| sebuah blog sederhana |

.
)|( Dimana Inspirasi semua Bermula )|( Faidza Azzamta Fatawakkal Alallah )|( Al Wajaba Aktsaru Minal Auqaat )|( As Shabru Fii Awwali Shadam )|(

Total Pengunjung

1/17/2014

CEDERA AORTA ABDOMEN


READING






CEDERA AORTA ABDOMEN

Heri Wahyudi
0702005065


Pembimbing :
Dr. Nyoman Periadijaya, Sp.B


DALAM RANGKA MENGIKUTI KKM BAGIAN/SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2012

BAB 1
PENDAHULUAN

Trauma berasal darin bahasa Yunani “tpavua”, yang berarti cedera atau luka. Berdasarkan dari dua kata tersebut, trauma didefinisikan sebagai kerusakan dari tubuh yang ditandai perubahan strukural dan-atau gangguan keseimbangan fisiologis yang disebabkan oleh berbagai macam energi.(1)
Hoyt dkk menyatakan trauma merupakan masalah kesehatan masyarakat global dan salah satu penyebab kecacatan serta kematian terbanyak pada usia 1 - 44 tahun di negara maju dan negara berkembang. Walaupun trauma merupakan masalah kesehatan global, hanya sedikit perhatian yang diberikan untuk upaya pencegahan terjadinya trauma. Hal ini memang cukup memprihatinkan karena data tentang efek dan akibat trauma sudah cukup banyak dipublikasikan.(1)
Secara global pada tahun 1990, angka kematian akibat trauma mencapai 5 juta orang per tahun dengan perbandingan setiap 2 laki-laki meninggal diikuti 1 perempuan meninggal. Pada tahun 2020 diperkirakan angka kematian akibat trauma mencapai 8,4 juta orang per tahun, dengan kecelakaan kendaraan bermotor sebagai penyebab kecacatan ketiga terbanyak di seluruh dunia dan penyebab kecacatan kedua terbanyak di negara berkembang.(2)
Selain tingginya angka kematian dan kecacatan, biaya yang dikeluarkan juga cukup besar. Di amerika serikat total biaya yang berhubungan dengan trauma mencapai $400 milyar setiap tahunnya. Meskipun biaya yang dikeluarkan sangat besar, tetapi kurang dari empat sen dolar dari setiap dolarnya yang disisihkan untuk melakukan riset yang berkaitan dengan trauma.(3)
Pemerintah amerika serikat membagi cedera yang berhubungan dengan kematian menjadi kecelakaan (cedera yang tidak disengaja), bunuh diri, pembunuhan, perang dan penyebab lain yang tidak ditentukan. Angka kematian akibat kecelakaan (cedera yang tidak disengaja) mencapai 110.000 orang per tahun dengan angka kecelakaan kendaraan bermotor mencapai 40%. Sedangkan kematian akibat pembunuhan, bunuh diri dan sebab lainnya mencapai 50.000 orang setiap tahunnya. Angka kematian ini melebihi jumlah kematian yang disebabkan oleh keganasan, penyakit jantung ataupun HIV.(4)
Angka kematian pada trauma abdomen mencapai 10% dari seluruh jumlah kematian akibat trauma. Angka kematian pasien cedera aorta abdominal mencapai 50% dengan penyebab utama kematian adalah perdarahan yang tidak dapat dikontrol.(4) Insiden hematon retroperitoneum pada beberapa penelitian menunjukkan luka tusuk lebih memberikan harapan hidup lebih besar dibandingkan luka tembak.(3) dan trauma tumpul menunjukkan persentase 67-80% sebagai penyebab tersering.(1) Lebih dari 90% dari cedera vaskular abdomen disebabkan oleh luka tembus. Cedera ini ditemukan saat laparotomi pada 25% pasien dengan luka tembak dan 10% dari pasien dengan luka tusuk. Luka ini jarang terisolasi, dengan beberapa cedera intraabdominal terkait lainnya, termasuk beberapa luka organ berongga lainnya harus dipikirkan. Oleh karena ketersediaan senjata semi-otomatis di masyarakat, kini telah meningkatkan insiden serangan tembakan ganda, dan meningkatkan kejadian cedera ini.
Pada makalah ini akan dibahas tentang cedera pada aorta abdominal dan penatalaksanaannya.



BAB 2
CEDERA AORTA ABDOMEN


2.1 Anatomi Retroperitoneum
Abdomen merupakan bagian dari batang tubuh, berada diantara thorax dan pelvis serta merupakan suatu ruang yang fleksibel. Di dalam abdomen terdapat organ pencernaan, organ vaskular dan sebagian organ sistem urogenital yang dilindungi oleh otot-otot abdomen pada bagian anterolateral, diafragma pada bagian superior, otot-otot pelvis pada bagian inferior dari tulang-tulang dada dan bagian inferior oleh tulang-tulang pelvis.
Di rongga abdomen terdapat peritoneum, suatu membran tipis yang meliputi dinding abdomen dan rongga pelvis serta membungkus organ abdomen. Peritoneum dibagi menjadi dua yaitu peritoneum parietalis yang meliputi dinding abdomen dan rongga pelvis, dan peritoneum viseralis yang membungkus organ abdomen. Antara peritoneum parietalis dan viseralis terdapat rongga yang disebut rongga peritoneum (rongga intraperitoneum). Selain rongga peritoneum, terdapat rongga antara peritoneum parietalis dengan fasia transversalis interna yang disebut rongga retroperitoneum.(5)
Pada rongga retroperitoneum terdapat organ retroperitoneum primer dan organ retroperitoneum sekunder. Organ retroperitoneum primer merupakan organ yang secara embriologi terdapat pada rongga retroperitoneum. Organ retroperitoneum sekunder merupakan organ yang secara embriologi terdapat di dalam rongga intraperitoneum dan bermigrasi ke rongga retroperitoneum karena perkembangan embriologi. Organ retroperitoneum primer meliputi suprarenal, renal, ureter, aorta dan vena cava inferior beserta cabangnya. Organ retroperitoneum sekunder meliputi duodenum, pankreas, sebagian kolon asenden dan desenden.(6)

