sekitar 5-25% pasien dengan trauma vaskular besar akibat
trauma abdomen dan merupakan penyebab kematian terbanyak pada trauma abdomen.
Syok, perdarahan tanpa tamponade retroperitoneum, asidosis dan letak trauma
vaskular di suprarenal memainkan peranan yang signifikan dalam tingkat
kematian.(7)
Sebagian besar cedera vaskular abdomen disebabkan oleh
trauma penetrasi yang menghasilkan hematom retroperitoneum dengan berbagai
tingkat perdarahan bebas intraperitoneal. Karena
lokasi retroperitoneum pada midline vaskular besar abdomen, cedera ini hampir
tidak pernah terisolasi, dan trauma pada organ abdomen lainnya di sepanjang
luka yang disebabkan oleh missile adalah
merupakan pengecualian.(8)
Pada trauma tumpul abdomen, cedera vaskular
berhubungan dengan deselerasi yang cepat pada kecelakaan kendaraan bermotor
yang menyebabkan avulsi cabang-cabang kecil dari vaskular utama (misalnya
robekan pada a. mesenterium). Mekanisme lainnya berhubungan dengan trauma
langsung pada vaskular yang menyebabkan robekan pada dinding vaskular atau
ruptur vaskular. Pada trauma tembus, terjadi robekan pada dinding vaskular atau
membentuk flap intimal yang merupakan efek sekunder dari benturan. Posisi
anatomi vaskular abdomen yang berada di retroperitoneum dan berdekatan dengan
organ lain, memungkinkan terjadinya trauma pada organ lain.(9)
Pasien dengan perdarahan bebas intraperitoneal
biasanya disertai dengan shock yang sangat serius.(10) Juga disertai dengan hematom retroperitoneum, terutama pada
cedera vaskular besar, status hemodinamik pasien mungkin stabil. Kadang-kadang, pulsasi femoralis tidak teraba lagi jika
arteri iliaka telah terputus. Sebagian
besar pasien dengan trauma tembus ke aorta abdominal sangat tidak stabil pada
presentasinya, dan kira-kira satu dari lima pasien dengan kondisi ekstrem
menjalani resusitasi torakotomi di UGD.(11)
Trauma vaskular besar abdomen merupakan 30% dari kasus
cedera vaskular perifer.(12, 13)
Cedera Vaskular yang paling sering adalah aorta dan vena cava inferior
(IVC). Kesempatan untuk menemukan cedera
vaskular selama laparotomi untuk luka tembak (1 berbanding 4) jauh lebih tinggi
dibandingkan laparotomi untuk mengeksplorasi luka tusuk (1 berbanding 10).
Kecuali pasien dalam kondisi ekstrem, adalah sangat
berguna untuk dilakukan foto X-ray pada thorax dan abdomen untuk menggambarkan
lintasan peluru karena dapat membantu dalam eksplorasi pada bagian yang relevan
dari rongga abdomen dan juga dapat memberikan petunjuk yang berguna untuk
adanya cedera vaskular abdomen. Peluru
yang melintasi garis midline abdomen atau lapisan tulang belakang (lintasan
disebut transabdominal atau trans-aksial) pada pasien hipotensi dikaitkan
dengan kemungkinan tinggi cedera vaskular abdomen.(14)
Pada pemeriksaan
fisik, trauma vaskular abdomen dapat langsung terlihat atau tidak tergantung
pada adanya perdarahan aktif atau hematom. Pasien dengan hematom
retroperitoneum dengan cedera ada vena dapat menunjukkan adanya hipotensi yang
berespon cepat dengan pemberian terapi cairan yang disertai adanya tanda
peritonitis. Trombosis yang terjadi pada infrarenal aorta abdominalis akan
memberikan gambaran berupa hilangnya arteri femoralis. Bila trombosis yang
terjadi di suprarenal akan menimbulkan keluhan nyeri abdomen yang berat.(1)
Pada pasien dengan hemodinamik stabil atau tidak
stabil, FAST berguna untuk menyingkirkan kemungkinan trauma jantung dengan
tamponade atau hemothorax. Pada pasien dengan hemodinamik stabil dapat
dilakukan pemeriksaan tambahan yang lain yaitu intravenous pyelogram (IVP) atau
CT scan abdomen dengan kontras. Penggunaan IVP dilakukan untuk mengetahui
fungsi ginja, adanya pendarahan apda ginjal dan kondisi ureter. Penggunaan IVP
saat ini sudah jarang dikerjakan karena adanya CT scan.(1)
KASUS
PASIEN: indikasi untuk laparotomi segera adalah sangat
jelas. Tidak ada waktu (atau diperlukan) untuk pemeriksaan diagnostik, dan
diagnosis yang tepat selama intra-bedah. Waktu tidak boleh terbuang pada
resusitasi cairan atau upaya untuk "menstabilkan" pasien, yang
menderita luka tembak trans-aksial.
2.5 Manajemen Cedera Aorta Abdominal
Sebagian besar kasus trauma
vaskular dapat dilakukan tindakan arterioraphy atau venoraphy. Pada beberapa
kasus diperlukan penambalan dengan bahan prostetik kecuali pada kasus dengan
kontaminasi isi kolon yang banyak, maka diperlukan penambalan yang bersifat
autologus.
Hematom pada
zona 1 selalu dilakukan tindakan eksplorasi tanpa memperhatikan penyebab dan
ukuran hematom. Tujuan eksplorasi untuk mengetahui adanya cedera pada vaskular
besar atau cedera organ retroperitoneum karena morbiditas yang tinggi pada
trauma zona 1. Hematom zona 1 terdiri dari area supramesocolic (aorta
abdominalis suprarenal, trunkus celiac, proksimal arteri mesenterika superior,
proksimal arteri renalis dan vena mesenterika superior) dan area inframesocolic
(aorta abdominalis infrarenal, vena cava inferior infrahepatik).
Hematom pada
area supramesocolic menunjukkan adanya trauma vaskular pada aorta abdominalis
suprarenal, trunkus celiac, proksimal arteri mesenterika superior atau
proksimal arteri renalis. Untuk mencapai daerah ini maka dilakukan operasi
dengan menggunakan Mattox maneuver sehingga dapat melihat seluruh aorta abdominalis
dari hiatus sampai bifurkasi aorta. Perforasi kecil dari aorta dapat dilakukan
penjahitan primer. Bila terdapat dua perforasi kecil yang berdekatan, maka
kedua lubang ini dihubungkan kemudian dilakuakn penjahitan dengan arah
transversal. Penjahitan yang menyebabkan penyempitan lumen aorta atau defek
pada aorta yang cukup besar, maka diperlukan penutupan dengan menggunakan
graft.(1)
Trauma pada
trunkus celiac dapat dilakukan penjahitan primer atau dilakukan ligasi tanpa
menimbulkan morbiditas yang signifikan. Trauma pada arteri mesenterika
superior, diperlukan transeksi pankreas untuk dapat dilakukan penjahitan
primer. Pada beberapa kasus trauma arteri mesenterika yang berat dapat
dilakukan shunting sementara sebelum dilakukan rekonstruksi. Secara teori,
arteri mesenterika superior dapat diligasi karena adanya aliran kolateral dari
arteri yang lain, tetapi pada pasien trauma umumnya aliran kolateral ini tidak
adekuat sehingga mungkin terjadi iskemi pada saluran cerna. Bila arteri
esenterika yang diligasi maka perlu dilakukan second look-procedure untuk memastikan tidak adanya iskemi dari
saluran cerna.(8)
Hematom pada
area inframesocolic menunjukkan adanya trauma pada aorta abdominalis infrarenal
dan vena cava inferior (suprarenal dan infrarenal). Untuk mencapai area
inframesocolic, dilakukan dengan cara membuka bagian tengah retroperitoneum
atau dengan Kocher manuver. Tindakan pada ruptur aorta abdominal infrarenal
sama seperti aorta abdominal suprarenal. Trauma vena cava inferior infrarenal
dapat dilakukan penjahitan primer atau ligasi. Trauma vena cava inferior
suprarenal perlu dilakukan tindakan penjahitan dan tidak dianjurkan ligasi
karena dapat menyebabkan kerusakan ginjal.(8)
2.6 Prioritas
Operasi Segera
Mendapatkan akses ke rongga cedera dan kontrol
perdarahan sementara adalah prioritas operasi segera. Akses diperoleh melalui sayatan laparotomi pada garis
midline. Pengeluaran isi usus kecil
memungkinkan evakuasi darah intraperitoneal dan penilaian yang cepat dari
daerah yang mengalami cedera. Perdarahan
bebas harus dikendalikan dengan segera, dengan menggunakan tekanan manual
(untuk perdarahan arteri) atau packing
(untuk perdarahan vena). Paparan
vaskular secara formal dan pengendaliannya akan diperoleh nanti, juga melakukan
clamping pada genangan darah terbukti
tidak efektif dan dapat menyebabkan cedera iatrogenik. Hematom retroperitoneum sesekali dapat mempercepat
eksplorasi abdomen, mengontrol tumpahan isi usus, dan yang paling penting,
mengatur serangan pada cedera.(15)
Setelah pendarahan untuk sementara dapat dikendalikan
dan sebelum cedera ditangani secara langsung, adalah bijaksana untuk
menghentikan operasi dan mempergunakan waktu untuk mengoptimalkan kinerja tim di
ruang OK. Darah secukupnya dibawa ke ruang OK
untuk persiapan kehilangan darah yang besar, infus yang cepat dan perangkat
Autotransfusi terhubung dan diaktifkan, nampan vaskular penuh disiapkan, dan paparan
ditingkatkan.(15) Hanya
setelah semuanya dan tim siap, perbaikan vaskular baru dapat dimulai.
2.7 Kontrol
Aorta Proksimal
Prinsip kardinal pada trauma vaskular adalah untuk
mendapatkan kontrol proksimal sebelum memasuki daerah hematom di sekitar vaskular
yang terluka. Clamping
aorta abdomen adalah manuver yang baik dan secara tradisional digunakan untuk
mendapatkan kontrol proksimal global aorta (dan cabang utama) dan sebagai
tambahan untuk resusitasi pada pasien hipotensi mendalam dengan perdarahan
intra-abdomen.(16)
Lokasi dan teknik untuk mendapatkan kontrol proksimal
tergantung pada tingkat cedera dan luasnya hematom berikutnya. Kontrol Proksimal untuk cedera aorta distal dapat
diperoleh di bawah mesokolon transversal. Pada
kasus ini, usus kecil mengalami eviserasi ke arah kanan dan atas, ligamentum
Treitz kemudian diinsisi dan duodenum dimobilisasi ke arah lateral, kemudian
peritoneum posterior diinsisi pada midline di bawah mesokolon transversal untuk
mendapatkan akses ke aorta infrarenal dan klem.