2.2 Klasifikasi Hematom Retroperitoneum
Nunn dkk, mengemukakan sistem klasifikasi hematom retroperitoneum menjadi 3 zona, meliputi:
1.      Zona I (centromedial)
a.       Batas atas        : diafragma
b.      Batas bawah    : promontorium sakrum
c.       Batas lateral    : m. psoas
d.      Organ  : aorta abdominalis, vena cava inferior, duodenum dan pankreas.
2.      Zona II (lateral/flank)
a.       Batas atas        : diafragma
b.      Batas bawah    : Iliac crests
c.       Batas medial   : m. psoas
d.      Organ  : ginjal dan vaskular, ureter, kolon asenden dan desenden.
3.      Zona III (pelvic)
a.       Batas anterior  : ruang retzius
b.      Batas posterior: sakrum
c.       Batas lateral    : tulang pelvis
d.      Organ  : dinding pelvis, arteri dan vena iliaka, organ urogenital, rektosigmoid.
Selain pembagian zona retroperitoneum diatas, vaskular yang merupakan bagian zona retroperitoneum juga dibagi menjadi 4 bagian. Tujuan pembagian ini untuk mempermudah dalam pembagian trauma vaskular abdomen. Pembagian ini meliputi:
1.      Zona 1 : Midline retroperitoneum
a.       Area supramesocolic   : aorta abdominalis suprarenal, trunkus celiac, proximal arteri mesenterika superior, proksimal arteri renalis dan vena mesenterika superior.
b.      Arteri inframesocolic  : aorta abdominalis infrarenal, vena cava inferior infrahepatik.
2.      Zona 2 : Lateral retroperitoneum meliputi arteri dan vena renalis
3.      Zona 3: pelvic retroperitoneum meliputi arteri dan vena iliaka
4.      Area portal-retrohepatic          : meliputi: vena portal, arteri hepatika dan vena cava retrohepatika.

2.3 Derajat Trauma Vaskular
American Assiciation for the Surgery of Trauma (AAST) menyusun OIS (Organ Injury Scalling) berdasarkan gambaran CT scan yang dipakai sebagai dasar dalam menentukan beratnya derajat trauma vaskular meliputi:
1.      Derajat 1
a.       Cabang arteri mesenterika superior atau vena mesenterika superior yang tidak bernama
b.      Cabang arteri mesenterika inferior atau cabang vena mesenterika inferior yang tidak bernama

c.       Arteri-vena phrenic
d.      Arteri-vena lumbal
e.       Arteri-vena gonad
f.       Arteri-vena ovarium
g.      Arteri-vena kecil yang lainnya yang perlu diligasi
2.      Derajat 2
a.       Arteri hepatica comunis, kanan dan kiri
b.      Arteri-vena splenikus
c.       Arteri gastric kanan atau kiri
d.      Arteri gastroduodenal
e.       Arteri mesenterika inferior, trunkus atau vena mesenterika inferior, trunkus
f.       Arteri-vena abdomen yang lainnya yang perlu diligasi
3.      Derajat 3
a.       Vena mesenterika superior, trunkus
b.      Arteri-vena renalis
c.       Arteri-vena iliaka
d.      Arteri-vena hypogastric
e.       Vena cava, infrarenal
4.      Derajat 4
a.       Arteri mesenterika superior, trunkus
b.      Celiac axis paper
c.       Vena cava, suprarenal dan infrahepatika
d.      Aorta, infrarenal
5.      Derajat 5
a.       Vena porta
b.      Vena hepatica ekstraparenkim
c.       Vena cava, retrohepatic atau suprahepatika
d.      Aorta, suprarenal, subdiaphragmatika
Trauma vaskular juga dibedakan secara gambaran patologi. Pembagian ini berbeda antara trauma tembus dan trauma tumpul. Trauma tembus vaskular dibedakan menjadi 3 yaitu:
1.      Derajat 1: robekan pada tunika adventisia dan atau tunika media tanpa menembus dinding lumen
2.      Derajat 2: robekan parsial dinding vaskular sehingga terjadi perdarahan karena tidak dapat terjadi retraksi
3.      Derajat 3: vaskular putus total
Trauma tumpul vaskular berdasarkan gambaran patologi dibedakan menjadi 3 yaitu:
1.      Derajat 1: robekan tunika intima yang luas
2.      Derajat 2: robekan pada tunika intima dan tunika media disertai hematom dan trombosis pada dinding vaskular
3.      Derajat 3: kerusakan seluruh tebal dinding vaskular disertai tergulungnya tunika intima dan tunika media ke dalam lumen disertai terbentuknya thrombus pada tunika adventisia yang masih utuh

2.4 Gambaran Klinis Trauma Vaskular Abdomen
Trauma vaskular abdomen merupakan trauma yang paling berbahaya. Tercatat sekitar 5-25% pasien dengan trauma vaskular besar akibat trauma abdomen dan merupakan penyebab kematian terbanyak pada trauma abdomen. Syok, perdarahan tanpa tamponade retroperitoneum, asidosis dan letak trauma vaskular di suprarenal memainkan peranan yang signifikan dalam tingkat kematian.(7)
Sebagian besar cedera vaskular abdomen disebabkan oleh trauma penetrasi yang menghasilkan hematom retroperitoneum dengan berbagai tingkat perdarahan bebas intraperitoneal. Karena lokasi retroperitoneum pada midline vaskular besar abdomen, cedera ini hampir tidak pernah terisolasi, dan trauma pada organ abdomen lainnya di sepanjang luka yang disebabkan oleh missile adalah merupakan pengecualian.(8)
Pada trauma tumpul abdomen, cedera vaskular berhubungan dengan deselerasi yang cepat pada kecelakaan kendaraan bermotor yang menyebabkan avulsi cabang-cabang kecil dari vaskular utama (misalnya robekan pada a. mesenterium). Mekanisme lainnya berhubungan dengan trauma langsung pada vaskular yang menyebabkan robekan pada dinding vaskular atau ruptur vaskular. Pada trauma tembus, terjadi robekan pada dinding vaskular atau membentuk flap intimal yang merupakan efek sekunder dari benturan. Posisi anatomi vaskular abdomen yang berada di retroperitoneum dan berdekatan dengan organ lain, memungkinkan terjadinya trauma pada organ lain.(9)
Pasien dengan perdarahan bebas intraperitoneal biasanya disertai dengan shock yang sangat serius.(10) Juga disertai dengan hematom retroperitoneum, terutama pada cedera vaskular besar, status hemodinamik pasien mungkin stabil. Kadang-kadang, pulsasi femoralis tidak teraba lagi jika arteri iliaka telah terputus. Sebagian besar pasien dengan trauma tembus ke aorta abdominal sangat tidak stabil pada presentasinya, dan kira-kira satu dari lima pasien dengan kondisi ekstrem menjalani resusitasi torakotomi di UGD.(11)
Trauma vaskular besar abdomen merupakan 30% dari kasus cedera vaskular perifer.(12, 13) Cedera Vaskular yang paling sering adalah aorta dan vena cava inferior (IVC). Kesempatan untuk menemukan cedera vaskular selama laparotomi untuk luka tembak (1 berbanding 4) jauh lebih tinggi dibandingkan laparotomi untuk mengeksplorasi luka tusuk (1 berbanding 10).
Kecuali pasien dalam kondisi ekstrem, adalah sangat berguna untuk dilakukan foto X-ray pada thorax dan abdomen untuk menggambarkan lintasan peluru karena dapat membantu dalam eksplorasi pada bagian yang relevan dari rongga abdomen dan juga dapat memberikan petunjuk yang berguna untuk adanya cedera vaskular abdomen. Peluru yang melintasi garis midline abdomen atau lapisan tulang belakang (lintasan disebut transabdominal atau trans-aksial) pada pasien hipotensi dikaitkan dengan kemungkinan tinggi cedera vaskular abdomen.(14)
Pada pemeriksaan fisik, trauma vaskular abdomen dapat langsung terlihat atau tidak tergantung pada adanya perdarahan aktif atau hematom. Pasien dengan hematom retroperitoneum dengan cedera ada vena dapat menunjukkan adanya hipotensi yang berespon cepat dengan pemberian terapi cairan yang disertai adanya tanda peritonitis. Trombosis yang terjadi pada infrarenal aorta abdominalis akan memberikan gambaran berupa hilangnya arteri femoralis. Bila trombosis yang terjadi di suprarenal akan menimbulkan keluhan nyeri abdomen yang berat.(1)
Pada pasien dengan hemodinamik stabil atau tidak stabil, FAST berguna untuk menyingkirkan kemungkinan trauma jantung dengan tamponade atau hemothorax. Pada pasien dengan hemodinamik stabil dapat dilakukan pemeriksaan tambahan yang lain yaitu intravenous pyelogram (IVP) atau CT scan abdomen dengan kontras. Penggunaan IVP dilakukan untuk mengetahui fungsi ginja, adanya pendarahan apda ginjal dan kondisi ureter. Penggunaan IVP saat ini sudah jarang dikerjakan karena adanya CT scan.(1)

KASUS PASIEN: indikasi untuk laparotomi segera adalah sangat jelas. Tidak ada waktu (atau diperlukan) untuk pemeriksaan diagnostik, dan diagnosis yang tepat selama intra-bedah. Waktu tidak boleh terbuang pada resusitasi cairan atau upaya untuk "menstabilkan" pasien, yang menderita luka tembak trans-aksial.


2.5 Manajemen Cedera Aorta Abdominal
Sebagian besar kasus trauma vaskular dapat dilakukan tindakan arterioraphy atau venoraphy. Pada beberapa kasus diperlukan penambalan dengan bahan prostetik kecuali pada kasus dengan kontaminasi isi kolon yang banyak, maka diperlukan penambalan yang bersifat autologus.
Hematom pada zona 1 selalu dilakukan tindakan eksplorasi tanpa memperhatikan penyebab dan ukuran hematom. Tujuan eksplorasi untuk mengetahui adanya cedera pada vaskular besar atau cedera organ retroperitoneum karena morbiditas yang tinggi pada trauma zona 1. Hematom zona 1 terdiri dari area supramesocolic (aorta abdominalis suprarenal, trunkus celiac, proksimal arteri mesenterika superior, proksimal arteri renalis dan vena mesenterika superior) dan area inframesocolic (aorta abdominalis infrarenal, vena cava inferior infrahepatik).
Hematom pada area supramesocolic menunjukkan adanya trauma vaskular pada aorta abdominalis suprarenal, trunkus celiac, proksimal arteri mesenterika superior atau proksimal arteri renalis. Untuk mencapai daerah ini maka dilakukan operasi dengan menggunakan Mattox maneuver sehingga dapat melihat seluruh aorta abdominalis dari hiatus sampai bifurkasi aorta. Perforasi kecil dari aorta dapat dilakukan penjahitan primer. Bila terdapat dua perforasi kecil yang berdekatan, maka kedua lubang ini dihubungkan kemudian dilakuakn penjahitan dengan arah transversal. Penjahitan yang menyebabkan penyempitan lumen aorta atau defek pada aorta yang cukup besar, maka diperlukan penutupan dengan menggunakan graft.(1)
Trauma pada trunkus celiac dapat dilakukan penjahitan primer atau dilakukan ligasi tanpa menimbulkan morbiditas yang signifikan. Trauma pada arteri mesenterika superior, diperlukan transeksi pankreas untuk dapat dilakukan penjahitan primer. Pada beberapa kasus trauma arteri mesenterika yang berat dapat dilakukan shunting sementara sebelum dilakukan rekonstruksi. Secara teori, arteri mesenterika superior dapat diligasi karena adanya aliran kolateral dari arteri yang lain, tetapi pada pasien trauma umumnya aliran kolateral ini tidak adekuat sehingga mungkin terjadi iskemi pada saluran cerna. Bila arteri esenterika yang diligasi maka perlu dilakukan second look-procedure untuk memastikan tidak adanya iskemi dari saluran cerna.(8)
Hematom pada area inframesocolic menunjukkan adanya trauma pada aorta abdominalis infrarenal dan vena cava inferior (suprarenal dan infrarenal). Untuk mencapai area inframesocolic, dilakukan dengan cara membuka bagian tengah retroperitoneum atau dengan Kocher manuver. Tindakan pada ruptur aorta abdominal infrarenal sama seperti aorta abdominal suprarenal. Trauma vena cava inferior infrarenal dapat dilakukan penjahitan primer atau ligasi. Trauma vena cava inferior suprarenal perlu dilakukan tindakan penjahitan dan tidak dianjurkan ligasi karena dapat menyebabkan kerusakan ginjal.(8)