Untuk cedera yang lebih cephalad atau bila dilakukan
sebuah manuver resusitasi, kontrol proksimal aorta harus dicapai pada tingkat supra-celiac. Untuk cedera yang lebih cephalad atau bila dilakukan sebuah manuver pernafasan, kontrol
proksimal aorta harus dicapai pada tingkat supra-celiac. Hal ini dilakukan
untuk menciptakan sebuah lubang di lesser omentum dan meretraksi abdomen ke
kiri untuk mengekspos retroperitoneum posterior dan kruris dekstra diafragma.(17) Memisahkan serat-serat kruris
dekstra secara digital di atas pulsasi aorta yang jelas teraba dapat
menciptakan ruang yang cukup pada kedua sisi aorta untuk mengakomodasi klem aorta. Dengan teknik ini, klem diaplikasikan di bagian paling
bawah dari aorta dada desenden, sehingga dapat terhindar dari jaringan
periaortic padat yang membungkus aorta abdomen bagian atas. Rute yang digunakan untuk menempatkan klem,
bagaimanapun, adalah transabdominal.
Klem supra-celiac dapat difasilitasi dengan
memobilisasi bagian abdomen dari esofagus.
Untuk itu, lobus kiri hepar lateral ditarik ke kanan menggunakan retraktor
datar berbilah dalam, peritoneum viseral yang berada di atas esofagus tepat di atas
persimpangan gastroesophageal diinsisi, dan esofagus
yang dikelilingi secara digital diseksi melingkar. Drain Penrose
besar kemudian ditempatkan di sekitar esofagus, yang memungkinkan traksi
lateral esofagus dapat dimobilisasi ke kiri. Hal ini menyediakan akses ke cruris diafragma yang tepat dan aorta.
Praktik di lapangan sering sekali dilakukan klem
supra-celiac secara membabi buta dalam genangan darah, terutama di tangan yang
tidak berpengalaman. Hal
itu dapat menyebabkan cedera iatrogenik pada struktur yang berdekatan (seperti
esofagus atau axis celiac), atau kegagalan untuk mendapatkan kontrol aorta sama
sekali. Sebuah pilihan yang lebih aman dan
sederhana adalah kompresi manual dari aorta terhadap tulang belakang melalui
sebuah lubang di lesser omentum.(15, 16)
Pilihan lain untuk kontrol proksimal aorta
supra-celiac adalah melakukan torakotomi anterolateral kiri dan klem aorta
desenden pada thorax di bagian bawah dada.
KASUS
PASIEN: kompresi aorta supra-celiac melalui sakus minor
digunakan sebagai manuver resusitasi. Klem
supra-celiac secara formal diperlukan, karena hematom dapat meluas ke mesokolon
transversal, dan tidak dianjurkan melakukan penempatan yang cepat dan aman dari
klem aorta infrarenal. Hanya ketika hematom telah masuk dan cedera diidentifikasi
saat clamping supra-celiac direposisi di bawah arteri ginjal.
2.8 Akses
ke Vaskular Besar Abdomen
Kunci untuk mendapatkan akses ke vaskular besar
abdomen dan cabang utama mereka adalah dengan memutar struktur intraperitoneal
atas secara medial, dari struktur vaskular sentral. Tergantung pada target
vaskular, rotasi medial ini bisa dilakukan dari sisi kanan atau kiri.
Left-sided
Medial Visceral Rotation (Mattox manuver)(18) (Gambar 1)
memperlihatkan seluruh panjang dari aorta abdominal dari diafragma ke bifurkasi
aorta dan merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan akses cepat ke segmen
aorta para-visceral (dari hiatus diafragma ke arteri ginjal). Insisi lapisan peritoneal lateral pada kolon sigmoid
dan kolon desenden dapat memandu pembedahan ke dalam lapang yang benar pada
otot psoas. Pembedahan pada lapang ini sangat
difasilitasi oleh adanya hematom retroperitoneum sentral. Bagian belakang tangan yang digunakan untuk menyapu
pada pembedahan otot-otot dinding abdomen posterior diarahkan menuju ke arah
kranial di belakang ginjal, limpa, usus kiri, dan cauda pankreas, semua sisi
kiri visera (termasuk fundus lambung) diputar ke garis midline, untuk
menyediakan akses ke seluruh panjang dari aorta abdominal (16),
serta ke mesenterika superior dan vaskular ginjal kiri.