2.6 Prioritas Operasi Segera
Mendapatkan akses ke rongga cedera dan kontrol perdarahan sementara adalah prioritas operasi segera. Akses diperoleh melalui sayatan laparotomi pada garis midline. Pengeluaran isi usus kecil memungkinkan evakuasi darah intraperitoneal dan penilaian yang cepat dari daerah yang mengalami cedera. Perdarahan bebas harus dikendalikan dengan segera, dengan menggunakan tekanan manual (untuk perdarahan arteri) atau packing (untuk perdarahan vena). Paparan vaskular secara formal dan pengendaliannya akan diperoleh nanti, juga melakukan clamping pada genangan darah terbukti tidak efektif dan dapat menyebabkan cedera iatrogenik. Hematom retroperitoneum sesekali dapat mempercepat eksplorasi abdomen, mengontrol tumpahan isi usus, dan yang paling penting, mengatur serangan pada cedera.(15)
Setelah pendarahan untuk sementara dapat dikendalikan dan sebelum cedera ditangani secara langsung, adalah bijaksana untuk menghentikan operasi dan mempergunakan waktu untuk mengoptimalkan kinerja tim di ruang OK. Darah secukupnya dibawa ke ruang OK untuk persiapan kehilangan darah yang besar, infus yang cepat dan perangkat Autotransfusi terhubung dan diaktifkan, nampan vaskular penuh disiapkan, dan paparan ditingkatkan.(15) Hanya setelah semuanya dan tim siap, perbaikan vaskular baru dapat dimulai.

2.7 Kontrol Aorta Proksimal
Prinsip kardinal pada trauma vaskular adalah untuk mendapatkan kontrol proksimal sebelum memasuki daerah hematom di sekitar vaskular yang terluka. Clamping aorta abdomen adalah manuver yang baik dan secara tradisional digunakan untuk mendapatkan kontrol proksimal global aorta (dan cabang utama) dan sebagai tambahan untuk resusitasi pada pasien hipotensi mendalam dengan perdarahan intra-abdomen.(16)
Lokasi dan teknik untuk mendapatkan kontrol proksimal tergantung pada tingkat cedera dan luasnya hematom berikutnya. Kontrol Proksimal untuk cedera aorta distal dapat diperoleh di bawah mesokolon transversal. Pada kasus ini, usus kecil mengalami eviserasi ke arah kanan dan atas, ligamentum Treitz kemudian diinsisi dan duodenum dimobilisasi ke arah lateral, kemudian peritoneum posterior diinsisi pada midline di bawah mesokolon transversal untuk mendapatkan akses ke aorta infrarenal dan klem.
Untuk cedera yang lebih cephalad atau bila dilakukan sebuah manuver resusitasi, kontrol proksimal aorta harus dicapai pada tingkat supra-celiac. Untuk cedera yang lebih cephalad atau bila dilakukan sebuah manuver pernafasan, kontrol proksimal aorta harus dicapai pada tingkat supra-celiac. Hal ini dilakukan untuk menciptakan sebuah lubang di lesser omentum dan meretraksi abdomen ke kiri untuk mengekspos retroperitoneum posterior dan kruris dekstra diafragma.(17) Memisahkan serat-serat kruris dekstra secara digital di atas pulsasi aorta yang jelas teraba dapat menciptakan ruang yang cukup pada kedua sisi aorta untuk mengakomodasi klem aorta. Dengan teknik ini, klem diaplikasikan di bagian paling bawah dari aorta dada desenden, sehingga dapat terhindar dari jaringan periaortic padat yang membungkus aorta abdomen bagian atas. Rute yang digunakan untuk menempatkan klem, bagaimanapun, adalah transabdominal.
Klem supra-celiac dapat difasilitasi dengan memobilisasi bagian abdomen dari esofagus. Untuk itu, lobus kiri hepar lateral ditarik ke kanan menggunakan retraktor datar berbilah dalam, peritoneum viseral yang berada di atas esofagus tepat di atas persimpangan gastroesophageal diinsisi, dan esofagus yang dikelilingi secara digital diseksi melingkar. Drain Penrose besar kemudian ditempatkan di sekitar esofagus, yang memungkinkan traksi lateral esofagus dapat dimobilisasi ke kiri. Hal ini menyediakan akses ke cruris diafragma yang tepat dan aorta.
Praktik di lapangan sering sekali dilakukan klem supra-celiac secara membabi buta dalam genangan darah, terutama di tangan yang tidak berpengalaman. Hal itu dapat menyebabkan cedera iatrogenik pada struktur yang berdekatan (seperti esofagus atau axis celiac), atau kegagalan untuk mendapatkan kontrol aorta sama sekali. Sebuah pilihan yang lebih aman dan sederhana adalah kompresi manual dari aorta terhadap tulang belakang melalui sebuah lubang di lesser omentum.(15, 16)
Pilihan lain untuk kontrol proksimal aorta supra-celiac adalah melakukan torakotomi anterolateral kiri dan klem aorta desenden pada thorax di bagian bawah dada.

KASUS PASIEN: kompresi aorta supra-celiac melalui sakus minor digunakan sebagai manuver resusitasi. Klem supra-celiac secara formal diperlukan, karena hematom dapat meluas ke mesokolon transversal, dan tidak dianjurkan melakukan penempatan yang cepat dan aman dari klem aorta infrarenal. Hanya ketika hematom telah masuk dan cedera diidentifikasi saat clamping supra-celiac direposisi di bawah arteri ginjal.


2.8 Akses ke Vaskular Besar Abdomen
Kunci untuk mendapatkan akses ke vaskular besar abdomen dan cabang utama mereka adalah dengan memutar struktur intraperitoneal atas secara medial, dari struktur vaskular sentral. Tergantung pada target vaskular, rotasi medial ini bisa dilakukan dari sisi kanan atau kiri.
Left-sided Medial Visceral Rotation (Mattox manuver)(18) (Gambar 1) memperlihatkan seluruh panjang dari aorta abdominal dari diafragma ke bifurkasi aorta dan merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan akses cepat ke segmen aorta para-visceral (dari hiatus diafragma ke arteri ginjal). Insisi lapisan peritoneal lateral pada kolon sigmoid dan kolon desenden dapat memandu pembedahan ke dalam lapang yang benar pada otot psoas. Pembedahan pada lapang ini sangat difasilitasi oleh adanya hematom retroperitoneum sentral. Bagian belakang tangan yang digunakan untuk menyapu pada pembedahan otot-otot dinding abdomen posterior diarahkan menuju ke arah kranial di belakang ginjal, limpa, usus kiri, dan cauda pankreas, semua sisi kiri visera (termasuk fundus lambung) diputar ke garis midline, untuk menyediakan akses ke seluruh panjang dari aorta abdominal (16), serta ke mesenterika superior dan vaskular ginjal kiri.
Right-sided Medial Visceral Rotation dilakukan dalam tiga langkah berturut-turut, masing-masing memberikan paparan yang semakin baik pada retroperitoneum.(16) Langkah pertama adalah melakukan insisi peritoneum posterior pada bagian lateral menuju loop duodenum untuk memobilisasi kompleks pancreato-duodenum medial (Kocher manuver). Mengarahkan insisi peritoneal ini kearah kaudal menuju garis putih Toldt yang memungkinkan mobilisasi seluruh usus besar, merupakan langkah kedua. Manuver ini dapat menunjukkan posisi IVC, pembuluh iliaka kanan, dan hilus ginjal kanan. Melanjutkan insisi peritoneal di sekitar sekum sepanjang garis fusi dari mesenterium usus kecil ke peritoneum posterior, dari sekum ke ligamentum Treitz, melengkapi langkah ketiga dan terakhir dari medial rotasi.



Gambar 1 Left-sided Medial Visceral Rotation (Mattox manuver).



Gambar 2 Manuver Braasch-Cattell lengkap.

Hal ini memungkinkan refleksi dari usus kecil dan besar keluar dari abdomen dan menuju thorax (Gambar 16.2). Ini adalah manuver Cattell-Braasch (19) Awalnya digambarkan sebagai suatu teknik untuk mengakses bagian ketiga dan keempat duodenum., Ia menyediakan paparan seluas mungkin dari struktur retroperitoneum, termasuk aorta dan vena cava infrarenal, vaskular iliaka bilateral, dan masing-masing vaskular pedikel ginjal.

2.9 Eksplorasi Hematom Retroperitoneum
Lokasi anatomi hematom retroperitoneum dan mekanisme cedera (penetrasi vs tumpul) membimbing keputusan untuk dilakukannya eksplorasi (20). Retroperitoneum ini dibagi menjadi tiga zona: retroperitoneum garis tengah (Zona 1), daerah perinephric lateral (Zona 2.), dan retroperitoneum panggul (Zona 3). Mesokolon transversal membagi Zona 1 ke sektor supra-mesocolic dan infra-mesocolic. Sebuah bekas hematom yang terlihat dibelakang lesser omentum, mendorong abdomen ke depan, sedangkan pendarahan selanjutnya mendorong mesenterium usus halus ke depan, seperti aneurisma aorta abdomen (Gambar 16.3).
Setiap hematom di Zona 1 dieksplorasi untuk setiap trauma baik penetrasi dan tumpul karena kemungkinan tinggi dan sifat tak kenal ampun dari cedera vaskular di daerah ini, yang berisi aorta dan bagian proksimal dari cabang utama visceral.(20) Kontrol proksimal awalnya diperoleh pada hiatus diafragma, dan segmen yang terluka diekspos melalui Left-sided Medial Visceral Rotation (untuk hematom supra-mesocolic) atau pada eviserasi usus kecil ke kanan dan ke atas dengan melakukan insisi peritoneum posterior di midline bawah mesokolon transversal (untuk hematom infra-mesocolic).(16)
Sebuah hematom retroperitoneum di Zona 2 harus dieksplorasi jika meluas atau terdapat pulsasi. Sebuah hematom perinephric stabil, khususnya karena mekanisme tumpul, sebaiknya tidak dieksplorasi karena menimbulkan terbukanya fasia Gerota yang sering menyebabkan rusaknya ginjal. Kontrol proksimal dari hilus ginjal dicapai baik dengan membuka peritoneum posterior di atas aorta dan selektif looping vaskular ginjal di midline, atau (lebih umum) dengan memobilisasi cepat ginjal yang terluka ke garis tengah dan menjepit hilus ginjal keseluruhan. Hematom di Zona 3 harus dieksplorasi untuk trauma penetrasi tetapi tidak untuk tumpul, kecuali ada kecurigaan klinis dari cedera iliaka vaskular.

KASUS PASIEN: akses ke luka di segmen aorta infrarenal diperoleh dengan menggunakan paparan retroperitoneum terbatas dengan cara yang mirip dengan mengekspos aneurisma aorta abdominal. Namun, beberapa ahli bedah rutin melakukan paparan Cattell-Braasch penuh pada situasi ini sementara yang lain menggunakannya hanya jika eksposur yang lebih terbatas terbukti tidak adekuat.

2.10 Kontrol Definitif Cedera Aorta
Klem supra-celiac aorta memungkinkan kontrol proksimal yang cukup untuk memasuki hematom dan memvisualisasikan cedera, tetapi tidak menyediakan lapangan operasi untuk eksplorasi dan perbaikan karena pendarahan balik yang kuat. Kontrol definitif dicapai dengan reposisi klem aorta proksimal dekat dengan cedera dan menerapkan clamping distal langsung di bawahnya pada daerah aorta distal atau vaskular iliaka generalis. Perdarahan balik dari arteri lumbal juga harus dikontrol. Cedera dapat dieksplorasi kemudian dengan hati-hati untuk menentukan tingkat kerusakan.

2.11 Pilihan Perbaikan Vaskular
Sebuah laserasi sederhana (biasanya luka tusuk) biasanya ditutup menggunakan jahitan lateral dengan polypropylene 3:0 atau 4:0. Ketika kerusakan lebih luas (biasanya cedera tembak) dengan dampak besar dinding aorta yang mencegah perbaikan lateral, pilihan yang paling mudah adalah dengan memasukkan graft interposisi. Aorta abdomen tidak dapat pulih sendiri dengan baik pada anastomosis primer karena tidak dapat dimobilisasi, dan patch angioplasty jarang digunakan.


Gambar 3 Midline hematom infra-mesocolic retroperitoneum

Aorta pada pasien usia muda sangatlah kecil, sangat lembut dan memancar dengan mudah. Diperlukan adanya kesadaran untuk memasukkan graft yang sedikit lebih besar dari vaskular yang terluka, biasanya graft sintetik berukuran 14-18 mm.
Setelah perbaikan selesai, sangat penting untuk mengisolasi garis jahitan vaskular dari rongga peritoneal, yang sering terkontaminasi oleh perforasi usus. Sebuah teknik yang efektif adalah dengan memisahkan omentum yang lebih besar dari kolon transversal sepanjang garis yang berdarah, membuat lubang di mesokolon transversal di sebelah kiri vaskular kolik tengah, dan menggeser greater omentum bebas melalui defek mesenterika ke dalam kompartemen infra-mesocolic, untuk menutupi perbaikan aorta.