Right-sided
Medial Visceral Rotation dilakukan dalam tiga langkah berturut-turut,
masing-masing memberikan paparan yang semakin baik pada retroperitoneum.(16) Langkah pertama adalah melakukan
insisi peritoneum posterior pada bagian lateral menuju loop duodenum untuk
memobilisasi kompleks pancreato-duodenum medial (Kocher manuver). Mengarahkan
insisi peritoneal ini kearah kaudal menuju garis putih Toldt yang memungkinkan
mobilisasi seluruh usus besar, merupakan langkah kedua. Manuver ini dapat menunjukkan posisi IVC,
pembuluh iliaka kanan, dan hilus ginjal kanan. Melanjutkan insisi peritoneal di sekitar sekum sepanjang garis fusi dari
mesenterium usus kecil ke peritoneum posterior, dari sekum ke ligamentum
Treitz, melengkapi langkah ketiga dan terakhir dari medial rotasi.
Gambar 1 Left-sided Medial Visceral Rotation (Mattox
manuver).
Gambar 2 Manuver Braasch-Cattell lengkap.
Hal ini memungkinkan refleksi dari usus kecil dan
besar keluar dari abdomen dan menuju thorax (Gambar 16.2). Ini adalah manuver Cattell-Braasch (19)
Awalnya digambarkan sebagai suatu teknik untuk mengakses bagian ketiga dan
keempat duodenum., Ia menyediakan paparan seluas mungkin dari struktur retroperitoneum,
termasuk aorta dan vena cava infrarenal, vaskular iliaka bilateral, dan masing-masing
vaskular pedikel ginjal.
2.9 Eksplorasi Hematom Retroperitoneum
Lokasi anatomi hematom retroperitoneum dan mekanisme
cedera (penetrasi vs tumpul) membimbing keputusan untuk dilakukannya eksplorasi
(20). Retroperitoneum ini dibagi menjadi tiga zona: retroperitoneum
garis tengah (Zona 1), daerah perinephric lateral (Zona 2.), dan
retroperitoneum panggul (Zona 3). Mesokolon
transversal membagi Zona 1 ke sektor supra-mesocolic dan infra-mesocolic. Sebuah bekas hematom yang terlihat dibelakang lesser omentum,
mendorong abdomen ke depan, sedangkan pendarahan selanjutnya mendorong
mesenterium usus halus ke depan, seperti aneurisma aorta abdomen (Gambar 16.3).
Setiap hematom di Zona 1 dieksplorasi untuk setiap
trauma baik penetrasi dan tumpul karena kemungkinan tinggi dan sifat tak kenal
ampun dari cedera vaskular di daerah ini, yang berisi aorta dan bagian
proksimal dari cabang utama visceral.(20)
Kontrol proksimal awalnya diperoleh pada hiatus diafragma, dan segmen yang
terluka diekspos melalui Left-sided Medial Visceral Rotation (untuk hematom
supra-mesocolic) atau pada eviserasi usus kecil ke kanan dan ke atas dengan melakukan
insisi peritoneum posterior di midline bawah mesokolon transversal (untuk hematom
infra-mesocolic).(16)
Sebuah hematom retroperitoneum di Zona 2 harus
dieksplorasi jika meluas atau terdapat pulsasi. Sebuah hematom perinephric
stabil, khususnya karena mekanisme tumpul, sebaiknya tidak dieksplorasi karena menimbulkan
terbukanya fasia Gerota yang sering menyebabkan rusaknya ginjal. Kontrol proksimal dari hilus ginjal dicapai baik
dengan membuka peritoneum posterior di atas aorta dan selektif looping vaskular
ginjal di midline, atau (lebih umum) dengan memobilisasi cepat ginjal yang
terluka ke garis tengah dan menjepit hilus ginjal keseluruhan. Hematom di Zona 3 harus dieksplorasi untuk trauma
penetrasi tetapi tidak untuk tumpul, kecuali ada kecurigaan klinis dari cedera
iliaka vaskular.
KASUS
PASIEN: akses ke luka di segmen aorta infrarenal diperoleh
dengan menggunakan paparan retroperitoneum terbatas dengan cara yang mirip
dengan mengekspos aneurisma aorta abdominal. Namun, beberapa ahli bedah rutin melakukan paparan Cattell-Braasch penuh
pada situasi ini sementara yang lain menggunakannya hanya jika eksposur yang
lebih terbatas terbukti tidak adekuat.
2.10 Kontrol Definitif Cedera Aorta
Klem supra-celiac aorta memungkinkan kontrol proksimal
yang cukup untuk memasuki hematom dan memvisualisasikan cedera, tetapi tidak
menyediakan lapangan operasi untuk eksplorasi dan perbaikan karena pendarahan balik
yang kuat. Kontrol definitif dicapai dengan
reposisi klem aorta proksimal dekat dengan cedera dan menerapkan clamping
distal langsung di bawahnya pada daerah aorta distal atau vaskular iliaka
generalis. Perdarahan balik dari arteri lumbal
juga harus dikontrol. Cedera dapat dieksplorasi kemudian dengan hati-hati untuk
menentukan tingkat kerusakan.
2.11 Pilihan Perbaikan Vaskular
Sebuah laserasi sederhana (biasanya luka tusuk)
biasanya ditutup menggunakan jahitan lateral dengan polypropylene 3:0 atau 4:0. Ketika kerusakan lebih luas (biasanya cedera tembak)
dengan dampak besar dinding aorta yang mencegah perbaikan lateral, pilihan yang
paling mudah adalah dengan memasukkan graft interposisi. Aorta abdomen tidak dapat pulih sendiri dengan baik
pada anastomosis primer karena tidak dapat dimobilisasi, dan patch angioplasty jarang digunakan.