Meskipun merupakan cedera tembak, kasus pasien dengan kaliber kecil yang melalui luka dengan kerusakan dinding aorta yang terbatas. Cedera ini disetujui untuk dilakukan perbaikan lateralis tanpa menggunakan bahan prostetik.

2.12 Pilihan "kontrol kerusakan" pada Cedera Aorta
Tidak ada pilihan kontrol yang baik untuk kerusakan cedera aorta abdominal. Ada satu laporan pada tahun 1948 di mana defek pada aorta besar dari luka tembak dilakukan bridging dengan menggunakan tabung vitallium yang disegel dengan pita umbilikal.(21) Pasien tersebut selamat dan telah dapat keluar rumah dengan tabung vitallium di tempat. Tidak ada laporan lain yang selamat setelah penyisipan shunt sementara yang digunakan untuk bridging cedera aorta abdomen. Richardson et al. (22), menekankan peran kontrol kerusakan dalam pengelolaan operasi cedera aorta, melaporkan dua pasien yang aortanya diligasi selama operasi awal. Keduanya menjalani penundaan bypass axillofemoral untuk revaskularisasi ekstremitas bawah.
Sementara cedera aorta umumnya membutuhkan perbaikan definitif, di sisi lain cedera yang berhubungan sering ditangani dengan menggunakan taktik kontrol kerusakan. Pada saat cedera aorta dikontrol dan diperbaiki, pasien biasanya telah mengalami kehilangan darah yang besar dengan penurunan fisiologis yang parah. Dalam keadaan ini, pengendalian terhadap tumpahan merupakan prioritas, tetapi tidak ada waktu untuk reseksi formal dan rekonstruksi organ berongga yang terluka. Demikian pula, distensi usus yang edema, pembengkakan dinding abdomen, dan kebutuhan untuk "bail out" cepat biasanya mencegah dilakukannya penutupan abdomen formal sebagai solusi sementara.(22)

Kasus Pasien: pasien yang mengalami laparotomi untuk kontrol kerusakan dengan kontrol sementara dari tumpahan dan penutupan abdomen. Rekonstruksi secara definitif dari saluran GI selesai setelah 36 jam kemudian. Penutupan abdomen definitif dicapai 5 hari setelah laparotomi indeks.
2.13 Pendekatan terhadap Cedera Gabungan Aorta dan Vena Cava
Sekitar satu dari tiga atau empat pasien dengan trauma aorta abdominal akan memiliki cedera yang terkait dengan IVC (10, 23) Luka gabungan ke supra-mesocolic vaskular besar terutama mematikan karena baik aorta dan IVC sulit untuk diakses, dikontrol, dan diperbaiki pada area di sekitar atau di atas vaskular renalis.
Manuver teknis yang utama untuk perbaikan cedera gabungan infra-mesocolic adalah manuver Cattell-Braasch penuh untuk benar-benar mengekspos retroperitoneum infra-mesocolic. Aorta dikendalikan seperti dijelaskan di atas, sedangkan IVC dikendalikan dengan menerapkan tekanan langsung di atas dan di bawah cedera. Daerah yang paling sulit untuk mengakses IVC infrarenal adalah bifurkasi, di mana transeksi arteri iliaka kanan mungkin satu-satunya cara untuk mendapatkan akses ke vena yang cedera.(24)

2.14 Kekhawatiran Segera Pasca Operasi
Pada pasien dengan trauma vaskuler abdomen, prioritas pasca operasi segera adalah mengoreksi konsekuensi perdarahan yang tidak tertolong dan transfusi masif, dan restitusi fisiologis pasien.(27) Koreksi cepat hipotermia dan koagulopati dilusi sangat penting.
Perdarahan pasca operasi (yang biasanya menjadi cepat jelas jika abdomen terbuka) harus segera dilakukan re-eksplorasi. Perhatian pertama dialihkan ke daerah cedera, di mana hemostasis yang tidak memadai di dalam dan sekitar perbaikan vaskular adalah sumber umum dari perdarahan. Cedera yang tertinggal (22) dan trauma iatrogenik (misalnya, laserasi limpa selama Left-sided Medial Visceral Rotation) merupakan penyebab perdarahan bedah yang ditemukan saat re-laparotomi.(26)
Fokus keprihatinan segera pasca operasi lainnya adalah iskemia distal. Prioritas pertama dalam cedera aorta adalah kontrol perdarahan, dan hal ini kadang-kadang dapat dicapai dengan pertukaran aliran distal.(22) Perbaikan lateral dari laserasi aorta dapat mengakibatkan stenosis hemodinamik signifikan dengan iskemia distal, atau bahkan trombosis aorta distal. Penggunaan graft berdiameter kecil juga dapat menyebabkan penyempitan aorta. Oleh karena itu, bukti iskemia distal yang signifikan pada periode pasca operasi pada pasien yang stabil harus dikerjakan angiografi mendesak untuk melukiskan daerah yang direkonstruksi.
Risiko sindrom kompartemen harus selalu diingat. Jika abdomen ditutup, tekanan kandung kemih harus dipantau secara ketat untuk membuktikan hipertensi intra-abdominal. Sindrom kompartemen abdomen juga dapat terjadi pada abdomen "terbuka" di mana bagian dalam visera tersebut tertanam perangkat penutupan sementara. Kombinasi hipotensi berkepanjangan dan clamp aorta jangka panjang dapat menyebabkan sindrom kompartemen ekstremitas bawah, baik di bawah dan di atas lutut.

KASUS PASIEN: adanya perkembangan sindrom kompartemen ekstremitas bawah meskipun hanya 35 menit dari clamp aorta. Hal ini terjadi umumnya pada clamp aorta berkepanjangan (yang mungkin diperlukan untuk interposisi graft atau ketika rekonstruksi harus diulang) atau hipotensi berkepanjangan karena keterlambatan dalam memperoleh kendali vaskular atau mengatasi cedera terkait. Dalam keadaan ini, kasus yang baik dapat dijadikan sebagai "preemptive" fasciotomies empiris.

2.15 Risiko Infeksi
Asosiasi yang sangat sering pada cedera vaskular abdomen dan organ berongga menimbulkan kekhawatiran yang jelas terjadinya infeksi di lokasi jahitan aorta. Data yang relevan pada kejadian infeksi pasca operasi graft kurang memadai (lihat di bawah), tetapi kesan dokter bedah trauma yang berpengalaman adalah bahwa hal itu adalah kejadian biasa. Selain itu, meskipun rekonstruksi aorta mungkin melibatkan penggunaan bahan graft sintetik dalam bidang yang terkontaminasi, tidak ada alternatif ekstra-anatomi yang baik untuk rekonstruksi aorta langsung pada pasien yang menderita luka parah. Ligasi dari aorta dengan penundaan ekstra-anatomi rekonstruksi adalah pertimbangan yang valid dalam situasi yang ekstrim (seperti feses yang mengotori daerah retroperitoneum atau pasien shock yang sangat serius). Mencuci area perbaikan aorta, mengisolasi dari usus yang terluka, dan cakupan yang teliti dari jahitan baris vaskular seperti dijelaskan di atas diperkirakan dapat mengurangi risiko infeksi dan mencegah perkembangan selanjutnya dari aorto-enterik fistula.

2.16 Luaran yang terjadi pada Cedera Aorta Abdominal
Luka tembus pada aorta abdomen dikaitkan dengan tingkat kematian yang sangat tinggi: hanya sekitar satu dari empat pasien yang dapat bertahan (9-11, 18, 27, 29), dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi untuk trauma pada aorta infrarenal dibandingkan dengan segmen supra-renal (9, 10), dan luka tusuk dibandingkan luka tembak.(11) Dalam sebuah jurnal ilmiah dikatakan bahwa gabungan cedera aorta-IVC, hanya 7 dari 29 pasien yang dapat selamat.(23)
Ketika terjadi tamponade retroperitoneum dengan perdarahan bebas ke dalam rongga peritoneal, prognosisnya sangat buruk. (27, 30) Syok saat penerimaan pertama (9, 10, 27) adalah tanda yang serius, dan butuh dilakukan torakotomi resusitasi di UGD yang praktis menimbulkan kefatalan yang universal dengan resiko selamat jangka panjang yang buruk.(11, 28) Ketika terdapat hematom. Dan adanya tanda-tanda perburukan sebelum memperoleh kontrol vaskular, kemungkinan bertahan hidup kira-kira 50%, dengan tingkat kematian yang sangat tinggi.(30) Menariknya, hasil yang dilaporkan dalam sebuah jurnal ilmiah dari dua dekade terakhir sangat mirip dengan yang dilaporkan pada tahun 1970 dan perbaikan dalam sistem trauma rumah sakit dan layanan telah tidak berpengaruh pada luaran cedera aorta abdominal.(11)
Hanya ada satu laporan jangka panjang pada pasien follow up dengan trauma aorta abdominal yang menjalani perbaikan lateral.(31) Lima dari sebelas pasien yang diikuti selama 15 tahun setelah cedera telah memiliki normal ankle-brachial indeks dan kalsifikasi aorta pada area yang mengalami perbaikan pada CT scan, yang menunjukkan kecenderungan untuk terjadinya percepatan aterosklerosis lokal.

2.17 Sebuah catatan pada level pembuktian
Penting untuk diingat bahwa semua rangkaian cedera aorta abdominal dalam literatur adalah seri kasus retrospektif (9, 10, 18, 22, 23, 27, 29, 30) penulis lain memasukkan cedera aorta dalam seri trauma vaskular besar abdomen.(11, 13, 28) Cedera aorta jarang terjadi dan tidak pernah tunduk pada studi prospektif. Sehingga tidak dimilikinya data pembanding tingkat 1 atau 2 yang digunakan sebagai pilihan teknis untuk dilakukannya pendekatan.
Luaran dari cedera aorta abdominal hampir sebagian besar dilaporkan dalam bentuk survival rate secara keseluruhan daripada morbidity rate-nya, data yang baik tentang kejadian pada komplikasi tertentu secara mencolok tidak terdapat pada literatur trauma. Sementara beberapa komplikasi seperti iskemia ekstremitas bawah (9, 22) kadang-kadang disebutkan sedikit, kejadian iskemia distal, perdarahan pasca operasi, atau sindrom kompartemen masih belum diketahui.
Demikian pula, infeksi pada area jahitan dilaporkan secara sporadis oleh beberapa penulis (22), tetapi tidak adanya data tentang kejadian infeksi tersebut atau pada manajemen yang mereka terapkan bahkan pada era modern dengan pendokumentasian yang baik.(22, 27–29)
Oleh karena itu, mengingat tingkat kematian yang sangat tinggi dan urgensi ekstrim dari situasi klinis, sangat tidak mungkin bahwa rekomendasi untuk pengelolaan operasi trauma aorta abdominal dan pencegahan komplikasinya akan didasarkan pada penelitian berbasis bukti.


BAB 3
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Trauma vaskular abdomen merupakan trauma yang paling berbahaya. Tercatat sekitar 5-25% pasien dengan trauma vaskular besar akibat trauma abdomen dan merupakan penyebab kematian terbanyak pada trauma abdomen. Syok, perdarahan tanpa tamponade retroperitoneum, asidosis dan letak trauma vaskular di suprarenal memainkan peranan yang signifikan dalam tingkat kematian.
Sebagian besar kasus trauma vaskular dapat dilakukan tindakan arterioraphy atau venoraphy. Pada beberapa kasus diperlukan penambalan dengan bahan prostetik kecuali pada kasus dengan kontaminasi isi kolon yang banyak, maka diperlukan penambalan yang bersifat autologus, serta mendapatkan akses ke rongga cedera dan kontrol perdarahan sementara adalah prioritas operasi segera. Prinsip kardinal pada trauma vaskular adalah untuk mendapatkan kontrol proksimal sebelum memasuki daerah hematom di sekitar vaskular yang terluka. Clamping aorta abdomen adalah manuver yang baik dan secara tradisional digunakan untuk mendapatkan kontrol proksimal global aorta (dan cabang utama) dan sebagai tambahan untuk resusitasi pada pasien hipotensi mendalam dengan perdarahan intra-abdomen dengan jalan mendapatkan akses ke vaskular besar abdomen dan cabang utama mereka adalah dengan memutar struktur intraperitoneal atas secara medial, dari struktur vaskular sentral. Lalu dikerjakan eksplorasi pada ketiga zona retroperiteneum.
Klem supra-celiac aorta memungkinkan kontrol proksimal yang cukup untuk memasuki hematom dan memvisualisasikan cedera. Pada cedera gabungan dilakukan manuver teknis yang utama untuk perbaikan cedera gabungan infra-mesocolic adalah manuver Cattell-Braasch penuh untuk benar-benar mengekspos retroperitoneum infra-mesocolic.
Pada pasien dengan trauma vaskuler abdomen, prioritas pasca operasi segera adalah mengoreksi konsekuensi perdarahan yang tidak tertolong dan transfusi masif, dan restitusi fisiologis pasien. Koreksi cepat hipotermia dan koagulopati dilusi sangat penting. Juga untuk mengurangi resiko infeksi dengan mencuci area perbaikan aorta, mengisolasi dari usus yang terluka, dan cakupan yang teliti dari jahitan baris vaskular seperti dijelaskan di atas diperkirakan dapat mengurangi risiko infeksi dan mencegah perkembangan selanjutnya dari aorto-enterik fistula.
Luka tembus pada aorta abdomen dikaitkan dengan tingkat kematian yang sangat tinggi: hanya sekitar satu dari empat pasien yang dapat bertahan, dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi untuk trauma pada aorta infrarenal dibandingkan dengan segmen supra-renal, dan luka tusuk dibandingkan luka tembak. Dalam sebuah jurnal ilmiah dikatakan bahwa gabungan cedera aorta-IVC, hanya 7 dari 29 pasien yang dapat selamat.