Gambar 3 Midline hematom infra-mesocolic retroperitoneum
Aorta pada pasien usia muda sangatlah kecil, sangat
lembut dan memancar dengan mudah. Diperlukan adanya kesadaran untuk memasukkan
graft yang sedikit lebih besar dari vaskular yang terluka, biasanya graft
sintetik berukuran 14-18 mm.
Setelah perbaikan selesai, sangat penting untuk
mengisolasi garis jahitan vaskular dari rongga peritoneal, yang sering
terkontaminasi oleh perforasi usus. Sebuah
teknik yang efektif adalah dengan memisahkan omentum yang lebih besar dari
kolon transversal sepanjang garis yang berdarah, membuat lubang di mesokolon
transversal di sebelah kiri vaskular kolik tengah, dan menggeser greater
omentum bebas melalui defek mesenterika ke dalam kompartemen infra-mesocolic,
untuk menutupi perbaikan aorta.
Meskipun merupakan cedera tembak, kasus pasien dengan
kaliber kecil yang melalui luka dengan kerusakan dinding aorta yang terbatas.
Cedera ini disetujui untuk dilakukan perbaikan lateralis tanpa menggunakan
bahan prostetik.
2.12 Pilihan "kontrol kerusakan" pada Cedera
Aorta
Tidak ada pilihan kontrol yang baik untuk kerusakan
cedera aorta abdominal. Ada satu laporan pada tahun 1948 di mana defek pada
aorta besar dari luka tembak dilakukan bridging
dengan menggunakan tabung vitallium yang disegel dengan pita umbilikal.(21) Pasien tersebut selamat dan telah dapat
keluar rumah dengan tabung vitallium di tempat. Tidak ada laporan lain yang selamat setelah penyisipan shunt sementara yang
digunakan untuk bridging cedera aorta abdomen. Richardson et al. (22), menekankan peran kontrol kerusakan dalam
pengelolaan operasi cedera aorta, melaporkan dua pasien yang aortanya diligasi
selama operasi awal. Keduanya menjalani penundaan bypass axillofemoral untuk
revaskularisasi ekstremitas bawah.
Sementara cedera aorta umumnya membutuhkan perbaikan
definitif, di sisi lain cedera yang berhubungan sering ditangani dengan
menggunakan taktik kontrol kerusakan. Pada saat cedera aorta dikontrol dan
diperbaiki, pasien biasanya telah mengalami kehilangan darah yang besar dengan
penurunan fisiologis yang parah. Dalam
keadaan ini, pengendalian terhadap tumpahan merupakan prioritas, tetapi tidak ada
waktu untuk reseksi formal dan rekonstruksi organ berongga yang terluka.
Demikian pula, distensi usus yang edema, pembengkakan dinding abdomen, dan
kebutuhan untuk "bail out" cepat biasanya mencegah dilakukannya
penutupan abdomen formal sebagai solusi sementara.(22)
Kasus
Pasien: pasien yang mengalami laparotomi untuk kontrol
kerusakan dengan kontrol sementara dari tumpahan dan penutupan abdomen.
Rekonstruksi secara definitif dari saluran GI selesai setelah 36 jam kemudian.
Penutupan abdomen definitif dicapai 5 hari setelah laparotomi indeks.
2.13 Pendekatan terhadap Cedera Gabungan Aorta dan Vena
Cava
Sekitar satu dari tiga atau empat pasien dengan trauma
aorta abdominal akan memiliki cedera yang terkait dengan IVC (10, 23)
Luka gabungan ke supra-mesocolic vaskular besar terutama mematikan karena baik
aorta dan IVC sulit untuk diakses, dikontrol, dan diperbaiki pada area di sekitar
atau di atas vaskular renalis.
Manuver teknis yang utama untuk perbaikan cedera
gabungan infra-mesocolic adalah manuver Cattell-Braasch penuh untuk benar-benar
mengekspos retroperitoneum infra-mesocolic. Aorta dikendalikan seperti
dijelaskan di atas, sedangkan IVC dikendalikan dengan menerapkan tekanan
langsung di atas dan di bawah cedera. Daerah yang paling sulit untuk mengakses
IVC infrarenal adalah bifurkasi, di mana transeksi arteri iliaka kanan mungkin
satu-satunya cara untuk mendapatkan akses ke vena yang cedera.(24)
2.14 Kekhawatiran Segera Pasca Operasi
Pada pasien dengan trauma vaskuler abdomen, prioritas
pasca operasi segera adalah mengoreksi konsekuensi perdarahan yang tidak
tertolong dan transfusi masif, dan restitusi fisiologis pasien.(27) Koreksi cepat hipotermia dan
koagulopati dilusi sangat penting.
Perdarahan pasca operasi (yang biasanya menjadi cepat
jelas jika abdomen terbuka) harus segera dilakukan re-eksplorasi. Perhatian pertama dialihkan ke daerah cedera, di mana
hemostasis yang tidak memadai di dalam dan sekitar perbaikan vaskular adalah
sumber umum dari perdarahan. Cedera
yang tertinggal (22) dan trauma iatrogenik (misalnya, laserasi limpa
selama Left-sided Medial Visceral Rotation) merupakan penyebab perdarahan bedah
yang ditemukan saat re-laparotomi.(26)
Fokus keprihatinan segera pasca operasi lainnya adalah
iskemia distal. Prioritas
pertama dalam cedera aorta adalah kontrol perdarahan, dan hal ini kadang-kadang
dapat dicapai dengan pertukaran aliran distal.(22) Perbaikan lateral dari laserasi aorta dapat
mengakibatkan stenosis hemodinamik signifikan dengan iskemia distal, atau
bahkan trombosis aorta distal. Penggunaan
graft berdiameter kecil juga dapat menyebabkan penyempitan aorta. Oleh karena itu, bukti iskemia distal yang signifikan
pada periode pasca operasi pada pasien yang stabil harus dikerjakan angiografi
mendesak untuk melukiskan daerah yang direkonstruksi.
Risiko sindrom kompartemen harus selalu diingat. Jika
abdomen ditutup, tekanan kandung kemih harus dipantau secara ketat untuk
membuktikan hipertensi intra-abdominal. Sindrom
kompartemen abdomen juga dapat terjadi pada abdomen "terbuka" di mana
bagian dalam visera tersebut tertanam perangkat penutupan sementara. Kombinasi hipotensi berkepanjangan dan clamp aorta
jangka panjang dapat menyebabkan sindrom kompartemen ekstremitas bawah, baik di
bawah dan di atas lutut.
KASUS
PASIEN: adanya perkembangan sindrom kompartemen ekstremitas
bawah meskipun hanya 35 menit dari clamp aorta. Hal ini terjadi umumnya pada
clamp aorta berkepanjangan (yang mungkin diperlukan untuk interposisi graft
atau ketika rekonstruksi harus diulang) atau hipotensi berkepanjangan karena
keterlambatan dalam memperoleh kendali vaskular atau mengatasi cedera terkait. Dalam keadaan ini, kasus yang baik dapat dijadikan
sebagai "preemptive" fasciotomies empiris.
2.15 Risiko Infeksi
Asosiasi yang sangat sering pada cedera vaskular abdomen
dan organ berongga menimbulkan kekhawatiran yang jelas terjadinya infeksi di
lokasi jahitan aorta. Data
yang relevan pada kejadian infeksi pasca operasi graft kurang memadai (lihat di
bawah), tetapi kesan dokter bedah trauma yang berpengalaman adalah bahwa hal
itu adalah kejadian biasa. Selain
itu, meskipun rekonstruksi aorta mungkin melibatkan penggunaan bahan graft
sintetik dalam bidang yang terkontaminasi, tidak ada alternatif ekstra-anatomi
yang baik untuk rekonstruksi aorta langsung pada pasien yang menderita luka
parah. Ligasi dari aorta dengan penundaan
ekstra-anatomi rekonstruksi adalah pertimbangan yang valid dalam situasi yang
ekstrim (seperti feses yang mengotori daerah retroperitoneum atau pasien shock
yang sangat serius). Mencuci
area perbaikan aorta, mengisolasi dari usus yang terluka, dan cakupan yang
teliti dari jahitan baris vaskular seperti dijelaskan di atas diperkirakan
dapat mengurangi risiko infeksi dan mencegah perkembangan selanjutnya dari
aorto-enterik fistula.
2.16 Luaran
yang terjadi pada Cedera Aorta Abdominal
Luka tembus pada aorta abdomen dikaitkan dengan
tingkat kematian yang sangat tinggi: hanya sekitar satu dari empat pasien yang
dapat bertahan (9-11, 18, 27, 29), dengan tingkat kelangsungan hidup
yang lebih tinggi untuk trauma pada aorta infrarenal dibandingkan dengan segmen
supra-renal (9, 10), dan luka tusuk dibandingkan luka tembak.(11) Dalam sebuah jurnal ilmiah dikatakan
bahwa gabungan cedera aorta-IVC, hanya 7 dari 29 pasien yang dapat selamat.(23)
Ketika terjadi tamponade retroperitoneum dengan
perdarahan bebas ke dalam rongga peritoneal, prognosisnya sangat buruk. (27, 30) Syok saat penerimaan pertama (9,
10, 27) adalah tanda yang serius, dan butuh dilakukan torakotomi
resusitasi di UGD yang praktis menimbulkan kefatalan yang universal dengan
resiko selamat jangka panjang yang buruk.(11,
28) Ketika terdapat hematom. Dan adanya tanda-tanda perburukan
sebelum memperoleh kontrol vaskular, kemungkinan bertahan hidup kira-kira 50%,
dengan tingkat kematian yang sangat tinggi.(30) Menariknya, hasil yang dilaporkan dalam sebuah jurnal
ilmiah dari dua dekade terakhir sangat mirip dengan yang dilaporkan pada tahun
1970 dan perbaikan dalam sistem trauma rumah sakit dan layanan telah tidak
berpengaruh pada luaran cedera aorta abdominal.(11)
Hanya ada satu laporan jangka panjang pada pasien
follow up dengan trauma aorta abdominal yang menjalani perbaikan lateral.(31) Lima dari sebelas pasien yang
diikuti selama 15 tahun setelah cedera telah memiliki normal ankle-brachial
indeks dan kalsifikasi aorta pada area yang mengalami perbaikan pada CT scan, yang
menunjukkan kecenderungan untuk terjadinya percepatan aterosklerosis lokal.