DAFTAR PUSTAKA

  1. Abid AF, Hashen HL, 2010. Ureteral Injury from Gunshots and Shells of Explosive Devices. Urology Annals 2(1): 17-0.
  2. Allen TW, Reul GJ, Morton JR, Beall AC Jr. Surgical management of aortic trauma. J Trauma 1972; 12: 862–68.
  3. Alsikafi NF, Rosenstein DI, 2006. Staging, Evaluation, and Nonoperative Management of Renal Injuries. Urol Clin N Am 33: 13-19.
  4. Anonim, 2004, Adbance Trauma Life Support, 7th ed. American College of Surgeons J;93(1).
  5. Barden BE, Maull KI, 2000. Perforation of the Colon After Blunt Trauma. South Med J;93(1).
  6. Biffl WL, Cothren CC, moore EE. Trauma. 2010. In: Brunicardi FC (eds): Schwartz’s principles of surgery 9th ed. New York: McGraw-hill.
  7. Bjerke HS, 2006. Pancreatic trauma. E-medicine Specialities Abdominal trauma, (cited Oct 2012, 2)
  8. Chen ICJ, Shih HC, Wen YS. 2004. Extraperitoneal Rectal Perforation without Perineal Wound or Pelvic Fracture (Case Report). J Chin Med Assoc; 67:637-639.
  9. Coimbra R, Hoyt D, Winchell R et al. The ongoing challenge of retroperitoneum vascular injuries. Am J Surg 1996; 172: 541–44.
  10. Demetriades D, Theodorou D, Murray J et al. Mortality and prognostic factors in penetrating injuries of the aorta. J Trauma 1996; 40: 761–63.
  11. Mattox KL, Feliciano DV, Burch J et al. Five thousand seven hundred sixty cardiovascular injuries in 4459 patients. Epidemiologic evolution 1958 to 1987. Ann Surg 1989; 209: 698–705.
  12. Feliciano DV, Bitondo CG, Mattox KL et al. Civilian trauma in the 1980s. A 1-year experience with 456 vascular and cardiac injuries. Ann Surg 1984; 199: 717–24.
  13. Hirshberg A, Or J, Stein M, Walden R. Transaxial gunshot injuries. J Trauma 1996; 41: 460–61.
  14. Hirshberg A, Mattox KL. Stop that bleeding! In: Hirshberg A, Mattox KL, eds. Top Knife: The Art and Craft of Trauma Surgery. Shrewsbury: tfm Publishing, 2005: 19–34.
  15. Mattox KL, Hirshberg A. Access, control and repair techniques. In: Rich NM, Mattox KL, Hirshberg A, eds. Vascular Trauma. Philadelphia: Elsevier, 2004: 137–64.
  16. Veith FJ, Gupta S, Daly V. Technique for occluding the surpaceliac aorta through the abdomen. Surg Gynecol Obstet 1980; 151: 426–28.
  17. Mattox KL, McCollum WB, Beall AC Jr, Jordan GL Jr, DeBakey ME.
  18. Management of penetrating injuries of the suprarenal aorta. J Trauma 1975; 15: 808–15.
  19. Cattell RB, Braasch JW. A technique for the exposure of the third and fourth portions of the duodenum. Surg Gynecol Obstet 1960; 111: 378 79.
  20. Feliciano DV. Management of traumatic retroperitoneum hematom. Ann Surg 1990; 211: 109–23.
  21. Holzer CE Jr. Gunshot wounds involving the abdominal aorta. Surgery 1948; 23: 645–52.
  22. Richardson JD, Bergamini TM, Spain DA et al. Operative strategies for management of abdominal aortic gunshot wounds. Surgery 1996; 120: 667–71.
  23. Mattox KL, Whisennand HH, Espada R, Beall AC Jr. Management of acute combined injuries to the aorta and inferior vena cava. Am J Surg 1975; 130: 720–24.
  24. Salam AA, Stewart MT. New approach to wounds of the aortic bifurcation and inferior vena cava. Surgery 1985; 98: 105–8.
  25. Cushman JG, Feliciano DV, Renz BM et al. Iliac vessel injury: operative physiology related to outcome. J Trauma 1997; 42: 1033–40.
  26. Hirshberg A, Wall MJ Jr, Ramchandani MK, Mattox KL. Reoperation for bleeding in trauma. Arch Surg 1993; 128: 1163–67.
  27. Deree J, Shenvi E, Fortlage D et al. Patient factors and operating room resuscitation predict mortality in traumatic abdominal aortic injury: a 20-year analysis. J Vasc Surg 2007; 45: 493–97.
  28. Davis TP, Feliciano DV, Rozycki GS et al. Results with abdominal vascular trauma in the modern era. Am Surg 2001; 67: 565–70.
  29. Frame SB, Timberlake GA, Rush DS, McSwain NE Jr, Kerstein MD. Penetrating injuries of the abdominal aorta. Am Surg 1990; 56: 651–54.
  30. Millikan JS, Moore EE. Critical factors in determining mortality from abdominal aortic trauma. Surg Gynecol Obstet 1985; 160: 313–16.
  31. Soldano SL, Rich NM, Collins GJ, Salander JM, d’Avis JC. Long-term followup of penetrating abdominal aortic injuries after 15 years. J Trauma 1988; 28: 1358–62.
Unknown

Entri Populer

Komentar Kita