2.17 Sebuah
catatan pada level pembuktian
Penting untuk diingat bahwa semua rangkaian cedera
aorta abdominal dalam literatur adalah seri kasus retrospektif (9, 10, 18,
22, 23, 27, 29, 30) penulis lain memasukkan cedera aorta dalam seri
trauma vaskular besar abdomen.(11, 13,
28) Cedera aorta jarang terjadi dan tidak pernah tunduk
pada studi prospektif. Sehingga
tidak dimilikinya data pembanding tingkat 1 atau 2 yang digunakan sebagai
pilihan teknis untuk dilakukannya pendekatan.
Luaran dari cedera aorta abdominal hampir sebagian
besar dilaporkan dalam bentuk survival
rate secara keseluruhan daripada morbidity
rate-nya, data yang baik tentang kejadian pada komplikasi tertentu secara
mencolok tidak terdapat pada literatur trauma. Sementara beberapa komplikasi seperti iskemia ekstremitas bawah (9, 22)
kadang-kadang disebutkan sedikit, kejadian iskemia distal, perdarahan pasca
operasi, atau sindrom kompartemen masih belum diketahui.
Demikian pula, infeksi pada area jahitan dilaporkan
secara sporadis oleh beberapa penulis (22), tetapi tidak adanya data
tentang kejadian infeksi tersebut atau pada manajemen yang mereka terapkan
bahkan pada era modern dengan pendokumentasian yang baik.(22, 27–29)
Oleh karena itu, mengingat tingkat kematian yang
sangat tinggi dan urgensi ekstrim dari situasi klinis, sangat tidak mungkin
bahwa rekomendasi untuk pengelolaan operasi trauma aorta abdominal dan
pencegahan komplikasinya akan didasarkan pada penelitian berbasis bukti.
BAB 3
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Trauma vaskular abdomen merupakan
trauma yang paling berbahaya. Tercatat sekitar 5-25% pasien dengan trauma
vaskular besar akibat trauma abdomen dan merupakan penyebab kematian terbanyak
pada trauma abdomen. Syok, perdarahan tanpa tamponade retroperitoneum, asidosis
dan letak trauma vaskular di suprarenal memainkan peranan yang signifikan dalam
tingkat kematian.
Sebagian besar
kasus trauma vaskular dapat dilakukan tindakan arterioraphy atau venoraphy.
Pada beberapa kasus diperlukan penambalan dengan bahan prostetik kecuali pada
kasus dengan kontaminasi isi kolon yang banyak, maka diperlukan penambalan yang
bersifat autologus, serta mendapatkan akses ke rongga cedera dan kontrol
perdarahan sementara adalah prioritas operasi segera. Prinsip kardinal pada trauma
vaskular adalah untuk mendapatkan kontrol proksimal sebelum memasuki daerah hematom
di sekitar vaskular yang terluka. Clamping
aorta abdomen adalah manuver yang baik dan secara tradisional digunakan untuk
mendapatkan kontrol proksimal global aorta (dan cabang utama) dan sebagai
tambahan untuk resusitasi pada pasien hipotensi mendalam dengan perdarahan
intra-abdomen dengan jalan mendapatkan akses ke vaskular besar abdomen dan
cabang utama mereka adalah dengan memutar struktur intraperitoneal atas secara
medial, dari struktur vaskular sentral. Lalu dikerjakan eksplorasi pada ketiga
zona retroperiteneum.
Klem
supra-celiac aorta memungkinkan kontrol proksimal yang cukup untuk memasuki hematom
dan memvisualisasikan cedera. Pada cedera gabungan dilakukan manuver teknis yang
utama untuk perbaikan cedera gabungan infra-mesocolic adalah manuver
Cattell-Braasch penuh untuk benar-benar mengekspos retroperitoneum
infra-mesocolic.
Pada
pasien dengan trauma vaskuler abdomen, prioritas pasca operasi segera adalah
mengoreksi konsekuensi perdarahan yang tidak tertolong dan transfusi masif, dan
restitusi fisiologis pasien. Koreksi
cepat hipotermia dan koagulopati dilusi sangat penting. Juga untuk mengurangi
resiko infeksi dengan mencuci area perbaikan aorta, mengisolasi dari usus yang
terluka, dan cakupan yang teliti dari jahitan baris vaskular seperti dijelaskan
di atas diperkirakan dapat mengurangi risiko infeksi dan mencegah perkembangan
selanjutnya dari aorto-enterik fistula.
Luka
tembus pada aorta abdomen dikaitkan dengan tingkat kematian yang sangat tinggi:
hanya sekitar satu dari empat pasien yang dapat bertahan, dengan tingkat
kelangsungan hidup yang lebih tinggi untuk trauma pada aorta infrarenal
dibandingkan dengan segmen supra-renal, dan luka tusuk dibandingkan luka tembak. Dalam sebuah jurnal ilmiah dikatakan bahwa gabungan
cedera aorta-IVC, hanya 7 dari 29 pasien yang dapat selamat.
DAFTAR PUSTAKA
- Abid AF, Hashen HL, 2010. Ureteral Injury from Gunshots and Shells of Explosive Devices. Urology Annals 2(1): 17-0.
- Allen TW, Reul GJ, Morton JR, Beall AC Jr. Surgical management of aortic trauma. J Trauma 1972; 12: 862–68.
- Alsikafi NF, Rosenstein DI, 2006. Staging, Evaluation, and Nonoperative Management of Renal Injuries. Urol Clin N Am 33: 13-19.
- Anonim, 2004, Adbance Trauma Life Support, 7th ed. American College of Surgeons J;93(1).
- Barden BE, Maull KI, 2000. Perforation of the Colon After Blunt Trauma. South Med J;93(1).
- Biffl WL, Cothren CC, moore EE. Trauma. 2010. In: Brunicardi FC (eds): Schwartz’s principles of surgery 9th ed. New York: McGraw-hill.
- Bjerke HS, 2006. Pancreatic trauma. E-medicine Specialities Abdominal trauma, (cited Oct 2012, 2)
- Chen ICJ, Shih HC, Wen YS. 2004. Extraperitoneal Rectal Perforation without Perineal Wound or Pelvic Fracture (Case Report). J Chin Med Assoc; 67:637-639.
- Coimbra R, Hoyt D, Winchell R et al. The ongoing challenge of retroperitoneum vascular injuries. Am J Surg 1996; 172: 541–44.
- Demetriades D, Theodorou D, Murray J et al. Mortality and prognostic factors in penetrating injuries of the aorta. J Trauma 1996; 40: 761–63.
- Mattox KL, Feliciano DV, Burch J et al. Five thousand seven hundred sixty cardiovascular injuries in 4459 patients. Epidemiologic evolution 1958 to 1987. Ann Surg 1989; 209: 698–705.
- Feliciano DV, Bitondo CG, Mattox KL et al. Civilian trauma in the 1980s. A 1-year experience with 456 vascular and cardiac injuries. Ann Surg 1984; 199: 717–24.
- Hirshberg A, Or J, Stein M, Walden R. Transaxial gunshot injuries. J Trauma 1996; 41: 460–61.
- Hirshberg A, Mattox KL. Stop that bleeding! In: Hirshberg A, Mattox KL, eds. Top Knife: The Art and Craft of Trauma Surgery. Shrewsbury: tfm Publishing, 2005: 19–34.
- Mattox KL, Hirshberg A. Access, control and repair techniques. In: Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A, eds. Vascular Trauma. Philadelphia: Elsevier, 2004: 137–64.
- Veith FJ, Gupta S, Daly V. Technique for occluding the surpaceliac aorta through the abdomen. Surg Gynecol Obstet 1980; 151: 426–28.
- Mattox KL, McCollum WB, Beall AC Jr, Jordan GL Jr, DeBakey ME.
- Management of penetrating injuries of the suprarenal aorta. J Trauma 1975; 15: 808–15.
- Cattell RB, Braasch JW. A technique for the exposure of the third and fourth portions of the duodenum. Surg Gynecol Obstet 1960; 111: 378 79.
- Feliciano DV. Management of traumatic retroperitoneum hematom. Ann Surg 1990; 211: 109–23.
- Holzer CE Jr. Gunshot wounds involving the abdominal aorta. Surgery 1948; 23: 645–52.
- Richardson JD, Bergamini TM, Spain DA et al. Operative strategies for management of abdominal aortic gunshot wounds. Surgery 1996; 120: 667–71.
- Mattox KL, Whisennand HH, Espada R, Beall AC Jr. Management of acute combined injuries to the aorta and inferior vena cava. Am J Surg 1975; 130: 720–24.
- Salam AA, Stewart MT. New approach to wounds of the aortic bifurcation and inferior vena cava. Surgery 1985; 98: 105–8.
- Cushman JG, Feliciano DV, Renz BM et al. Iliac vessel injury: operative physiology related to outcome. J Trauma 1997; 42: 1033–40.
- Hirshberg A, Wall MJ Jr, Ramchandani MK, Mattox KL. Reoperation for bleeding in trauma. Arch Surg 1993; 128: 1163–67.
- Deree J, Shenvi E, Fortlage D et al. Patient factors and operating room resuscitation predict mortality in traumatic abdominal aortic injury: a 20-year analysis. J Vasc Surg 2007; 45: 493–97.
- Davis TP, Feliciano DV, Rozycki GS et al. Results with abdominal vascular trauma in the modern era. Am Surg 2001; 67: 565–70.
- Frame SB, Timberlake GA, Rush DS, McSwain NE Jr, Kerstein MD. Penetrating injuries of the abdominal aorta. Am Surg 1990; 56: 651–54.
- Millikan JS, Moore EE. Critical factors in determining mortality from abdominal aortic trauma. Surg Gynecol Obstet 1985; 160: 313–16.
- Soldano SL, Rich NM, Collins GJ, Salander JM, d’Avis JC. Long-term followup of penetrating abdominal aortic injuries after 15 years. J Trauma 1988; 28: 1358–62.
Unknown